Tuesday, April 26, 2022

Di GB di Sekolah

 DI GANGBANG DI SEKOLAH

Namaku Sheila, Cerita ini terjadi saat usiaku masih 17 tahun. Waktu itu, aku duduk di kelas 2 SMA swasta yang amat terkenal di Surabaya. Aku seorang Chinese, tinggi 157 cm, berat 45 kg, rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan tubuhku sangat ideal. Namun karena inilah aku mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember. Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke 17 ini, dimana aku akhirnya mendapatkan SIM karena sudah cukup umur, maka aku ke sekolah dengan mengendarai mobilku sendiri, mobil Ahmadah ultahku. Sepulang sekolah, jam menunjukkan waktu 18:30 (aku sekolah siang, jadi pulangnya begitu malam), aku merasa perutku sakit, jadi aku ke WC dulu. Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan sopir yang menungguku. Tapi yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus bolak balik ke wc sampai 5 kali, mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk mampir ke UKS sebentar dan mencari minyak putih. Sebuah keputusan fatal yang harus kubayar dengan kesucianku.

Aku masuk ke ruang UKS, menyalakan lampunya dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu mencari cari minyak putih di kotak obat. Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit perutku. Aku amat terkejut ketika tiba tiba tukang sapu di sekolahku yang bernama Ahmad membuka pintu ruang UKS ini. Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat dia menyeringai, tanpa menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah yang terbuka dan memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini. dan belum sempat aku sadar apa yang harus aku lakukan, ia sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang dengan tangan kanannya, dan membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya. Aku meronta ronta, dan berusaha menjerit, tapi yang terdengar cuma “eeemph… eeemph…”. Dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku dengan tangan kiriku yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Ahmad ini? Aku sungguh merasa tak berdaya.

“Halo non Sheila… kok masih ada di sekolah malam malam begini?” tanya Ahmad dengan menjemukan. Mataku terbelalak ketika masuk lagi tukang sapu yang lain yang bernama bernama Asep. “Budiii”, ia melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku. Aku sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari cengkeraman Ahmad, tapi ternyata Asep yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mulai meremasi payudaraku. “Wah baru kali ini ada kesempatan pegang susu amoy.. ini non Sheila yang sering kamu bilang itu kan Had?” tanya Asep pada Ahmad, yang menjawab “iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” tanya Ahmad. Sambil tertawa Asep meremas payudaraku makin keras. Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta berusaha melepaskan diri sambil berharap semoga Budiii yang sering kuberi tips untuk mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah,tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini. Tapi aku langsung sadar

aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Budiii tadi itu kan Asep. Jadi sungguh bodoh bila

aku berharap banyak pada Budiii yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang

mencuri pandang padaku. Ataukah… ?

Beberapa saat kemudian Budiii datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Budiii

menyeringai dan berkata, “Dengar! Kalian jangan gegabah.. non Sheila ini kita ikat dulu di

ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong, dan itu saatnya

kita berpesta kawan kawan!”. Maka lemaslah tubuhku setelah dugaanku terbukti, dan dengan

mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan kakiku diikat

erat pada sudut sudut ranjang itu, dan dua kancing bajuku yang belum lepas dilepaskan oleh

Ahmad, hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi

payudaraku. Aku mulai putus asa dan memohon “Pak Budiii.. tolong jangan begini pak..”.

Ratapanku ini dibalas ciuman Budiii pada bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh nafsu,

sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku supaya aku tak bisa

berteriak minta tolong. “Non Sheila, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga

dunia kok”, kata Budiii sambil tersenyum memuakkan. Kemudian Budiii memerintahkan mereka

semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di

ruang UKS sialan ini. Budiii kembali ke posnya, Ahmad dan Asep meneruskan pekerjaannya

menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu. Dan aku kini hanya bisa pasrah

menunggu nasib.

Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari berbagai macam

cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti mereka pasti akan memperkosaku ramai ramai.

Sakit perutku sudah hilang berkat khasiat minyak putih tadi. Detik demi detik berlalu begitu

cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul

20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Ahmad masuk, diikuti Asep, Budiii, dan

celakanya ternyata mereka mengajak 2 satpam yang lain, Urip dan Soleh. “Hai amoy cantik..

sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Ahmad. Dengan mulut yang tersumpal

sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan

air mata yang mengalir deras aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku

tahu pasti hal ini tak ada gunanya. Mereka hanya tertawa dan dengan santai melepaskan baju

seragam sekolahku, hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya

pink. Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku, tanpa aku

bisa melawan sama sekali. Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam

legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus, membuatku sedikit banyak merasa jijik

juga ketika memikirkan tubuhku dikerubuti mereka, untuk kemudian digangbang tanpa ampun..

Aku terus meronta, tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Budiii menyentuh

selangkanganku, menekan nekan klitorisku yang masih terbungkus celana dalam. Aku tak tau

sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas

remas dengan brutal oleh Ahmad dan Asep, membuat tubuhku panas dingin tak karuan. Selagiaku masih kebingungan merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku,

melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Ya ampun.. aku semakin

gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku. Dikerubuti dan

dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus, aku merasakan gejolak luar biasa melanda

tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan, berkelojotan dan mengejang hebat, berulang kali aku

terlonjak lonjak, ada beberapa saat lamanya tubuhku tersentak sentak, kakiku melejang lejang,

rasanya seluruh tubuhku bergetar. “oh.. oh… augh.. ngggg.. aaaaaaagh…” aku mengerang dan

menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras. Lalu aku merasa kelelahan dan lemas

sekali, dan mereka menertawakanku yang sedang dilanda orgasme hebat. “Enak ya non?

Hahaha… nanti Non pasti minta tambah”. Aku tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu

suara Asep, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku

itu.

Kemudian Budiii berkata padaku, “Non Sheila, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika nona tidak

macam macam, kami akan melepaskan nona setelah kami puas. Tapi jika nona macam

macam, nona akan kami bawa ke rumah kosong di sebelah mess kami. Dan nona tahu kan apa

akibatnya? Di situ nona tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess

kami. Mengerti ya non?”. Mendengar hal itu, aku hanya bisa mengangguk pasrah, dan berharap

aku cukup kuat untuk melalui ini semu. “Iya pak. Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan

menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan

lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar. Tolong jangan keluarkan di dalam ya?”

pintaku sungguh sungguh, dan merasa ngeri jika aku harus dibawa ke mess mereka. Aku tahu

penghuni mess itu ada sekitar 60 orang, yang merupakan gabungan satpam, tukang sapu dan

tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang

masih sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku lebih menderita digangbang oleh 60

orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini. Dan aku benar benar

berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik

tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya… menindik puting susu

korbannya. Aku benar benar takut.

“Hahaha, non Sheila, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan

tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy, dan selalu memimpikan

memperawani non Sheila yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA. Minggu lalu, ketika non

ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas, bahkan memberi kami makanan, kami sepakat

untuk mengAhmadahi non kenikmatan surga dunia. Tenang saja non. Kami memang

menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan

kalo tentang itu tenang non, kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua

botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya

campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Non Sheila tadi sakit perut kan? Hahaha…”

jelas Budiii sambil tertawa, tertawa yang memuakkan. Jadi ini semua sudah direncanakannya!

Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa

memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Aku

akan digangbang mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimkusepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh

mereka. Membayangkan hal ini, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik

tak terkendali.

Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah

ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat penis penis

itu begitu besar. Budiii mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain

melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Budiii menarik lepas celana

dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yang putih mulus terpampang di depan

mereka yang terlihat semakin bernafsu. “Indah sekali non Sheila, mem*knya non. Rambutnya

jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Budiii. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat

jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Budiii, yang ternyata paling besar di antara

mereka semua, dengan diameter sekitar 6 cm dan panjang yang sekitar 25 cm. Aku menatap

sayu pada Budiii. “Pak, pelan pelan pak ya..” aku mencoba mengingatkan Budiii, yang hanya

menganguk sambil tersenyum. Kini kepala penis Budiii sudah dalam posisi siap tempur, dan

Budiii menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku. Aku semakin terangsang, dan mereka

tanpa memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat, mungkin karena

sudah yakin aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan

diri, mulai mengerubutiku kembali.

Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Ahmad dan Asep, sementara Urip dan Soleh

bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku

orgasme yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang,

bahkan kali ini cairan cintaku muncrat menyembur membasahi penis Budiii yang memang

sedang berada persis di depan mulut vaginaku. “Eh.. non Sheila ini.. belum apa apa sudah

keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non

rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, mem*k non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih

gampang ditembus ya”, ejeknya sambil mulai melesakkan penisnya ke vaginaku. “Aduh.. sakit

pak” erangku, dan Budiii berkata “Tenang non, nanti juga enak”. Kemudian ia menarik penisnya

sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat

melanda vaginaku yang sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Budiii

kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan penuh kesabaran, Budiii

terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.

Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar

biasa. Dan Budiii terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi,

sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi

penis Budiii ke dalam vaginaku. Ahmad dan Asep mulai menyusu pada kedua puting

payudaraku yang sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak tadi. Tak lama

kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali, rupanya akhirnya selaput daraku

robek. “Ooooooh… aaaauuuugggh… hngggkk aaaaaaagh… “Aku menjerit kesakitan, seluruh

tubuhku mengejang, dan air mataku mengalir, dan kembali aku merasakan keringatku

mengucur deras. Aku ingin meronta, tapi rasa sesak di vaginaku membatalkan niatku. Aku

hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris taktertahankan ini. “Aduh.. sakit pak Budiii.. ampun”, erangku, namun Budiii hanya tertawa tawa

puas karena berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak, “terus.. terus..”. Aku

menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah

tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan

lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itu tak semakin terasa sakit. Namun lumatan

penuh nafsu pada bibirku oleh Urip ditambah belaian pada rambutku serta dua orang tukang

sapu yang menyusu seperti anak kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang sempat

padam kembali menyala.

Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Budiii terus memperdalam

tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Budiii memang

pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih

kurasakan adalah nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu begitu sesaknya walaupun

baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu menambah sensasi

yang luar biasa. Sementara itu Budiii mulai meracau, “Oh sempitnya non. Enaknya.. ah.. “

sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok

bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani

menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. Mulutku ternganga, kedua

tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara

kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan

penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.

Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Budiii memulai

pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Budiii. Dan

erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke

dalam mulutku yang sedang ternganga ini. Aku gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas,

jangan digigit ya!” Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini,

tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang juga, tapi

diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya Budiii. Tapi mulutku terasa penuh,

dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai

berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun

berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejruang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini,

Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya. “Non, ayo dikocok!”,

perintahnya. Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan

aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku,

aku sadar penis itu panjang. Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu

terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan

aktivitasnya, tentu saja penis Budiii masih tetap bersemayam dalam vaginaku.

Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada

Sheila?”. Aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan sedikit

berteriak “Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”. Pak Edy seolah tak

mendengarku, dan berkata pada Budiii, “Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untungsaya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon gak ketemu juga tidak

apa apa… hahaha…”. Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara

gangbang ini, dengan kesal melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku

pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau

bisa aku juga ingin semua ini berakhir. Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka,

semuanya tertawa lega, dan sambil mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku,

Budiii berkata, “Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Sheila masih

nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal mem*knya, ngantri yo pak.

Abisnya, salome sih”. Pak Edy tertawa. “Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang

malam juga wajar kan?” katanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata

(untungnya) penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.

Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang

ke tiga kalinya. “aaaaagh.. paaak… sayaaa… keluaaaar….”, erangku yang tanpa sadar mulai

menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang

menganggur. Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada

berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak keluar karena vaginaku yang masih

sangat sempit ini seolah dibuntu oleh penis Budiii yang berukuran raksasa. Dalam kelelahan ini,

aku harus melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Budiii membuat

gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi aku tak tahu, kapan Budiii

akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15 menit berlalu, dan ia masih memompaku dengan

garangnya. Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku

mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku bingung

memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai senin besok dan

seterusnya saat dia mengajar.

Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke

kerongkonganku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu.. Kini aku sudah

mulai terbiasa, bahkan sejujurnya mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si

Urip ini. Kepasrahanku ini membuat mereka semua semakin bernafsu. Tiba tiba Budiii

menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam

posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku

masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan payudaraku

menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku. “Eh, daripada

satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?”

tanya Budiii pada yang lain, yang segera menyetujui sambil tertawa. “Akuuur… “, seru mereka,

dan Urip segera ke belakangku, kemudian meludahi anusku. “Oh Tuhan… aku akan

disandwich.. bagaimana ini..”, kataku dalam hati. “Jangaaaan…. Jangan di situuu…!!” teriakku

ketakutan. Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan

mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan,

memuji ide Budiii. “aaaaaagh…” erangku ketika penis Urip mulai melesak ke liang anusku.

Mataku terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku dibantai ramai

ramai, tubuhku terutama pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa.Ludah Urip yang bercampur dengan air liurku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak

membantu sama sekali. Rasa pedih yang menjadi jadi mendera anusku, dan aku kembali

mengerang panjang. “aaaaaaaaaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya

ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam anusku. Selagi aku mengerang dan mulutku

ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku,

hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang

menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup

panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku. Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi.

Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa anusku. Setiap

ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku,

sementara penis Budiii sedikit tertarik keluar, tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya,

penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku, tapi akibatnya tubuhku yang turun

membuat penis Budiii kembali menancap dalam dalam di vaginaku, ditambah lagi Budiii sedikit

menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku. Sedikit

sakit memang, tapi perlahan rasa sakit pada anusku sudah berkurang banyak, dan ketika rasa

sakit itu reda, aku sudah melayang dalam kenikmatan. Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku

sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak

bisa bergerak banyak karena semuanya seolah olah terkunci. Dalam keadaan orgasme,

mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda

bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme!

Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang

ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 3 menit. namun

semua cairan cintaku yang aku yakin sudah bercampur darah perawanku tak bisa mengalir

keluar, terhambat oleh penis Budiii. Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Budiii

bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku

dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal. Kenikmatan yang aku alami sekarang ini

benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang

pernah bermasturbasi, namun yang ini benar benar membuatku melayang. Mereka terus

menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu

mengeluarkan suara selama penis Soleh mengorek ngorek tenggorokanku. Entah sudah

berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya, “hegh.. hu… huoooooooh..”, Budiii

melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang

dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.

Akhirnya Budiii orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus

melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan

deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan

cintaku dan sperma Budiii.

“Oh.. enake rek, mem*k amoy seng sek perawan…” kata Budiii, yang tampak amat puas.

Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut

penisnya dari anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku

yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Budiii yang masih belum jugamelepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku. Kini aku mulai sadar dari gairah

nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak

ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan

gilanya, aku menginginkan diriku digangbang lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut

dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan. Mereka benar benar menepati janji untuk

tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar ataupun menjambak rambutku. Bahkan

Budiii memelukku dan membelai rambutku dengan mesra dan penuh kasih saying, setidaknya

menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya.

Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati

tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani

mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati. “Hah? Apa yang baru

saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu?” pikirku dalam hati.

Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan yang seperti

itu ketika aku bermasturbasi. Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku

pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali

kali.

Lamunanku terputus saat Budiii mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil

terlepas dari vaginaku. “Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di bawahku yang

sedikit mengkangkang. Aku hanya menurut saja dan mengarahkan vaginaku ke penisnya yang

tegak mengacung. Aku memegang dan membimbing penis itu untuk menembus vaginaku yang

sudah tidak perawan lagi ini. “Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke

dalam vaginaku. Lebih mudah dari punya Budiii tadi, karena diameter penis si Soleh memang

lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya membuat aku sedikit banyak kelabakan. “Ooh..

aduuuuh… “, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas

sepenuhnya dalam vaginaku. Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Budiii yang

kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk

bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih

Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh

ini pasti tinggi sekali. Dan rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan anal seks

denganku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan

kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, anusku

kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku kembali

terasa sesak. Walaupun memang tidak sesesak tadi, namun cukup untuk membuatku merintih

mengerang antara pedih dan nikmat.

Kini Ahmad dan Asep ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan

kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku

mulai mengocok dua buah penis itu, wali kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di

depanku, memintaku mengoral penisnya. “Dioral sekalian El, daripada nganggur nih”, katanya

dengan senyum yang memuakkan. Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat

atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati,

membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku. Jadi kini akudigempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi

Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat

membawaku orgasme lagi. “eeeeeemmmmph….”, erangku keenakan. Tubuhku mengejang,

dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang juga

merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun

spermanya muncrat membasahi kerongkonganku. Baru kali ini aku merasakan sperma dalam

mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film

bokep, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum,

kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu.

Soleh mengejek pak Edy, “Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non

Sheila? Bagaimana nanti sama mem*knya? Seret banget lho pak”, kata Soleh, yang disambung

tawa yang lain. Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di

sebelah si Budiii. Aku tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi

sedikit lebih ringan. Ahmad yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke

depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan,

dan kocokan tangan kananku pada penis Asep kupercepat, mengimbangi cepatnya sodokan

demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku. Urip

tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang “oooooooouuuuggghh…. “, seiring

berkedutnya penisnya dalam anusku, dan menyemprotkan maninya berulang ulang. Terasa

hangat sekali anusku di bagian terdalam. Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah

aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Asep menggantikan

Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Asep, aku

tahu penis Asep tidak panjang, tapi… diameternya itu.. rasanya seimbang dengan punya si

Budiii. Oh celaka… penis itu akan segera menghajar anusku. “ooooh… oooooogh… sakiiiit…”,

erangku ketika Asep memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk. Namun seperti yang tadi

tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar

biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh

yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya,

sementara Ahmad menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke

kerongkonganku. Di sini aku juga sadar, ternyata penis si Ahmad ini setipe dengan punya Urip

atau Soleh.

Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme

bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Ahmad

berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga

mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk

dalam kerongkonganku. Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Asep

menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam

anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh

kenikmatan. “Oooooooohh… aaaaaaargh”, seolah tak mau kalah, aku juga mengerang panjang.

Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga

mengalami orgasme hebat. Ahmad jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntasseperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku

memeluk dan lembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan

nafas. Asep yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk

bersandar di dinding. Kini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang, dan kami bergumul

dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan

penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan

penis Soleh yang panjang. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin

penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.

Pergumulan kami yang panas, menyebabkan Budiii terbakar birahi. Tenaganya yang sudah

pulih seolah ditandai dengan mengacungnya penisnya, yang tadi sudah berejakulasi. Namun ia

dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis

Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh

pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk

menggenjotku. Budiii segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan

bernafas, dengan penuh nafsu Budiii segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke

dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku. Budiii yang sudah

terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar

getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini. Gilanya,

aku mulai berani mencoba lebih merangsang Budiii dengan pura pura ingin menahan sodokan

penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia

mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya, membuatku tak berdaya.

Dan sodokan dem sodokan yang menghajar vaginaku terasa semakin keras. Aku menatap

Budiii dengan pandangan sayu memelas untuk lebih merangsangnya lagi, dan berhasil. Dengan

nafas memburu, Budiii melumat bibirku sambil terus memompa vaginaku. Kini aku yang

gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya

melepaskannya karena seluruh gerakan tubuhku terkunci, hingga akhirnya Budiii menggeram

nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.

Budiii melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah

terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku

dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang sudah ereksi kembali. Kali ini, ia

terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah

ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai

menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur

cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya. Aku

sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3

menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia

menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku. Yang lain kembali tertawa, sedangkan

aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini, memandang yang lain, terutama Ahmad yang

belum sempat merasakan selangkanganku. Ahmad yang seolah mengerti, segera mendekatiku.

Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun

cukup terangsang juga. Tak lama kemudian, Ahmad sudah siap dengan kepala penis yangmenempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal

ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Ahmad cukup terburu buru dalam

proses penetrasi ini. Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy

yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku

menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.

Ahmad mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku

bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang

mencari kenikmatan. Selagi aku dan Ahmad sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku

melihat yang lain yaitu Asep dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka

yang tadi sempat terbenam dalam anusku. Sambil keluar Urip berkata, “nanti kasihan non

Sheila, kalo memknya yang bersih jadi kotor kalo kontlku tidak aku cuci”. “iya, juga, kan

kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut ****** yang kotor seperti ini”, sambung Asep.

Oh.. ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan

tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Ahmad dengan sepenuh hati, setiap tusukan

penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam.

Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku orgasme disusul Ahmad yang menembakkan

spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Asep dan Urip. Namun

mereka berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Ahmad kembali terduduk lemas di

bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku

kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan. Mereka berdua menyusu pada

payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah

menunjukkan pukul 21:00 malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua.

Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Asep untuk minum. Keringat

yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus. “Sebentar bapak bapak, saya mau minum

dulu ya”, kataku. Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang

tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku

ke horor di ruang UKS ini. “Pak Budiii. Itu air sudah bapak campurin obat cuci perut kan?

Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku

sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas

sekolahku. Tapi Budiii berkata, “Gak usah non. Saya belikan saja”. Budiii pergi ke wc sebentar

untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana

panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku. Sambil menunggu, yang lain

menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah

dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua. Tak lama kemudian, Budiii

kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah terbuka. Aku menatapnya

curiga, dan bertanya dengan ketus. “Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi?

Nanti kan saya mulas mulas lagi?”. Budiii dengan tersenyum menjawab, “nggak non. Masa lagi

enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Sheila gak terlalu

capek. Buat tambah tenaga non”. Yah.. pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya

meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku

mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah.Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Asep. Tiba tiba

aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di

sekujur tubuhku. Padahal mereka belum menyentuhku. Aku langsung mengerti, ini pasti ada

obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman tadi. Sialan deh, aku kini semakin

terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Asep bergantian memompa vagina dan

mulutku. Awalnya Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Asep memintaku

mengoral penisnya. Karena obat perangsang itu, sebentar sebentar aku mengalami orgasme,

dan tiap aku orgasme mereka bertukar posisi. Rasa sperma dari banyak orang, bercampur

cairan cintaku kurasakan ketika mengoral penis mereka, dan membuatku semakin bergairah.

Mereka akhirnya berorgasme bersamaan, Asep di vaginaku dan Urip di tenggorokanku.

Sedangkan aku sendiri sampai pada titik dimana aku kembali mengalami multi orgasme. Ada 3

sampai 4 menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku

melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah semakin basah dan awut

awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih

terbakar nafsu birahi, tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa

memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian

mereka terus menikmati tubuhku. Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi

yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku.

Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul 21:45. Mereka

membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri lalu melap tubuhku

yang basah kuyup oleh keringat dengan handuk dan membersihkan selangkangan dan pahaku

yang belepotan sperma. Dan dengan nakal Budiii melesakkan roti hot dog ke dalam vaginaku.

Aku mendesah dan memandangnya penuh tanda tanya, tapi Budiii hanya cengengesan sambil

memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup

ketat. Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan,

dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di belakang

punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang

duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku. Kemudian aku

menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah..

ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu

sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka

sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku

lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah.

“Non Sheila, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih

menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata Budiii. Aku tak terlalu terkejut

mendengar hal ini, tapi aku berpura pura tidak mengerti dan bertanya, “maksud bapak?”. “Non

tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, minggu depan

hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3. Dua hari sebelum hari Natal. Tanggal 24 kan

libur, kami ingin non Sheila datang ke sini jam 7 malam untuk melayani kami lagi. Seperti hari

ini, non cukup melayani kami 2 jam saja. Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nantitanggal 24 itu. Non harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” jelas Budiii panjang lebar. Pak Edy mengiyakan dan berkata, “benar Sheila. Saya bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu”. Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan.. di malam Natal minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam laki laki yang ada di sekitarku ini… Dan aku tak bisa menolak sama sekali.. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang. Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke mobilku, selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan disetubuhi ramai ramai, roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa berjalan dengan normal dan lancar. Untungnya tak ada yang melihatku dan menghadangku, akhirnya aku sampai ke dalam mobil, dan menyetir sampai ke rumah dengan selamat.

Sampai di rumah, sekitar pukul 22:30, aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku. Roti ini benar benar mengganggu sejak aku menyetir tadi. Rasa nikmat terus mendera vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling, roti ini rasanya tertanam makin dalam. Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku agak lebar. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, kamarku memang ada di lantai 2. Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang sudah sedikit hancur terkena campuran sperma dan cairan cintaku. Aku menyemprotkan air shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat membersihkan semuanya. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat. Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi menggangbang aku.

TAMAT

Monday, April 25, 2022

AKU, IBU, DAN TEMAN-TEMANNYA

 Aku Digilir Ibuku dan Teman - Temannya

Namaku Bernas dan aku tinggal di Jakarta. Di saat aku menulis cerita ini, aku baru saja menginjak umur 25 tahun. Aku bekerja di sebuah perusahaan marketing ternama di kawasan daerah Kuningan (Jakarta Selatan). Perusahaan kami ini adalah anak dari perusahaan marketing Inggris yang mana Head Office untuk Asia Pasific berada di negeri Singapore. Aku bisa bekerja di perusahaan ini atas bantuan ibu tiriku yang memiliki banyak kolega perusahaan-perusahaan ternama di Jakarta.

Ibu tiriku tergolong orang yang terpandang dan kaya raya. Bekas suaminya adalah pengusaha distributor minyak bumi dalam negeri yang punya akses mudah ke instansi-instansi pemerintah. Ibu tiriku cerai dengan bekas suaminya karena bekas suaminya memiliki banyak ’selir-selir’ di beberapa kota di pulau Jawa dan beberapa lagi di luar pulau Jawa. Karena tidak tahan dengan situasi yang dia hadapi, dia memutuskan untuk bercerai dengan bekas suaminya.

Menurut cerita ibu tiriku, urusan perceraiannya sangatlah rumit, berbelit-belit, dan memakan waktu berbulan-bulan. Seperti biasa

pembagian harta gono-gini yang membuat urusan cerai menjadi lebih panjang. Sampai pada akhirnya hasil dari penceraian tersebut, ibu

tiriku mendapat 30% dari seluruh aset dan kekayaan mantan suaminya. Namun setelah itu, ibu tiriku tidak diperbolehkan lagi untuk meminta jatah lagi kekayaan bekas suaminya setelah penceraiannya final di pengadilan.

Bisa para pembaca membayangkan seberapa besar warisan kekayaan ibu tiriku. Bagaimana dengan keluarga asliku? Ayah bercerai dengan ibu kandungku saat aku masih berumur 7 tahun. Masalah dari penceraian tersebut, aku masih kurang tau sampai sekarang ini. Ayah lebih memilih untuk tidak menceritakan masalah tersebut, dan aku pun tidak pernah lagi bertanya kepadanya. Aku mengerti perasaan ayah, karena saat itu kehidupan ekonomi keluarga masih sangat sulit dan ayah pada saat itu hanya seorang pegawai toko di daerah Mangga Besar. Meskipun hanya pegawai toko biasa, ayah memiliki bakat dan hobi mekanik yang berhubungan dengan mesin motor.

