Tuesday, April 26, 2022

Di GB di Sekolah

 DI GANGBANG DI SEKOLAH

Namaku Sheila, Cerita ini terjadi saat usiaku masih 17 tahun. Waktu itu, aku duduk di kelas 2 SMA swasta yang amat terkenal di Surabaya. Aku seorang Chinese, tinggi 157 cm, berat 45 kg, rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan tubuhku sangat ideal. Namun karena inilah aku mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember. Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke 17 ini, dimana aku akhirnya mendapatkan SIM karena sudah cukup umur, maka aku ke sekolah dengan mengendarai mobilku sendiri, mobil Ahmadah ultahku. Sepulang sekolah, jam menunjukkan waktu 18:30 (aku sekolah siang, jadi pulangnya begitu malam), aku merasa perutku sakit, jadi aku ke WC dulu. Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan sopir yang menungguku. Tapi yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus bolak balik ke wc sampai 5 kali, mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk mampir ke UKS sebentar dan mencari minyak putih. Sebuah keputusan fatal yang harus kubayar dengan kesucianku.

Aku masuk ke ruang UKS, menyalakan lampunya dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu mencari cari minyak putih di kotak obat. Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit perutku. Aku amat terkejut ketika tiba tiba tukang sapu di sekolahku yang bernama Ahmad membuka pintu ruang UKS ini. Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat dia menyeringai, tanpa menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah yang terbuka dan memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini. dan belum sempat aku sadar apa yang harus aku lakukan, ia sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang dengan tangan kanannya, dan membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya. Aku meronta ronta, dan berusaha menjerit, tapi yang terdengar cuma “eeemph… eeemph…”. Dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku dengan tangan kiriku yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Ahmad ini? Aku sungguh merasa tak berdaya.

“Halo non Sheila… kok masih ada di sekolah malam malam begini?” tanya Ahmad dengan menjemukan. Mataku terbelalak ketika masuk lagi tukang sapu yang lain yang bernama bernama Asep. “Budiii”, ia melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku. Aku sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari cengkeraman Ahmad, tapi ternyata Asep yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mulai meremasi payudaraku. “Wah baru kali ini ada kesempatan pegang susu amoy.. ini non Sheila yang sering kamu bilang itu kan Had?” tanya Asep pada Ahmad, yang menjawab “iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” tanya Ahmad. Sambil tertawa Asep meremas payudaraku makin keras. Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta berusaha melepaskan diri sambil berharap semoga Budiii yang sering kuberi tips untuk mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah,tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini. Tapi aku langsung sadar

aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Budiii tadi itu kan Asep. Jadi sungguh bodoh bila

aku berharap banyak pada Budiii yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang

mencuri pandang padaku. Ataukah… ?

Beberapa saat kemudian Budiii datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Budiii

menyeringai dan berkata, “Dengar! Kalian jangan gegabah.. non Sheila ini kita ikat dulu di

ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong, dan itu saatnya

kita berpesta kawan kawan!”. Maka lemaslah tubuhku setelah dugaanku terbukti, dan dengan

mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan kakiku diikat

erat pada sudut sudut ranjang itu, dan dua kancing bajuku yang belum lepas dilepaskan oleh

Ahmad, hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi

payudaraku. Aku mulai putus asa dan memohon “Pak Budiii.. tolong jangan begini pak..”.

Ratapanku ini dibalas ciuman Budiii pada bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh nafsu,

sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku supaya aku tak bisa

berteriak minta tolong. “Non Sheila, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga

dunia kok”, kata Budiii sambil tersenyum memuakkan. Kemudian Budiii memerintahkan mereka

semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di

ruang UKS sialan ini. Budiii kembali ke posnya, Ahmad dan Asep meneruskan pekerjaannya

menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu. Dan aku kini hanya bisa pasrah

menunggu nasib.

Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari berbagai macam

cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti mereka pasti akan memperkosaku ramai ramai.

