Tuesday, June 28, 2022

KISAH DINDA Bagian 7

 Remasan Kak Chandra

Kecanggungan kembali terjadi. Aku tidak dapat menutupi rasa malu ku setelah mengetahui ada yang salah dengan bajuku. Di depanku, Kak Chandra berdiri menanti sebuah jawaban dariku. Sedangkan aku sendiri hanya dapat menundukkan kepala, tanpa berani menunjukkan wajahku kepadanya. Tatapan kosong mataku hanya tertuju pada kedua tanganku yang sedang memainkan kancing bajuku yang tidak masuk ke lubang yang seharusnya, sembari menutupi

celah yang dihasilkannya. "Hmmm... anu.." aku hanya dapat menggumam karena belum mendapatkan alasan yang tepat. Apa yang harus kukatakan ke Kak Chandra? CEKREEKK... Suara dari pintu rumahku tiba-tiba memecah kesunyian, dan sesaat kemudian mamaku keluar

dari pintu tersebut. "Lho Dinda kok baru pulang...?" tanya mamaku. "Maaf mah..."

jawabku sambil tidak berani memalingkan tubuhku yang saat ini

membelakanginya. "Lho ini siapa?" tanya mamaku lagi. "Saya Chandra tante..." kata kak Chandra yang langsung mendekati mamaku dan

menyalaminya. "Kak Chandra ini pacarnya Kak Naya mah..." sahutku sebelum mamaku berpikir macam-macam

soal Kak Chandra. "Oohhh.... barusan yang nganter Dinda pulang?" kata mamaku. "Iya tante... harusnya sih Naya yang nganterin, tapi karena Naya lagi ada kuliah, jadi saya yang dimintai tolong buat nganter Dinda...." jelas Kak Chandra. "Oh gitu... duh maafin Dinda ya... jadi ngerepotin...." jawab mamaku. "Oh, gak papa kok tante... tadi kebetulan saya juga lagi deket sekolahnya Dinda, dan kebetulan satu arah juga sama rumah saya..." "Oh... yaudah masuk dulu yuk..." ajak mamaku. "Makasih tante... saya langsung pulang aja... takut keburu hujan....." jawab Kak Chandra yang langsung menuju motornya. "Yaudah... hati-hati ya..." "Mari tante.... dinda..." pamit kak Chandra. Aku hanya dapat membalasnya dengan senyum sambil melihatnya pergi dari halaman rumah kami. "Kamu laper sayang? tuh mamah udah masakin kesukaan kamu..." tanya mamaku. "Iya mah... tapi Dinda mau pipis dulu... udah kebelet...." jawabku mencari alasan agar dapat segera pergi ke kamarku sebelum mamaku tahu ada yang aneh dengan bajuku. "Hati-hati... gausah lari gitu...." tegur mamaku melihatku yang berlari menuju tangga ke lantai 2. Pada saat aku hampir sampai di ujung tangga, aku terjatuh sehingga membuat lututku terbentur anak tangga. Seketika aku meringis kesakitan karenanya, sebelum aku menyadari aku terjatuh karena ternyata kakiku tersangkut oleh rokku sendiri karena melorot!Pasti karena rokku tidak terkancing sempurna, membuat kancing tersebut terlepas dan

membuat rokku melorot hingga ke paha. Aku seperti mati rasa karena menyadari aku tidak

memakai apa-apa lagi dibalik rokku, sehingga posisi jatuhku ini membuat pantatku terlihat dari

belakang terutama dari bawah tangga. Tidak hanya memperlihatkan kedua bongkahan

pantatku, posisi seperti ini juga mempertontonkan kemaluanku yang terselip diantaranya.

Astaga! Apakah mamaku melihatnya?

Dengan jantung yang berdegup kencang, aku mencoba memalingkan kepala untuk melihat ke

arah bawah tangga. Sementara itu aku masih tetap dengan posisi jatuhku yang seperti orang

merangkak, dengan pantat tanpa penutup yang langsung mengahadap siapapun yang ada di

belakangku.

Syukurlah, ternyata mamaku sudah beranjak dari posisinya sebelum aku menaiki tangga. Jika

saja mamaku masih di depan pintu seperti tadi, pastilah mamaku akan melihatku dan

berhadapan langsung dengan pantatku. Entah apa yang akan kujelaskan ke mamaku jika hal

tersebut terjadi. Mencari alasan untuk Kak Chandra saja susah, apalagi mencari alasan kepada

mamaku yang selalu menyuruhku untuk menutup aurat.