Pendidikan ayah hanya sampai pada tamatan SD, dan dia mendapat ilmu montirnya dari kakek yang dulu sempat bekerja di bengkel reparasi mobil. Ayah selalu memiliki cita-cita untuk membuka bengkel sendiri. Setelah bercerai dengan ibu kandungku, aku dan ayah sering berpindah-pindah rumah kontrak. Ekonomi ayah juga tidak juga membaik. Sering istilah kehidupan kami bak ‘gali lubang tutup

lubang’. Setiap tahun gaji ayah naik hanya sedikit saja, dan kebutuhan ekonomi selalu meningkat.Namun ayah tidak pernah menyerah untuk berusaha lebih demi menyekolahkan aku.

Untungnya aku tergolong anak yang suka sekolah dan belajar, oleh karenanya ayah tidak

pernah mengenal lelah mencari uang tambahan agar aku menjadi orang yang berilmu dan

mencapai karir indah di masa depanku. Cita-cita ayah membuka bengkel reparasi mobil sendiri

bermula dari keisengannya melamar

kerja di bengkel mobil dekat rumah kontrakan kami. Ayah kerja di toko hanya selama 6 hari

seminggu bergantian, tapi ayah menetapkan untuk mengambil hari Sabtu libur agar dia bisa

bekerja di bengkel mobil tersebut. Karena bakat dan cinta ayah terhadap mesin mobil dan

motor, ayah menjadi tukang favorit di bengkel tersebut.

Perlahan-lahan ayah mengurangi hari kerja ayah sebagai pegawai toko menjadi 5 hari

seminggu, kemudian 4 hari seminggu, dan terakhir 3 hari seminggu. Sampai pada akhirnya

bengkel menarik banyak pelanggan tetap, dan ayah diminta untuk bekerja sebagai pegawai

tetap di bengkel itu. Gaji ayah naik 3 kali lipat dari gaji sebagai pegawai toko plus bonus dan

tip-tip dari pelanggan. Lebih bagusnya lagi ayah hanya bekerja 5 hari saja dari hari Senin

sampai Jumat.

Ayah sengaja tidak memilih hari Sabtu dan Minggu demi menghabiskan waktu berdua

denganku. Setiap hari Sabtu ayah suka menjemputku sepulang sekolah, maklum biasanya

sekolahku hanya masuk 1/2 hari di hari Sabtu dan kami berdua suka jajan di luar

sebelum pulang ke rumah. Sejak bekerja di bengkel itu, aku menjadi dekat dengan ayah.

Dengan kondisi ekonomi yang semakin memba

ik dari hari ke hari, kini ayah mampu untuk membeli rumah sendiri meskipun tidak besar.

Malaikat keberuntungan sedang berada disamping ayah. Ayah orang yang baik, tekun dan jujur,

maka dari itu ayah diberi banyak rejeki dari yang di atas. Bengkel itu menjadi

tumbuh pesat pula berkat kedatangan ayah.

Demi menjaga hubungan baik antara ayah dengan bos bengkel itu, ayah diberi komisi 15% dari

setiap pembayaran service/reparasi mobil/

motor yang dia urus plus bonus tahunan dan belum lagi tip-tip dari pelanggan. Nama bengkel

menjadi terkenal karena rekomendasi dari mulut ke mulut, sampai pada suatu hari ibu tiriku ini

menjadi pelanggan tetap bengkel itu. Ibu tiriku mendengar nama bengkel dan nama ayahku dari

teman dekatnya. Saat itu ibu tiriku memiliki 3 buah mobil. Seingatku waktu mitu ada BMW,

Mercedes, dan mobil kijang. Ibu

tiriku sering mengunjungi bengkel ayah dengan alasan untuk check up antara mobil BMW-nya

atau Mercedes-nya. Mobil kijangnya hanyadatang dengan supir.

Sebut saja nama ibu tiriku adalah Tina (nama singkatan). Saat itu aku memanggilnya tante

Tina. Umur tante Tina 4 tahun lebih muda dari

ayah. Kerutinan tante Tina ke bengkel menjadi awal dari romansa antara dia dan ayah. Ayah

sering kencan berdua dengan tante Tina, dan

terkadang mereka mengajakku pergi bersama- sama pula. Terus terang sejak bersama tante

Tina, wajah ayah lebih tampak berseri-seri dan lebih segar. Mungkin saat itu dia menemukan

cinta keduanya setelah bertahun-tahun berpisah dengan ibu kandungku. Melihat perubahaan

positif ayah, aku pun menjadi ikut senang. Aku juga senang bila tante Tina datang berkunjung,

karena dia sering membawa oleh-oleh berupa makanan atau minuman yang belum pernah aku

liat sebelumnya. Belakangan aku baru tau bahwa bingkisan itu adalah pemberian dari kolega

bisnisnya.

Salah satu rumah Tante Tina berada di daerah Jakarta Selatan, dan tentu banyak orang tau

bahwa kawasan ini adalah kawasan elit.

Setelah bercerai, tante Tina membuka beberapa bisnis elit di sana seperti salon/spa kecantikan,

dan butik. Para pelanggannya juga dari kalangan kaliber atas seperti pejabat dan artis. Dia

menyewa beberapa prajurit terpecaya untuk menjalankan usaha-usaha bisnisnya.

Dalam singkat cerita, ayah dan tante Tina akhirnya memutuskan untuk menikah. Setelah

menikah aku disuruh memanggilnya ‘mama’.

Perlu waktu beberapa minggu untuk memanggilnya ‘mama’, tapi lama-lama aku menjadi biasa

untuk memanggilnya ‘mama’.

Untuk lebih singkatnya dalam cerita ini, aku akan menyebut ‘ibu tiriku’ sebagai ‘ibu’.

Sejak setelah menikah, ibu tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan sambil menunggu

bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi,

rumah baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah tante Tina

karena alasan pribadi ayah. Setelah banyak

process yang dilakukan antara ayah dan ibu, akhirnya bengkel tempat ayah bekerja, kini

menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya. Ayah

pernah memohon kepada ibu agar dia ingin tetap dapat bekerja di bengkel, dan terang saja

bengkel itu langsung ibu putuskan untuk dibelisaja. Maklum ibu adalah ‘business-minded person’. Aku semakin sayang dengan ibu, karena

pada akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel sendiri terkabulkan.

Kini bengkel ayah makin besar setelah ibu ikut berperan besar di sana. Banyak renovasi yang

mereka lakukan yang membuat bengkel ayah tampak lebih menarik. Pelanggan ayah makin

bertambah, dan kali ini banyak dari kalangan orang-orang kaya. Ayah tidak memecat

pegawai-pegawai lama di sana, malah menaikkan gaji mereka dan memperlakukan mereka

seperti saat dia diperlakukan oleh pemilik bengkel yang lama. Kehidupan dan gaya hidupku &

ayah benar- benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering melancong ke luar negeri bersama

ibu, dan aku sering ditinggal di rumah sendiri dengan pembantu. Alasan aku ditinggal mereka

karenaaku masih harus sekolah.

Ibu sering mengundang teman-teman lamanya bermain di rumah. Salah satu temannya

bernama tante Ani. Tante Ani saat itu hanya 15

tahun lebih tua dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak daripada tante, karena waj

ahnya yang masih terlihat seperti orang

berumur 20 tahunan. Tanti Ani adalah pelanggan tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian

menjadi teman baik ibu. Wajah tante Ani tergolong cantik dengan kulitnya yang putih bersih.

Dadanya tidak begitu besar, tapi pinggulnya indah bukan main. Maklum anak

orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan. Tante Ani sering main ke rumah dan

kadang kala ngobrol atau gossip dengan ibu

berjam-jam. Tidak jarang tante Ani keluar bersama kami sekeluarga untuk nonton bioskop,

window shopping atau ngafe di mall.

Aku pernah sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Ani. Ibu bercerita bahwa tante Ani

itu bukanlah janda cerai atau janda apalah. Tapi tante Ani sempat ingin menikah, tapi ternyata

pihak dari laki-laki memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak dijelaskan

oleh ibu, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal seperti ini. Pada suatu

hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya

melancong ke kota Bandung saja selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan pembantu saja

yang tinggal di rumah.

Saat itu aku ingin sekali kabur dari rumah, dan menginap di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah

berbunyi dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari Sabtu. Ayah dan ibu baru 1/2 jam yang lalu

berangkat ke Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah mengambil barang yang

ketinggalan. Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Ani menyapanya. Akuhanya duduk bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil nonton acara TV. Tiba-tiba aku

disapanya.

“Bernas kok ngga ikut papa mama ke Bandung?”tanya tante Ani.

“Kalo ke Bandung sih Bernas malas, tante. Kaloke Singapore Bernas mau ikut.” jawabku santai.

“Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapore.

Tante ada apartment di sana” tungkas tante Ani.

Aku pun hanya menjawab apa adanya “Ok deh.

Ntar kita pigi rame-rame aja. Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalo

penting.”.

“Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang tante bakalan

makan sendirian nih. Bernas mau ngga

temenin tante?”.

“Emang tante mau makan di mana?”

“Tante sih mikir Pizza Hut.”

“Males ah ogut kalo Pizza Hut.”