Sakit perutku sudah hilang berkat khasiat minyak putih tadi. Detik demi detik berlalu begitu

cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul

20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Ahmad masuk, diikuti Asep, Budiii, dan

celakanya ternyata mereka mengajak 2 satpam yang lain, Urip dan Soleh. “Hai amoy cantik..

sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Ahmad. Dengan mulut yang tersumpal

sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan

air mata yang mengalir deras aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku

tahu pasti hal ini tak ada gunanya. Mereka hanya tertawa dan dengan santai melepaskan baju

seragam sekolahku, hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya

pink. Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku, tanpa aku

bisa melawan sama sekali. Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam

legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus, membuatku sedikit banyak merasa jijik

juga ketika memikirkan tubuhku dikerubuti mereka, untuk kemudian digangbang tanpa ampun..

Aku terus meronta, tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Budiii menyentuh

selangkanganku, menekan nekan klitorisku yang masih terbungkus celana dalam. Aku tak tau

sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas

remas dengan brutal oleh Ahmad dan Asep, membuat tubuhku panas dingin tak karuan. Selagiaku masih kebingungan merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku,

melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Ya ampun.. aku semakin

gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku. Dikerubuti dan

dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus, aku merasakan gejolak luar biasa melanda

tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan, berkelojotan dan mengejang hebat, berulang kali aku

terlonjak lonjak, ada beberapa saat lamanya tubuhku tersentak sentak, kakiku melejang lejang,

rasanya seluruh tubuhku bergetar. “oh.. oh… augh.. ngggg.. aaaaaaagh…” aku mengerang dan

menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras. Lalu aku merasa kelelahan dan lemas

sekali, dan mereka menertawakanku yang sedang dilanda orgasme hebat. “Enak ya non?

Hahaha… nanti Non pasti minta tambah”. Aku tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu

suara Asep, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku

itu.

Kemudian Budiii berkata padaku, “Non Sheila, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika nona tidak

macam macam, kami akan melepaskan nona setelah kami puas. Tapi jika nona macam

macam, nona akan kami bawa ke rumah kosong di sebelah mess kami. Dan nona tahu kan apa

akibatnya? Di situ nona tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess

kami. Mengerti ya non?”. Mendengar hal itu, aku hanya bisa mengangguk pasrah, dan berharap

aku cukup kuat untuk melalui ini semu. “Iya pak. Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan

menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan

lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar. Tolong jangan keluarkan di dalam ya?”

pintaku sungguh sungguh, dan merasa ngeri jika aku harus dibawa ke mess mereka. Aku tahu

penghuni mess itu ada sekitar 60 orang, yang merupakan gabungan satpam, tukang sapu dan

tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang

masih sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku lebih menderita digangbang oleh 60

orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini. Dan aku benar benar

berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik

tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya… menindik puting susu

korbannya. Aku benar benar takut.

“Hahaha, non Sheila, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan

tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy, dan selalu memimpikan

memperawani non Sheila yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA. Minggu lalu, ketika non

ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas, bahkan memberi kami makanan, kami sepakat

untuk mengAhmadahi non kenikmatan surga dunia. Tenang saja non. Kami memang

menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan

kalo tentang itu tenang non, kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua

botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya

campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Non Sheila tadi sakit perut kan? Hahaha…”

jelas Budiii sambil tertawa, tertawa yang memuakkan. Jadi ini semua sudah direncanakannya!

Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa

memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Aku

akan digangbang mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimkusepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh

mereka. Membayangkan hal ini, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik

tak terkendali.

Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah

ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat penis penis

itu begitu besar. Budiii mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain

melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Budiii menarik lepas celana

dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yang putih mulus terpampang di depan

mereka yang terlihat semakin bernafsu. “Indah sekali non Sheila, mem*knya non. Rambutnya

jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Budiii. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat

jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Budiii, yang ternyata paling besar di antara

mereka semua, dengan diameter sekitar 6 cm dan panjang yang sekitar 25 cm. Aku menatap

sayu pada Budiii. “Pak, pelan pelan pak ya..” aku mencoba mengingatkan Budiii, yang hanya

menganguk sambil tersenyum. Kini kepala penis Budiii sudah dalam posisi siap tempur, dan

Budiii menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku. Aku semakin terangsang, dan mereka

tanpa memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat, mungkin karena

sudah yakin aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan

diri, mulai mengerubutiku kembali.

Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Ahmad dan Asep, sementara Urip dan Soleh

bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku

orgasme yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang,

bahkan kali ini cairan cintaku muncrat menyembur membasahi penis Budiii yang memang

sedang berada persis di depan mulut vaginaku. “Eh.. non Sheila ini.. belum apa apa sudah

keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non

rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, mem*k non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih

gampang ditembus ya”, ejeknya sambil mulai melesakkan penisnya ke vaginaku. “Aduh.. sakit

pak” erangku, dan Budiii berkata “Tenang non, nanti juga enak”. Kemudian ia menarik penisnya

sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat

melanda vaginaku yang sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Budiii

kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan penuh kesabaran, Budiii

terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.

Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar

biasa. Dan Budiii terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi,

sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi

penis Budiii ke dalam vaginaku. Ahmad dan Asep mulai menyusu pada kedua puting

payudaraku yang sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak tadi. Tak lama

kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali, rupanya akhirnya selaput daraku

robek. “Ooooooh… aaaauuuugggh… hngggkk aaaaaaagh… “Aku menjerit kesakitan, seluruh

tubuhku mengejang, dan air mataku mengalir, dan kembali aku merasakan keringatku

mengucur deras. Aku ingin meronta, tapi rasa sesak di vaginaku membatalkan niatku. Aku

hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris taktertahankan ini. “Aduh.. sakit pak Budiii.. ampun”, erangku, namun Budiii hanya tertawa tawa

puas karena berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak, “terus.. terus..”. Aku

menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah

tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan

lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itu tak semakin terasa sakit. Namun lumatan

penuh nafsu pada bibirku oleh Urip ditambah belaian pada rambutku serta dua orang tukang

sapu yang menyusu seperti anak kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang sempat

padam kembali menyala.

Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Budiii terus memperdalam

tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Budiii memang

pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih

kurasakan adalah nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu begitu sesaknya walaupun

baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu menambah sensasi

yang luar biasa. Sementara itu Budiii mulai meracau, “Oh sempitnya non. Enaknya.. ah.. “

sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok

bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani

menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. Mulutku ternganga, kedua

tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara

kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan

penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.

Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Budiii memulai

pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Budiii. Dan

erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke

dalam mulutku yang sedang ternganga ini. Aku gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas,

jangan digigit ya!” Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini,

tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang juga, tapi

diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya Budiii. Tapi mulutku terasa penuh,

dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai

berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun

berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejruang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini,

Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya. “Non, ayo dikocok!”,

perintahnya. Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan

aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku,

aku sadar penis itu panjang. Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu

terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan

aktivitasnya, tentu saja penis Budiii masih tetap bersemayam dalam vaginaku.

Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada

Sheila?”. Aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan sedikit

berteriak “Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”. Pak Edy seolah tak

mendengarku, dan berkata pada Budiii, “Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untungsaya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon gak ketemu juga tidak

apa apa… hahaha…”. Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara

gangbang ini, dengan kesal melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku

pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau

bisa aku juga ingin semua ini berakhir. Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka,

semuanya tertawa lega, dan sambil mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku,

Budiii berkata, “Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Sheila masih

nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal mem*knya, ngantri yo pak.

Abisnya, salome sih”. Pak Edy tertawa. “Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang

malam juga wajar kan?” katanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata

(untungnya) penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.

Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang

ke tiga kalinya. “aaaaagh.. paaak… sayaaa… keluaaaar….”, erangku yang tanpa sadar mulai

menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang

menganggur. Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada

berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak keluar karena vaginaku yang masih

sangat sempit ini seolah dibuntu oleh penis Budiii yang berukuran raksasa. Dalam kelelahan ini,

aku harus melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Budiii membuat

gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi aku tak tahu, kapan Budiii

akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15 menit berlalu, dan ia masih memompaku dengan

garangnya. Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku

mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku bingung

memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai senin besok dan

seterusnya saat dia mengajar.

Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke

kerongkonganku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu.. Kini aku sudah

mulai terbiasa, bahkan sejujurnya mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si

Urip ini. Kepasrahanku ini membuat mereka semua semakin bernafsu. Tiba tiba Budiii

menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam

posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku

masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan payudaraku

menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku. “Eh, daripada

satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?”

tanya Budiii pada yang lain, yang segera menyetujui sambil tertawa. “Akuuur… “, seru mereka,

dan Urip segera ke belakangku, kemudian meludahi anusku. “Oh Tuhan… aku akan

disandwich.. bagaimana ini..”, kataku dalam hati. “Jangaaaan…. Jangan di situuu…!!” teriakku

ketakutan. Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan

mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan,

memuji ide Budiii. “aaaaaagh…” erangku ketika penis Urip mulai melesak ke liang anusku.

Mataku terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku dibantai ramai

ramai, tubuhku terutama pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa.Ludah Urip yang bercampur dengan air liurku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak

membantu sama sekali. Rasa pedih yang menjadi jadi mendera anusku, dan aku kembali

mengerang panjang. “aaaaaaaaaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya

ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam anusku. Selagi aku mengerang dan mulutku

ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku,

hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang

menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup

panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku. Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi.

Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa anusku. Setiap

ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku,

sementara penis Budiii sedikit tertarik keluar, tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya,

penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku, tapi akibatnya tubuhku yang turun

membuat penis Budiii kembali menancap dalam dalam di vaginaku, ditambah lagi Budiii sedikit

menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku. Sedikit

sakit memang, tapi perlahan rasa sakit pada anusku sudah berkurang banyak, dan ketika rasa

sakit itu reda, aku sudah melayang dalam kenikmatan. Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku

sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak

bisa bergerak banyak karena semuanya seolah olah terkunci. Dalam keadaan orgasme,

mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda

bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme!

Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang

ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 3 menit. namun

semua cairan cintaku yang aku yakin sudah bercampur darah perawanku tak bisa mengalir

keluar, terhambat oleh penis Budiii. Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Budiii

bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku

dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal. Kenikmatan yang aku alami sekarang ini

benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang

pernah bermasturbasi, namun yang ini benar benar membuatku melayang. Mereka terus

menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu

mengeluarkan suara selama penis Soleh mengorek ngorek tenggorokanku. Entah sudah

berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya, “hegh.. hu… huoooooooh..”, Budiii

melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang

dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.

Akhirnya Budiii orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus

melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan

deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan

cintaku dan sperma Budiii.

“Oh.. enake rek, mem*k amoy seng sek perawan…” kata Budiii, yang tampak amat puas.

Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut

penisnya dari anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku

yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Budiii yang masih belum jugamelepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku. Kini aku mulai sadar dari gairah

nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak

ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan

gilanya, aku menginginkan diriku digangbang lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut

dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan. Mereka benar benar menepati janji untuk

tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar ataupun menjambak rambutku. Bahkan

Budiii memelukku dan membelai rambutku dengan mesra dan penuh kasih saying, setidaknya

menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya.

Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati

tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani

mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati. “Hah? Apa yang baru

saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu?” pikirku dalam hati.

Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan yang seperti

itu ketika aku bermasturbasi. Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku

pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali

kali.

Lamunanku terputus saat Budiii mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil

terlepas dari vaginaku. “Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di bawahku yang

sedikit mengkangkang. Aku hanya menurut saja dan mengarahkan vaginaku ke penisnya yang

tegak mengacung. Aku memegang dan membimbing penis itu untuk menembus vaginaku yang

sudah tidak perawan lagi ini. “Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke

dalam vaginaku. Lebih mudah dari punya Budiii tadi, karena diameter penis si Soleh memang

lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya membuat aku sedikit banyak kelabakan. “Ooh..

aduuuuh… “, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas

sepenuhnya dalam vaginaku. Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Budiii yang

kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk

bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih

Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh

ini pasti tinggi sekali. Dan rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan anal seks

denganku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan

kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, anusku

kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku kembali

terasa sesak. Walaupun memang tidak sesesak tadi, namun cukup untuk membuatku merintih

mengerang antara pedih dan nikmat.

Kini Ahmad dan Asep ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan

kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku

mulai mengocok dua buah penis itu, wali kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di

depanku, memintaku mengoral penisnya. “Dioral sekalian El, daripada nganggur nih”, katanya

dengan senyum yang memuakkan. Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat

atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati,

membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku. Jadi kini akudigempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi

Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat

membawaku orgasme lagi. “eeeeeemmmmph….”, erangku keenakan. Tubuhku mengejang,

dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang juga

merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun

spermanya muncrat membasahi kerongkonganku. Baru kali ini aku merasakan sperma dalam

mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film

bokep, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum,

kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu.