Dengan masih merintih kesakitan, aku mencoba berdiri. Namun lututku masih terasa sangat

sakit. Aku terpaksa harus 'mengesot' untuk mencapai kamarku yang tinggal beberapa meter

lagi. Rasa dinginnya lantai keramik yang menyentuh kulit pantatku masih kalah dengan rasa

sakit yang aku rasakan di lututku. Sementara itu rok seragamku yang sebelumnya masih

'nyangkut' di pahaku kini semakin melorot ke bawah seiring dengen gerakan ngesot yang

kulakukan.

Dengan perjuangan yang kulakukan, akhirnya aku dapat mencapai kamarku. Rokku kini tinggal

tersangkut di ujung kaki kiriku, karena aku sengaja mengeluarkan kaki kananku dari rok agar

aku dapat bergerak lebih leluasa. Sementara aku merasakan pahaku kotor karena debu yang

tersapu selama perjalanan dari tangga hingga pintu kamarku.

Setelah aku masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, kulepaskan rokku dan langsung

berguling-guling di lantai sambil meringis kesakitan memegangi lutut kananku. Air mataku tak

terbendung ketika menahan sakit yang kurasakan. Aku tidak peduli dengan kondisiku sekarang

yang setengah telanjang dan tergeletak di lantai.

Setelah menenangkan diri sejenak dan menunggu rasa sakit di lutut hilang, aku kembali

mencoba untuk berdiri. Meskipun masih sedikit terasa sakit dan harus berpegangan ke meja

untuk berdiri, aku segera meraih gagang pintu dan menguncinya. Aku tidak mau mamaku

memergokiku dengan kondisi setengah telanjang seperti ini.

Aku kembali merebahkan tubuhku, namun kali ini kurebahkan tubuhku ke tempat tidur. Setelah

menarik jilbabku hingga terlepas dan melepas kancing-kancing bajuku, aku hanya menatap

langit-langit kamarku sambil meratapi betapa sialnya diriku hari ini. Jika langit-langit kamarku

hidup, mungkin saat ini dia juga sedang menikmati tubuh telanjangku.

Sesaat kemudian, aku kembali teringat dengan Kak Chandra. Kejadian yang baru saja terjadi

mengingatkanku akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Kak Chandra tidak sengaja melihat

dadaku. Untung saja mamaku menyelamatkanku. Kalau tidak, entah apa yang harus kujelaskan

pada Kak Chandra.

Namun meskipun momen tersebut tidak sampai terjadi, bukan berarti aku telah merasa tenang.

Aku yakin Kak Chandra memiliki banyak pertanyaan di benaknya setelah melihat 2 kejadian

yang tidak seharusnya dia lihat. Aku juga merasa sudah seharusnya aku memberi penjelasankepada Kak Chandra. Namun apa yang harus kujelaskan? Haruskah aku mengarang cerita

untuk mencari alasan? Ataukah aku harus bercerita jujur tentang apa yang sedang kulakukan?

Semuanya memiliki konsekuensi. Dan konsekuensi terbesar yang harus aku terima adalah

berubahnya pandangan Kak Chandra tentang diriku.

"Dindaaa...! Sayurnya keburu dingin lho...!" teriak mamaku, memecah lamunanku.

"Iya mah... bentar...."

Aku pun segera memakai bajuku dan bergabung dengan mamaku di meja makan.

****

Gara-gara kejadian tersebut, aku selalu terbayang-bayang bagaimana rasa malunya ketika Kak

Chandra memergokiku berpakaian tidak wajar, atau ketika aku hampir saja mempertontonkan

pantatku ke hadapan mamaku sendiri. Namun seperti sebelum-sebelumnya, pada awalnya aku

memang menyesali perbuatan tersebut. Tapi semakin sering aku mengingatnya,

ingatan-ingatan tersebut berubah menjadi fantasi liar yang membuat rasa sesalku menghilang.

Fantasi liar yang hadir antara lain bagaimana jika teman-temanku memergokiku ketika aku

sedang bermasturbasi di dalam kelas hingga mereka menontonku melakukannya. Atau

bagaimana jika membonceng Kak Chandra dalam keadaan telanjang sambil memeluknya dari

belakang hingga dadaku bergesek-gesekan dengan punggungnya. Hingga bagaimana jika

mamaku melihat pantat telanjangku dan menghukumku dengan cara manampar pantatku.

Membayangkan hal-hal tersebutlah yang selalu memicuku untuk melakukan masturbasi. Dan

pada akhirnya, rasa sesal yang sebelumnya kurasakan berganti dengan keinginan untuk

melakukannya lagi dan bahkan dengan aksi yang lebih gila lagi.