“Trus Bernas maunya pengen makan apa?”

“Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.”

“Oke deh. Mau cabut jam berapa?”

“Entaran aja tante. Bernas masih belon laper. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.”

Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Ani mengenakan baju

yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di atas lutut, dan atasannya memakai

baju berwarna orange muda tanpa lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira- kira antara

12 sampai 15cm kebawah dari pangkal lehernya). Kaki tante Ani putih mulus, tanpa ada bulu

kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon ibu, paling tidak seminggu 2 kali.

Bagian dada atasnya juga putih mulus. Kami nonton TV dengan acara/channelseadanya saja sambil menunggu sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol

santai, kebanyakan tante Ani suka bertanya

tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan tentang kehidupan cintaku di sekolah.

Aku mengatakan kepada tante Ani bahwa aku saat itu masih belum mau terikat dengan

masalah percintaan jaman SMA. Kalo

naksir sih ada, cuma aku tidak sampai mengganggap terlalu serius. Semakin lama kami

berbincang-bincang, tubuh tante Ani semakin mendekat ke arahku. Bau parfum Chanel yg dia

pakai mulai tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran

apa-apa saat itu.

Tiba-tiba tante Ani berkata, “Bernas, kamu suka dikitik-kitik ngga kupingnya?”.

“Huh? Mana enak?” tanyaku.

“Mau tante kitik kuping Bernas?” tante Ani menawarkan/

“Hmmm…boleh aja. Mau pake cuttonbud?” tanyaku sekali lagi.

“Ga usah, pake bulu kemucing itu aja” tundas tante Ani.

“Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih ama mbak.” jawabku spontan.

“Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuman ambil 1 helai bulunya aja. Lagian kamu masih

belum mandi kan?

Jorok mana hayo!” tangkas tante Ani.

“Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante.” lanjutnya.

Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tingkah polah tante Ani. Ternyata

memang benar adanya, telinga ‘dikitik-kitik’ dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada tara.

Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan

memang benar, aku jadi tertidur sampe sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara

lembut membisikkan telingaku.

“Bernas, bangun yuk. Tante dah laper nih.” katatante.

“Erghhhmmm … jam berapa sekarang tante.” tanyaku dengan mata yang masih setengah

terbuka.“Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah laper. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin

tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah.” kata tante sambil mengelus lembut rambutku.

“Masih ngantuk nih tante … makan di rumah aja yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di

dekat sini.”

“Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong di sini.”

“Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante.” mintaku.

“Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau pingsan dah.”

Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Ani sedang membenarkan posisi

roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih sampe-sampe rok tante Ani tersingkap

tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Ani, begitulah aku berpikir.

Ada rasa senang juga di dalam hati. Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua

berpamitan kepada pembantu rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada

pembantu agar jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku

membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga apabila pembantu rumah sudah tertidur.

“Nih kamu yang setir mobil tante dong.”

“Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalo yang ini males ah.” candaku. Waktu

itu tante Ani membawa sedan Honda, bukan

Mercedes-nya.

“Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini, bawa itu Benz-nya mama.” balas tante Ani.

“No way … bisa digantung ogut ama papa mama.” jawabku.

“Iya udah kalo gitu setir ini dong.” jawab tante Ani sambil tertawa kemenangan.

Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta.

Tante Ani seperti bebek saja, ngga pernah stop ngomong and gossipin teman-temannya. Aku

jenuh banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampe ke mantan

tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang, aku memutuskan untuk makan bakmi

bebeknya yang tersohor di sana. Untung tante Ani tidak protes dengan pilihan saya, mungkin

karena sudah terlalu lapar dia.Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling tante Ani mengajakku

mampir ke rumahnya. Tante Ani tinggal sendiri di apartemen di kawasan Taman Anggrek. Dia

memutuskan untuk tinggal sendiri karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Ani sendiri

tinggal di Bogor. Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Ani, yang tante Ani tidak

pernah merasa kekurangan materi. Apartemen tante Ani lumayan bagus dengan tata interior

yang classic. Di sana tidak ada siapa- siapa yang tinggal di sana selain tante Ani. Jadi aku bisa

maklum apabila tante Ani sering keluar rumah.

Pasti jenuh apabila tinggal sendiri di apartemen.

“Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.”

“Kalo begitu, Bernas mau yang ini.” sambil menunjuk botol Hennessy V.S.O.P yang masih

disegel.

“Kagak boleh, masih dibawah umur kamu.”

cegah tante Ani.

“Tapi Bernas dah umur 17 tahun. Mestinya ngga masalah” jawabku dengan bermaksud

membela diri.

“Kalo kamu memaksa yah udah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka

botolnya.”.

Tiba-tiba suara tante Ani menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan

sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan

dalam negerinya banyak yang bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan

yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.

“Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bal

i tahun lalu” kata tante Ani memecahkan suasana hening sebelumnya.

“Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!” jawabku kagum.

“Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman itu, karena seni itu

mahal.

Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia tawarkan, tante pergi saja.” Aku masih

menyibukkan diri mengamati lukisan-lukisan yang ada, dan tante Ani tidak bosan menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut.

Tante Ani ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.

“Ok deh. Kalo begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante

istirahat aja dulu yah.” kataku.

“Ehmmm … tinggal dulu aja di sini. Tante juga masih belum ngantuk. Temenin tante bentar

yah.” mintanya sedikit memohon.

Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Ani yang tinggal sendiri di apartemen itu. Jadi

aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi, sampai nanti tante Ani sudah ingin tidur.

“Kita main UNO yuk?!” ajak tante Ani.

“Apa itu UNO?!” tanyaku penasaran.

“Walah kamu ngga pernah main UNO yah?” tanya tante Ani. Aku hanya menggeleng-

gelengkan kepala.

“Wah kamu kampung boy banget sih.” canda tante Ani. Aku hanya memasang tampak

cemburut canda.

Tante Ani masuk ke kamarnya lagi untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke dapur

untuk mempersiapkan hidangan bersama

minuman. Tante Ani membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy

V.S.O.P on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun mulai

bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar keras,

dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip saja

oleh ayah, tapi ini skrg aku minum sendirian.

Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, tante Ani menjadi tertawa, dan

mengatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang aja, ini baru pertama kalinya aku minum

1 gelas Hennessy sendirian.

“Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala ogut rada berat.”

“Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah pusing.” jawab tante Ani.

Aku merasa tante Ani berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti

sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante Ani minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku

yang suka menurut, tante Ani mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu biasasaja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling tepat untuk bermain UNO

itu berempat.

Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajak bermain blackjack, siapa yang

kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Ani ralat menjadi ‘Truth &

Dare’ game. Permainan kami menjadi seru dan terus terang aja tante Ani sangat menikmati

permainan ‘Truth & Dare’, dan dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia

selalu meminta hukuman dengan ‘Truth’ punishment, lama-lama aku menjadi semakin berani

menanyakan yang bukan-bukan.

Sebaliknya dengan tante Ani, dia lebih suka memaksa aku untuk memilih ‘Dare’ agar dia bisa

lebih leluasa mengerjaiku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, menelan es

batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Ani

menanyakan the ‘Truth’ tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja menurutnya.

Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the ‘Truth’ tentang kehidupan pribadinya. Aku pun

juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi.

Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya.

Sampai pertanyaan yang

menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia kehilangan keperawanan.

Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ani jawab semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku

lontarkan. Kini permainan kami semakin wild dan berani. Tante Ani mengusulkan untuk

mengkombinasikan ‘Truth & Dare’ dengan ‘Strip Poker’. Aku pun semakin bergairah dan

menyetujui saja usul tante Ani.

“Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu.” kata tante Ani

dengan senyum kemenangan.

“Jangan gembir

a dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan nangis loh yah kalo kalah.” jawabku sambil

melepas kaus kakiku.

Selang beberapa lama … “Nahhh, kalah lagi … kalah lagi … lepas lagi … lepas lagi.”. Tante Ani

kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung emas pemberian ibu yang aku

kenakan.

“Ha ha ha … two pairs, punya tante one pair. Yes yes … tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas

…” candaku sambil tertawa gembira.“Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.” jawab tante sambil melepas anting-anting

yang dikenakannya. Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin bernapsu untuk melihat tante

Ani bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.

“Full house … yeahhh … kalah lagi tante. Ayo lepas … ayo lepas …”. Aku kini menari-nari

gembira.

Terlihat tante Ani melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes “Loh, curang kok

lepas yang itu?”.

“Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di

rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi masih dianggap menempel dong.” jawabnya

membela.

Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Ani. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak

lebih deras lagi.

“Straight … Bernas … One Pair … Yes tante menang. Ayo lepas! Jangan malu-malu!” seru

tante Ani girang. Aku pun segera melepas jaket

aku yang kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah

pembalasanku, kataku dalam hati.

“Bernas Three kind … tante … one pair … ahhh … lagi-lagi tante kalah” sindirku sambil

tersenyum.

Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya. Aku serentak

menelan ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih

tante. Belahan payudara-nya terlihat jelas, putih bersih. Bernas junior dengan serentak

langsung menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah belahan dadanya.

“Hey, lihat kartu dong. Jangan liat di sini.” canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku

kaget sambil tersenyum malu.

“Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka … buka”. Tampak tante Ani girang banget bisa

dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku terlanjang dada.

“Ck ck ck … pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga

hebat.” sindir tante Ani sambil tersenyum.

Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Ani kemudian beranjak dari tempat

duduknya menuju ke dapur dengankeadaan dada setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Ani membawa sebotol wine

merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol

V.S.O.P yang masih 1/2 penuh.

“Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas- puasnya.” ucap tante Ani. Kami saling ber-tos

ria dan kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.

“Yesss … ” seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.

Tanpa disuruh, tante Ani melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini tante Ani hanya terliat

mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu dia mengenakan celana dalam yang kecil

imut berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku

sempat berpikir apakah tante Ani mencukur semua bulu-bulu pubisnya.

Muka tante Ani sedikit memerah. Kulihat tante Ani sudah menegak abis gelas winenya yang

kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu.

Aku hanya bernafsu untuk memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat

tubuh terlanjang tante Ani.

“Yes, yes, yes …” senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.

Tante Ani kemudian memandangkan wajahku selang beberapa saat, dan berkata dengan nada

genitnya “Sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh”. Kali

ini tante Ani melepaskan BH-nya dan serentak jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ani,

aku seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas, dan

jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali aku melihat payudara wanita dewasa secara

jelas di depan mata. Payudara tante Ani sungguh indah dengan putingnya yang berwarna

coklat muda menantang.

“Aih Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kala

h total. Mau lanjut ngga?” tanya tante Ani. Aku hanya bisa menganggukkan kepala pertanda

‘iya’.

“Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih.

Dasar genit kamu.” tambah tante Ani lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu. Aku

menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik kedua payudaranya dan

selangkangannya. Aku penasaran sekali ada apa dibalik celana dalam pinknya itu. Tempat di

mana menurut teman-teman sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihatbentuknya dan kalo bisa memegang atau meraba-raba.

Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Ani meminta aku melepas

celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan celana dalam

saja. Tante Ani hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak wine-nya lagi. Aku sengaja

menolak tawaran tante Ani untuk menegak V.S.O.P-nya, dengan alasan takut pusing lagi.

Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya.

Babak penentuan apakah tante Ani akan melihat aku terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku

berharap malam itu malaikat keberuntungan

berpihak kepadaku. Ternyata harapanku sirna, karena ternyata malaikat keberuntungan

berpihak kepada tante Ani. Aku kecewa sekali, dan wajah kekecewaanku terbaca jelas oleh

tante Ani.

Sewaktu aku akan melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante

Animencegahnya.

“Tunggu Bernas. Tante ngga mau celana dalam mu dulu. Tante mau Dare Bernas dulu. Ngga

seru kalo game-nya cepat habis kayak begini”

kata tante Ani.

Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ani terdiam sejenak kemudian tersenyum genit.

Senyum genitnya ini lebih menantang daripadayang sebelum-sebelumnya.

“Tante dare Bernas untuk … hmmm … cium bibir tante sekarang.” tantang tante Ani.

“Ahh, yang bener tante?” tanyaku.

“Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante?” tanya tante Ani.

“Bukan karena itu. Tapi … Bernas belum pernah soalnya.” jawabku malu-malu.

“Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian pelajaran pertama buat Bernas.” kata tante Ani.

Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani. Tante Ani kemudian

memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke bibir tante Ani. Tante

Ani diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan.

Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh air liur tante Ani. Bau wine merah sempat

tercium di hidungku. Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas

lumatan bibir tante Ani.Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice

cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Ani. Tante Ani dengan

serentak menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama

sekali, malah senang dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Ani, dan kini lidah

kami kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang puladi dalam mulut tante Ani.

Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya. Nafasku sudah tak karuan,

dah kupingku panas dibuatnya. Tante Ani seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante

Ani pun masih teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia tersangsang.

“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya” ajak tante Ani. Aku pun mulai mengocok

kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita berciuman.

Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang, dan terang saja aku

meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya.

Tante Ani menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali

ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.

“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Bernas bosan ama tante.” candanya.

“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman.” jawabku.

“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih …” seru tante Ani kemudian terputus. Kalimat

tante Ani ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang

menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk bermain ‘gila’ dengan tante Ani

malam itu.

Aku

semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau diri. Aku punya perasaan kalo tante Ani sengaja

untuk mengalah dalam bermain poker malam itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku

sudah terburu oleh napsuku sendiri, dan aku

sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.

“Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong …” sambut tante Ani

sambil menggoda.

“Hmm … apa yah.” pikirku sejenak.“Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Ani.” jawabku tidak tau malu.

Ternyata wajah tante Ani tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum kepadaku

sambil berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu, Bernas.”.

“Boleh kan tante?!” tanyaku penasaran.

Tante Ani hanya mengangguk pertanda setuju. Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara

sebelah kanan tante Ani. Bau parfum harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di

hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Ani dengan lembut. Kedua

telapak tanganku berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ani, memberikan fondasi

kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara tante Ani. AKu kulum bergantian puting

kanan dan puting kiri-nya.

Kuluman yang tante Ani dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh tante Ani.

Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante

Ani perlahan-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa

memastikan bahwa tante Ani saat ini sedang terangsang atau istilah modern-nya

‘horny’.

“Bernasss … kamu nakal banget sih! … haahhh … Tante kamu apain?” bisik tante Ani dengan

nada terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata tante Ani, tapi malah semakin bersemangat

memainkan kedua puting susunya. Tante Ani tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah

seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak

senonoh terhadap dirinya.

Aku mencoba mendorong tubuh tante Ani perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet.

Ternyata tante Ani tidak menahan/menolak, bahkan tante Ani hanya pasrah saja. Setelah

tubuhnya terbaring di atas karpet, aku menghentikan serangan gerilyaku terhadap payudara

tante Ani. Aku perlahan-lahan menciumi leher tante Ani, dan oh my, wangi

betul leher tante Ani. Tante Ani memejamkan kedua matanya, dan tidak berhenti-hentinya

mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya,

memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti

mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa

yang harus aku lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidupku menghadapisuasana seperti ini.

Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Ani, dan kami kembali berciuman

mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku dan terkadang di dalam mulut tante Ani.

Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante

Ani, sedangkan tangan kananku meremas- remas payudara kiri tante Ani.

Tubuh tante Ani seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak

berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa

diberi komando, tante Ani tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking

‘horny’-nya, otak tante Ani memberikan instinct

bawah sadar kepadanya untuk segera melepas celana dalamnya.

Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Ani saat itu, namun tante Ani tiba-tiba menarik tangan

kananku untuk mendarat di kemaluannya.

“Alamak …”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan/ memek tante Ani mulus sekali. Ternyata semua

bulu jembut tante Ani dicukur abis olehnya. Dia menuntun jari tengahku untuk memainkan

daging mungil yang menonjol di memeknya.

Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging

mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Ani berotasi

searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Ani mulai basah dan licin.

“Bernasss … kamu yah … aaahhhh … kok berani ama tante?” tanya tante Ani terengah-engah.

“Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?” jawabku.

“Masa sihhh … tante lupa … aahhh

Bernasss … Bernasss … kamu kok nakal?” tanya tante Ani lagi.

“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas dengan tingkah tante Ani.

“Iyaaa … nakalin tante pleasee …” suara tante Ani mulai serak-serak basah.

Aku tetap memainkan itil tante Ani, dan ini membuatnya semakin menggeliat hebat. Tak lama

kemudian tante Ani menjerit kencang

seakaan-akan terjadi gempa bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat

mencakar bahuku. Untung saja tante Anibukan tipe wanita yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Ani tidak sakit buatku.

“Bernasss … tante datangggg uhhh oohhh …” erang tante Ani. Aku yang masih hijau waktu itu

kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu.

Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Ani lemas dan nafasnya

terengah-engah. Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja

menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante

Ani, tapi sedikit ragu, karena takut akan ditolak oleh tante Ani. Keragu- raguanku ini terbaca

oleh tante Ani. Dengan lembutnya tante Ani berkata,

“Bernas, kalo pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante habis. Tuh liat

kontol Bernas

dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas.”.

Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta traditional. Perlahan-lahan

kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante Ani, dan kucoba dorong penisku

perlahan-lahan. Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Ani. Selain

mungkin karena basahnya dinding-dinding memek tante Ani yang memuluskan jalan masuk

penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah masuk di dalam sana.

“Uhhh … ohhh … Bernasss … ahhh …” desah tante Ani.

Aku coba mengocok-kocok memek tante Ani dengan penisku dengan memaju-mundurkan

pinggulku. Tante Ani terlihat semakin ‘horny’,

dan mendesah tak karuan.

“Bernasss … Bernasss … aduhhh Bernasss … geliiii tante … uhhh … ohhhh …” desah tante

Ani. Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ani, tiba-tiba aku disadarkan oleh

permintaan tante Ani, sehingga aku berhenti sejenak.

“Bernasss … kamu dah mau keluar belum … ” tanya tante Ani.

“Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi …

” jawabku serius.

“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam.Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante

ngga punya stock pengaman sekarang. Jadi

jangan dikeluarin di dalam yah.” pinta tante Ani.