Soleh mengejek pak Edy, “Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non

Sheila? Bagaimana nanti sama mem*knya? Seret banget lho pak”, kata Soleh, yang disambung

tawa yang lain. Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di

sebelah si Budiii. Aku tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi

sedikit lebih ringan. Ahmad yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke

depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan,

dan kocokan tangan kananku pada penis Asep kupercepat, mengimbangi cepatnya sodokan

demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku. Urip

tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang “oooooooouuuuggghh…. “, seiring

berkedutnya penisnya dalam anusku, dan menyemprotkan maninya berulang ulang. Terasa

hangat sekali anusku di bagian terdalam. Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah

aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Asep menggantikan

Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Asep, aku

tahu penis Asep tidak panjang, tapi… diameternya itu.. rasanya seimbang dengan punya si

Budiii. Oh celaka… penis itu akan segera menghajar anusku. “ooooh… oooooogh… sakiiiit…”,

erangku ketika Asep memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk. Namun seperti yang tadi

tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar

biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh

yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya,

sementara Ahmad menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke

kerongkonganku. Di sini aku juga sadar, ternyata penis si Ahmad ini setipe dengan punya Urip

atau Soleh.

Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme

bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Ahmad

berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga

mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk

dalam kerongkonganku. Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Asep

menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam

anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh

kenikmatan. “Oooooooohh… aaaaaaargh”, seolah tak mau kalah, aku juga mengerang panjang.

Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga

mengalami orgasme hebat. Ahmad jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntasseperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku

memeluk dan lembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan

nafas. Asep yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk

bersandar di dinding. Kini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang, dan kami bergumul

dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan

penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan

penis Soleh yang panjang. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin

penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.

Pergumulan kami yang panas, menyebabkan Budiii terbakar birahi. Tenaganya yang sudah

pulih seolah ditandai dengan mengacungnya penisnya, yang tadi sudah berejakulasi. Namun ia

dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis

Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh

pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk

menggenjotku. Budiii segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan

bernafas, dengan penuh nafsu Budiii segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke

dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku. Budiii yang sudah

terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar

getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini. Gilanya,

aku mulai berani mencoba lebih merangsang Budiii dengan pura pura ingin menahan sodokan

penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia

mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya, membuatku tak berdaya.

Dan sodokan dem sodokan yang menghajar vaginaku terasa semakin keras. Aku menatap

Budiii dengan pandangan sayu memelas untuk lebih merangsangnya lagi, dan berhasil. Dengan

nafas memburu, Budiii melumat bibirku sambil terus memompa vaginaku. Kini aku yang

gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya

melepaskannya karena seluruh gerakan tubuhku terkunci, hingga akhirnya Budiii menggeram

nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.

Budiii melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah

terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku

dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang sudah ereksi kembali. Kali ini, ia

terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah

ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai

menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur

cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya. Aku

sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3

menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia

menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku. Yang lain kembali tertawa, sedangkan

aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini, memandang yang lain, terutama Ahmad yang

belum sempat merasakan selangkanganku. Ahmad yang seolah mengerti, segera mendekatiku.

Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun

cukup terangsang juga. Tak lama kemudian, Ahmad sudah siap dengan kepala penis yangmenempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal

ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Ahmad cukup terburu buru dalam

proses penetrasi ini. Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy

yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku

menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.

Ahmad mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku

bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang

mencari kenikmatan. Selagi aku dan Ahmad sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku

melihat yang lain yaitu Asep dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka

yang tadi sempat terbenam dalam anusku. Sambil keluar Urip berkata, “nanti kasihan non

Sheila, kalo memknya yang bersih jadi kotor kalo kontlku tidak aku cuci”. “iya, juga, kan

kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut ****** yang kotor seperti ini”, sambung Asep.

Oh.. ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan

tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Ahmad dengan sepenuh hati, setiap tusukan

penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam.

Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku orgasme disusul Ahmad yang menembakkan

spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Asep dan Urip. Namun

mereka berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Ahmad kembali terduduk lemas di

bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku

kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan. Mereka berdua menyusu pada

payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah

menunjukkan pukul 21:00 malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua.

Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Asep untuk minum. Keringat

yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus. “Sebentar bapak bapak, saya mau minum

dulu ya”, kataku. Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang

tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku

ke horor di ruang UKS ini. “Pak Budiii. Itu air sudah bapak campurin obat cuci perut kan?

Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku

sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas

sekolahku. Tapi Budiii berkata, “Gak usah non. Saya belikan saja”. Budiii pergi ke wc sebentar

untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana

panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku. Sambil menunggu, yang lain

menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah

dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua. Tak lama kemudian, Budiii

kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah terbuka. Aku menatapnya

curiga, dan bertanya dengan ketus. “Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi?

Nanti kan saya mulas mulas lagi?”. Budiii dengan tersenyum menjawab, “nggak non. Masa lagi

enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Sheila gak terlalu

capek. Buat tambah tenaga non”. Yah.. pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya

meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku

mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah.Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Asep. Tiba tiba

aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di

sekujur tubuhku. Padahal mereka belum menyentuhku. Aku langsung mengerti, ini pasti ada

obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman tadi. Sialan deh, aku kini semakin

terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Asep bergantian memompa vagina dan

mulutku. Awalnya Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Asep memintaku

mengoral penisnya. Karena obat perangsang itu, sebentar sebentar aku mengalami orgasme,

dan tiap aku orgasme mereka bertukar posisi. Rasa sperma dari banyak orang, bercampur

cairan cintaku kurasakan ketika mengoral penis mereka, dan membuatku semakin bergairah.

Mereka akhirnya berorgasme bersamaan, Asep di vaginaku dan Urip di tenggorokanku.

Sedangkan aku sendiri sampai pada titik dimana aku kembali mengalami multi orgasme. Ada 3

sampai 4 menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku

melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah semakin basah dan awut

awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih

terbakar nafsu birahi, tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa

memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian

mereka terus menikmati tubuhku. Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi

yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku.

Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul 21:45. Mereka

membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri lalu melap tubuhku

yang basah kuyup oleh keringat dengan handuk dan membersihkan selangkangan dan pahaku

yang belepotan sperma. Dan dengan nakal Budiii melesakkan roti hot dog ke dalam vaginaku.

Aku mendesah dan memandangnya penuh tanda tanya, tapi Budiii hanya cengengesan sambil

memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup

ketat. Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan,

dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di belakang

punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang

duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku. Kemudian aku

menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah..

ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu

sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka

sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku

lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah.

“Non Sheila, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih

menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata Budiii. Aku tak terlalu terkejut

mendengar hal ini, tapi aku berpura pura tidak mengerti dan bertanya, “maksud bapak?”. “Non

tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, minggu depan

hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3. Dua hari sebelum hari Natal. Tanggal 24 kan

libur, kami ingin non Sheila datang ke sini jam 7 malam untuk melayani kami lagi. Seperti hari

ini, non cukup melayani kami 2 jam saja. Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nantitanggal 24 itu. Non harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” jelas Budiii panjang lebar. Pak Edy mengiyakan dan berkata, “benar Sheila. Saya bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu”. Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan.. di malam Natal minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam laki laki yang ada di sekitarku ini… Dan aku tak bisa menolak sama sekali.. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang. Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke mobilku, selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan disetubuhi ramai ramai, roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa berjalan dengan normal dan lancar. Untungnya tak ada yang melihatku dan menghadangku, akhirnya aku sampai ke dalam mobil, dan menyetir sampai ke rumah dengan selamat.

Sampai di rumah, sekitar pukul 22:30, aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku. Roti ini benar benar mengganggu sejak aku menyetir tadi. Rasa nikmat terus mendera vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling, roti ini rasanya tertanam makin dalam. Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku agak lebar. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, kamarku memang ada di lantai 2. Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang sudah sedikit hancur terkena campuran sperma dan cairan cintaku. Aku menyemprotkan air shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat membersihkan semuanya. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat. Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi menggangbang aku.

TAMAT

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home