Beberapa hari kemudian, aku mempunyai janji dengan Kak Naya. Aku berjanji untuk

menemaninya jogging di hari Minggu pagi. Sebenarnya aku tidak terlalu suka melakukan lari

pagi seperti ini. Namun karena Kak Naya bilang kalau kegiatan ini bisa sekalian 'beraksi', maka

kupertimbangkan kembali ajakan tersebut. Entah apa yang direncanakan Kak Naya. Dia hanya

menyarankanku untuk tidak memakai pakaian dalam, selebihnya terserah aku mau memakai

apa. Menurutnya, cukup dengan tidak memakai pakaian dalam saja sensasi yang didapat

cukup luar biasa.

Minggu pukul 6 pagi, aku sudah bersiap untuk berangkat jogging. Aku diminta untuk menjemput

Kak Naya di kosnya terlebih dulu. Seperti perintah kak Naya, aku tidak mengenakan pakaian

dalam sama sekali sejak dari rumah. Untuk luarnya sendiri aku tetap memakai pakaian tertutup

seperti kaos lengan panjang, celana panjang berbahan katun, dan tidak lupa dilengkapi dengan

jilbab. Semuanya memang seperti pakaian yang biasa kupakai sehari-hari. Bukan hanya karena

aku tidak ingin mengundang perhatian saja, tapi juga karena aku tidak mempunyai pakaian

seksi untuk memamerkan tubuh. Bahkan kaos yang kupakai pun berbahan tebal dan longgar,

dengan tujuan agar puting dadaku tidak tercetak dengan jelas di kaosku.

Dengan mengendarai motor maticku, aku menembus dinginnya pagi menuju tempat kos Kak

Naya. Meskipun sebagian besar kulitku tidak merasakan langsung hembusan udara dingin ini,

namun tetap saja bajuku tidak dapat melindungiku dari hawa dingin ini. Hingga kurasakan

putingku mengeras karenanya. Beberapa kali kulihat pantulan diriku sendiri di kaca spion ketika

berhenti di lampu merah hanya untuk memastikan tidak ada tonjolan yang terlihat di kaosku.

Karena jika aku meraba dadaku dari luar kaos, terasa sekali tonjolan kecil yang mengeras itu.Sesampainya di tempat kos Kak Naya, aku terkejut karena aku melihat ada sosok yang sangat

familiar berdiri di depan gerbang rumah kos tersebut.

"Kak Chandra?!" batinku. Tentu saja aku terkejut dengan kehadirannya. Aku tidak menyangka

jika bakal bertemu lagi dengannya. Dan yang kulihat dari pakaiannya, sepertinya dia juga

hendak jogging. Apakah Kak Naya juga mengajaknya? Kenapa dia tidak memberitahuku jika

kak Chandra ikut?

Tentu saja hal ini membuatku ingin mengurungkan niatku untuk lari pagi dengan mereka. Ingin

kuputar balik arah motorku, namun sudah terlambat. Kak Chandra sudah melihatku, dan

bahkan dia menyapaku.

"Dinda? Kamu ikut jogging juga?" tanyanya.

"Eee... iya kak..." jawabku gugup.

Suasana pun tiba-tiba hening. Terlihat dari kami sama-sama tidak mengucapkan sepatah kata

pun. Tentu saja aku gugup, karena seketika aku teringat dengan kejadian-kejadian sebelumnya.

Mungkin Kak Chandra juga merasakan hal yang sama denganku. Pada akhirnya kami saling

diam, berdiri terpaku menatap layar handphone masing-masing. Mungkin saja Kak Chandra

sedang menyuruh Kak Naya agar cepat keluar kamar, sedangkan aku hanya memencet

asal-asalan layar handphone agar terlihat sibuk di mata Kak Chandra.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun keluar juga.

"Eh sorry ya lama.... maklum, cewek hehe...." kata Kak Naya sambil menutup kembali pintu

gerbang rumah kosnya.

Aku tak menjawabnya, sedangkan Kak Chandra juga langsung menaiki motornya. Setelah itu

Kak Naya terlihat bingung, karena kini ada 2 motor didepannya. Dan pada akhirnya dia menaiki

jok belakang motor Kak Chandra. Tentu saja kak Naya memilih membonceng pacarnya,

siapalah aku? Gerutuku dalam hati.