“Beres tante.” jawabku.

“Ok deh … sekarang jangan diam … goyangin lagi dong …” canda tante Ani genit.

Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami. Aku bisa

merasakan memek tante Ani semakin basah saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak

lendir putih di sekitar bulu jembutku. Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan

telingaku panas. Tante Ani pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar

panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Ani 20

menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari penisku

semakin mendekat saja.

“Bernasss … ampunnn Bernasss … kontolnyakok kayak besi aja … ngga ada lemasnya dari

tadi… tante geliii banget nihhh …” kata tante Ani.

“Tante … Bernasss dah sampai ujung nih …” kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.

Puting tante Ani semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun terlihat

mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah

tante Ani, dan bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan

lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku

tetap di atas tubuh tante Ani.

Aku percepat kocokan penisku di dalam memek tante Ani. Tante Ani sudah menjerit-jerit dan

meracau tak karuan saja.

“Bernasss … tante datangggg … uhhh …ahhhhhh …” jerit tante Ani sambil memeluk erat

tubuhku. Ini pertanda tante Ani telah ‘orgasme’.

Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akan menyembur keluar.

Aku masih ingat pesan tante Ani agar spermaku dil

epas keluar dari memek tante Ani.“Tante … Bernassss datangggg …” jeritku panik. Kutarik penisku dari dalam memek tante Ani,

dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante Ani. Saking kencangnya, semburan

spermaku sampai di dada dan leher tante Ani.

“Ahhh … ahhhh … ahhhh …” suara jeritan kepuasanku.

“Idihhh … kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak bangettt sih …” canda tante Ani. Aku hanya

tersenyum saja. Aku tidak sempat

mengomentari candaan tante Ani.

Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping tubuh tante

Ani. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-

langit apartment tante Ani. Aku baru saja menikmati yang namanya surga dunia.

Tante Ani kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum

rambutku tercium oleh hidungku.

“Bernas puas ngga?” tanya tante Ani.

“Bukan puas lagi tante … tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga” jawabku.

“Emang memek tante surga yah?” canda tante Ani.

“Boleh dikata demikian.” jawabku percaya diri.

“Kalo tante puas ngga?” tanyaku penasaran.

“Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang pasti memek tante sekarang ini masih

berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Bernas?” tanya tante Ani manja.

“Anuu … Bernas kasih si Bernas Junior … tuh tante liat jembut Bernas banyak bercak-bercak

lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir keluar tadi.” kataku.

“Idihhh … mana mungkin …” bela tante Ani sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.

“Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja.

Nanti kita main poker lagi. Mau kan?” pinta tante Ani.

“Sippp tante.” jawabku serentak girang.Malam itu aku nginap di rumah tante Ani. Keesokan harinya aku langsung pulang ke rumah.

Aku sempat minta jatah 1 kali lagi

dengan tante Ani, namum ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan

teman-temannya. Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ani tanpa sepengetahuan

orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Ani senang bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi

yang bervariasi pula selain apartementnya sendiri.

Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa

kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak diketahui oleh para

pegawai di sana). Tante Ani sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Ani seks

dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum lagi seks yang teratur

sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah

menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood tersohor bernama

Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet yang teratur.

Tante Ani paling suka ‘bermain’ tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil

sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama mencoba minum pil

kontrasepsi. Jadi di saat subur, aku diharuskan memakai kondom. Di saat setelah selesai masa

menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku

bisa sepuasnya berejakulasi di dalam memeknya. Apabila di saat subur dan aku/tante Ani lupa

menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan

berejakulasi di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).

Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat memiliki perasaan

cinta terhadap tante Ani. Maklum aku masih

tergolong remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Ani menolaknya dengan

halus karena apabila hubunganku dan tante Ani bertambah serius, banyak pihak luar yang akan

mencaci-maki atau mengutuk kami.

Tante Ani sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta padanya sampai aku

benar-benar ‘move on’ dari-nya. Aku lumayan patah

hati waktu itu (hampir 1.5 tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan

sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti ‘bermain’ dengan tante Ani.

Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante Ani. Kami kadang-kadang menyempatkan

diri untuk ‘bermain’ 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood

kami masing-masing. Tante Ani sampai sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku putus dengan pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan pacarku, tante Ani sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks. Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante Ani, namun tante Ani seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan mencari seorang pelarian.

Jadi tante Ani tidak pernah merasa bahwa dia adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman yang ingin membantu meringkankan beban perasaan temannya.

TAMAT

Sunday, April 24, 2022

TEMAN KOSTKU BINAL

Teman Kost Yang Binal

Walaupun bulan ini penuh dengan kesibukanku, aku termasuk orang yang sangat susah untuk dapat mengontrol keinginan seks atas wanita. Pengalaman ini kualami beberapa hari sebelum bulan-bulan sibukku yang lalu di tempat kost. Di tempat kost kami ber-5 dan hanya ada satusatunya cewek di kost ini, namanya Mayang. Aku heran ibu kost menerima anak perempuan di kost ini. Oh, rupanya Mayang bekerja di dekat kost sini.

Mayang cukup cantik dan kelihatan sudah matang dengan usianya yang relatif sangat muda, tingginya kira-kira 160 cm. Yang membuatku melayang layang adalah tubuhnya yang putih dan payudaranya yang cukup besar.Ahh, kapan aku bisa mendapatkannya, pikirku. Menikmati tubuhnya, menancapkan penisku ke vaginanya dan menikmati gelora kegadisannya.

Perlu pembaca ketahui, umurku sudah 35 tahun. Belum menikah tapi sudah punya pacar yang jauh di luar kota. Soal hubungan sex, aku baru pernah dua kali melakukannya dengan wanita. Pertama dengan Mbak Anik, teman sekantorku dan dengan Esther. Dengan pacarku, aku belum pernah melakukannya.

Kami ber-5 di kost ini kamarnya terpisah dari rumah induk ibu kost, sehingga aku dapat menikmati gerak-gerik Mayang dari kamarku yang hanya berjarak tidak sampai 10 meter. Yang gila dan memuncak adalah aku selalu melakukan masturbasi minimal 2 hari sekali. Aku paling suka melakukannya di tempat terbuka. Kadang sambil lari pagi, aku mencari tempat untuk melampiaskan imajinasi sex ku.

Sambil memanggil nama Mayang, crot crot crot.., muncratlah spermaku, enak dan lega walau masih punya mimpi dan keinginan menikmati tubuh Mayang. Aku juga suka melakukan masturbasi di rumah, di luar kamar di tengah malam atau pagi-pagi sekali sebelum semuanya bangun. Aku keluar kamar dan di bawah terang lampu neon atau terang bulan, kutelanjangi diriku dan mengocok penisku, menyebut-nyebut nama Mayang sebagai imajinasi senggamaku. Bahkan, aku pernah melakukan masturbasi di depan kamar Mayang, kumuntahkan spermaku menetesi pintu kamarnya. Lega rasanya setelah melakukan itu.

Mayang kuamati memang terlihat seperti agak binal. Suka pulang agak malam diantar cowok yang cukup altletis, sepertinya pacarnya. Bahkan beberapa kali kulihat suka pulang pagi-pagi, dan itu adalah pengamatanku sampai kejadian yang menimpaku beberapa hari sebelum bulan itu. Seperti biasanya, aku melakukan masturbasi di luar kamarku. Hari sudah larut hampir jam satu dini hari. Aku melepas kaos dan celana pendek, lalu celana dalamku. Aku telanjang dengan Tangan kiri memegang tiang dan tangan kanan mengocok penisku sambil kusebut nama Mayang. Tapi tiba-tiba aku terhenti mengocok penisku, karena memang Mayang entah tiba-tiba tengah malam itu baru pulang.Dia memandangiku dari kejauhan, melihat diriku telanjang atau tidak, dengan cepat-cepat

membuka kamarnya. Sepertinya kutangkap dia tidak grogi melihatku, tidak juga kutangkap

keterkejutannya melihatku. Aku yang terkejut.

Setelah dia masuk kamar, dengan cuek kulanjutkan masturbasiku dan tetap menyebut nama

Mayang. Yang kurasakan adalah seolah aku menikmati tubuhnya, bersenggama dengannya,

sementara aku tidak tahu apa yang dipikirkannya tentangku di kamarnya. Malam itu aku tidur

dengan membawa kekalutan dan keinginan yang lebih dalam.

Paginya, ketika aku bangun, sempat kusapa dia.

“Met pagi..” kataku sambil mataku mencoba menangkap arti lain di matanya. Kami hanya

bertatapan.

Ketika makan pagi sebelum berangkat kantor juga begitu.

“Kok semalam sampai larut sih..?” tanyaku.

“Kok tak juga diantar seperti biasanya..?” tanyaku lagi sebelum dia menjawab.

“Iya Mas, lembur, temenku sampai gerbang saja semalam.” jawabnya sambil tetap makan pagi.

“Semalam nggak terkejut ya melihatku..?” aku mencoba menyelidiki.

Wajahnya memerah dan tersenyum. Wahh.., serasa jantungku copot melihat dan menikmati

senyum Mayang pagi ini yang berbeda. Aku rasanya dapat tanda-tanda nih, sombongnya

hatiku.

Rumah kost kami memang tertutup oleh pagar tinggi tetangga sekeliling. Kamarku berada di

pojok dekat gudang, lalu di samping gudang ada halaman kecil kira-kira 30 meter persegi,

tempat terb

uka dan tempat untuk menjemur pakaian.

Tanah ibu kostku in cukup luas, kira-kira hampir 50 X 100 m. Ada banyak pohon di samping

rumah, di samping belakang juga. Di depan kamarku ada pohon mangga besar yang cukup

rindang.

Rasanya nasib baik berpihak padaku. Sejak saat itu, kalau aku berpapasan dengan Mayang

atau berbicara, aku dapat menangkap gejolak nafsu di dadanya juga. Kami makin akrab. Ketika

kami berbelanja kebutuhan Puasa di supermarket, kukatakan terus terang saja kalau aku

sangat menginginkannya. Mayang diam saja dan memerah lagi, dapat kulihat walau tertunduk.

Aku mengajaknya menikmati malam Minggu tengah malam kalau dia mau. Aku akan menunggu

di halaman dekat kamarku, kebetulan semua teman-teman kostku pulang kampung. Yang satu

ke Solo, istrinya di sana, tiap Sabtu pasti pulang. Yang satunya pulang ke Temanggung,

persiapan Puasa di rumah.Aku harus siapkan semuanya. Kusiapkan tempat tidurku dengan sprei baru dan sarung bantal

baru. Aku mulai menata halaman samping, tapi tidak begitu ketahuan. Ahh, aku ingin menikmati

tubuh Mayang di halaman, di meja, di rumput dan di kamarku ini. Betapa menggairahkan,

seolah aku sudah mendapat jawaban pasti.

Sabtu malam, malam semakin larut. Aku tidur seperti biasanya. Juga semua keluarga ibu kost.

Aku memang sudah nekat kalau seandainya ketahuan. Aku sudah tutupi dengan beberapa

pakaian yang sengaja kucuci Sabtu sore dan kuletakkan di depan kamarku sebagai penghalang

pandangan. Tidak lupa, aku sudah menelan beberapa obat kuat/perangsang seperti yang

diiklankan.

Tengah malam hampir jam setengah satu aku keluar. Tidak kulihat Mayang mau menanggapi.

Kamarnya tetap saja gelap. Seperti biasa, aku mulai melepasi bajuku sampai telanjang, tangan

kiriku memegangi tiang jemuran dan tangan kananku mengocok penisku. Sambil kusebut nama

Mayang, kupejamkan mataku, kubayangkan sedang menikmati tubuh Mayang. Sungguh mujur

aku waktu itu. Di tengah imajinasiku, dengan tidak kuketahui kedatangannya, Mayang telah ada

di belakangku.

Tanpa malu dan sungkan dipeluknya aku, sementara tanganku masih terus mengocok penisku.

Diciuminya punggungku, sesekali digigitnya, lalu tangannya meraih penisku yang menegang

kuat.

“Mayang.. Mayang.. achh.. achh.. nikmatnya..!” desahku menikmati sensasi di sekujur penisku

dan tubuhku yang terangkat tergelincang karena kocokan tangan Mayang.

“Uhh.. achh.. Mayang, Mayang.. ohhh.. aku mau keluar.. ohh..” desahku lagi sambil tetap

berdiri.

Kemudian kulihat Mayang bergerak ke depanku dan berlutut, lalu dimasukkannya penisku ke

mulutnya.

“Oohhh Mayang… Uhh Mayang..Nikmat sekali..!” desahku ketika mulutnya mengulumi penisku.

Akhirnya aku tidak dapat menahannya lagi, crott.. crot.. crot.., spemaku memenuhi mulut

Mayang, membasahi penisku dan ditelannya. Ahh anak ini sudah punya pengalaman rupanya,

pikirku.

Lalu Mayang berdiri dengan mulut yang masih menyisakan spermaku, aku memeluknya dan

menciuminya. Ahh.., kesampaian benar cita-citaku menikmati tubuhnya yang putih, lembut,

sintal dan buah dadanya yang menantang.Kulumati bibirnya, kusapu wajahnya dengan mulutku. Kulihat dia memakai daster yang cukup

tipis. BH dan celana dalamnya kelihatan menerawang jelas. Sambil terus kuciumi Mayang,

tanganku berkeliaran merayapi punggung, dada dan pantatnya. Ahh.. aku ingin menyetubuhi

dari belakang karena sepertinya pantatnya sangat bagus. Aku segera melepaskan tali telami

dasternya di atas pundak, kubiarkan jatuh di rumput.

Ahh.., betapa manis pemandangan yang kulihat. Tubuh sintal Mayang yang hanya dibalut

dengan BH dan celana dalam. Wahhh.., membuat penisku mengeras lagi. Kulumati lagi

bibirnya, aku menelusuri lehernya.

“Ehh.., ehhh..!” desis Mayang menikmati cumbuanku.

“Ehh.., ehhh..!” sesekali dengan nada agak tinggi ketika tanganku menggapai daerah-daerah

sensitifnya.

Kemudian kepalanya mendongak dan buah dadanya kuciumi dari atas. O my God, betapa

masih padat dan montok buah dada anak ini. Aku mau menikmatinya dan membuatnya

mendesis-desis malam ini. Tanganku yang nakal segera saja melepas kancing BH-nya,

kubuang melewati jendela kamarku, entah jatuh di mana, m

un

gkin di meja atau di mana, aku tidak tahu. Uhhh.., aku segera memandangi buah dada yang

indah dan montok ini. Wah luar biasa, kuputari kedua bukitnya. Aku tetap berdiri. bergantian

kukulumi puting susunya. Ahh.., menggairahkan.

Terkadang dia mendesis, terlebih kalau tangan kananku atau kiriku juga bermain di putingnya,

sementara mulutku menguluminya juga. Tubuhnya melonjak-lonjak, sehingga pelukan tangan

kanan atau kiriku seolah mau lepas. Mayang menegang, menggelinjang-gelinjang dalam

pelukanku. Lalu aku kembali ke atas, kutelusuri lehernya dan mulutku berdiam di sana.

Tanganku sekarang meraih celana dalamnya, kutarik ke bawah dan kubantu melepas dari

kakinya. Jadilah kami berdua telanjang bulat.

Kutangkap kedua tangan Mayang dan kuajak menjauh sepanjang tangan, kami berpandangan

penuh nafsu di awal bulan ini. Kami sama-sama melihat dan menjelajahi dengan mata tubuh

kami masing-masing dan kami sudah saling lupa jarak usia di antara kami. Penisku menempel

lagi di tubuhnya, enak rasanya. Aku memutar tubuhnya, kusandarkan di dadaku dan tangannya

memeluk leherku.

Kemudian kuremasi buah dadanya dengan tangan kiriku, tangan kananku menjangkau

vaginanya. Kulihat taman kecil dengan rumput hitam cukup lebat di sana, lalu kuraba, kucoba

sibakkan sedikit selakangannya. Mayang tergelincang dan menggeliat-geliat ketika tangankuberhasil menjangkau klitorisnya. Seolah dia berputar pada leherku, mulutnya kubiarkan menganga menikmati sentuhan di klitorisnya sampai terasa semakin basah.

Kubimbing Mayang mendekati meja kecil yang kusiapkan di samping gudang. Kusuruh dia membungkuk. Dari belakang, kuremasi kedua buah dadanya. Kulepas dan kuciumi punggungnya hingga turun ke pantatnya. Selangkangannya semakin membuka saja seiring rabaanku. Setelah itu aku turun ke bawah selakangannya, dan dengan penuh nafsu kujilati vaginanya.

Mulutku menjangkau lagi daerah sensitif di vaginanya sampai hampir-hampir kepalaku terjepit. “Oohh.., ehh.., aku nggak tahan lagi.., masukkan..!” pintanya.

Aku akhirnya dapat memasukkan penisku dari belakang. Kumasukkan penisku sampai terisi penuh liang senggamanya. Saat penetrasi pertama aku terdiam sebelum kemudian kugenjot dan menikmati sensasi orgasme. Aku tidak perduli apakah ada yang mendengarkan desahan kami berdua di halaman belakang. Aku hanya terus menyodok dan menggenjot sampai kami berdua terpuaskan dalam gairah kami masing-masing.

Aku berhasil memuntahkan spermaku ke vaginanya, sementara aku mendapatkan sensasi jepitan vagina yang hebat ketika datang orgasmenya. Aku dibuatnya puas dengan kenyataan imajinasiku malam Minggu itu. Sabtu malam atau minggu dini hari yang benar-benar hebat. Aku bersenggama dengan Mayang dalam bebrapa posisi. Terakhir, sebelum posisi konvensioal, aku melakukan lagi posisi 69 di tempat tidur.

Ahh Mayang, dia berada dalam pelukanku sampai Minggu pagi jam 8 dan masih tertidur di kamarku. Aku bangun duluan dan agak sedikit kesiangan. Ketika melihat ke luar kamar, ohh tidak ada apa-apa. Kulihat kedua cucu ibu kostku sedang bermain di halaman. Mereka tidak mengetahui di tempat mereka bermain itu telah menjadi bagian sejarah seks hidupku dan Mayang.

TAMAT