Sepanjang perjalanan menuju tempat jogging, aku mengendarai motorku tepat di belakang

mereka. Aku lihat mereka terlihat bercanda mesra di atas motor. Sedangkan aku? Mungkin

hanya dianggap sebagai obat nyamuk bagi mereka. Sementara itu, aku merasa jengkel dan

marah sekali pada Kak Naya, lantaran dia tidak memberitahuku jika Kak Chandra ikut jogging

bersama kami. Ah, atau aku hanya cemburu karena melihat Kak Naya yang beruntung dapat

membonceng Kak Chandra?

Rasa kesal ini membuatku berpikiran untuk membelokkan arah motorku dan pergi diam-diam

meninggalkan mereka berdua. Namun kuurungkan niat tersebut karena pasti mereka akan

menyadari dan mencariku. Pada akhirnya aku terpaksa ikut menemani mereka berpacaran.

Sesampainya di tempat jogging, kami langsung memakirkan motor kami. Tak kusangka jika

suasana akan seramai ini. Kak Naya mencoba mengajak bicara denganku, namun tidak

kuhiraukan. Ini adalah bentuk kekecewaanku terhadapnya. Aku hanya menyuruh mereka untuk

berlari terlebih dulu, sedangkan aku akan mengikutinya dari belakang.

Ketika aku baru memulai lari kecilku, aku merasakan sesuatu yang aneh pada dadaku. Pada

saat itulah aku baru ingat jika aku sedang tidak memakai pakaian dalam. Mungkin karena aku

sudah biasa tidak memakainya, terkadang membuatku tidak dapat membedakan rasanya

memakai pakaian dalam atau tidak.

Setiap langkah dari lari kecilku, membuat payudaraku berguncang karena tidak adanya bra

yang menahannya. Guncangan tersebut membuat kedua putingku bergesekan dengan kaosyang kupakai. Apalagi putingku sedang sensitif-sensitifnya karena dalam kondisi mengeras

akibat udara dingin.

Namun apa yang dirasakan oleh kedua putingku masih belum ada apa-apanya dibandingkan

dengan siksaan kenikmatan yang dialami kemaluanku. Kemaluanku memang tergolong sangat

sensitif terhadap sentuhan. Hanya dikarenakan bergesekan dengan celanaku saja, dapat

membuatku bergelinjang menahan rasa geli yang dialami kemaluanku.

Bahkan secara diam-diam, aku sedikit melorotkan celanaku. Dengan tujuan agar bagian dalam

celanaku tidak menempel dengan kemaluanku. Namun sepertinya hal ini sia-sia, karena

celanaku masih tetap saja menyentuh kemaluanku.

Sebenarnya aku menikmati sensasi ini, namun tetap saja aku merasa risih. Aku seperti sedang

masturbasi di tengah kerumunan orang-orang. Mungkin ini yang dimaksud Kak Naya soal

sensasi lari pagi tanpa mengenakan pakaian dalam.

Baru sekitar 20 meter dari tempatku memulai lari ini, aku sudah tidak kuat untuk melanjutkan

lariku. Tidak hanya karena aku kecapekan, tapi juga untuk mengatur nafasku. Dengan

bermasturbasi saja, nafasku bisa tersengal-sengal akibat energi yang terbuang dari aktivitas

tersebut. Dan kali ini bisa dibilang energiku terkuras 2 kali lebih cepat, karena aku tidak hanya

berlari, namun juga masturbasi meski tidak dilakukan dengan sesungguhnya. Ditambah lagi,

kedua kakiku masih terasa pegal akibat masturbasiku semalam sebelum tidur.

Sambil tetap berjalan, kulihat jauh didepanku Kak Naya juga berhenti. Sedangkan Kak Chandra

masih melanjutkan larinya. Dari posisi kak Naya yang sedikit jongkok, sepertinya dia sedang

membetulkan tali sepatunya.

Dari posisi yang sedikit menungging tersebut, membuat kaos dan celana panjangnya sedikit

tertarik. Sehingga membuat celah yang sedikit memperlihatkan bagian tubuhnya, yaitu bagian

atas pantatnya. Terlihat Kak Naya tidak mengenakan apa-apa dibalik celananya tersebut.

Sengaja atau tidak, celah tersebut memeperlihatkan belahan pantat miliknya dengan begitu

jelas bahkan dari jarakku. Untungnya tidak ada seorangpun yang berada dekat di belakangnya

untuk menyadari adanya pemandangan tersebut. Sepertinya Kak Naya sengaja melakukan hal

tersebut dan sudah memperhitungkannya.

Tak begitu lama melakukan aksi tersebut, Kak Naya kembali melanjutkan larinya. Sementara

aku mengikuti di belakangnya dengan lari kecil yang lebih didominasi dengan berjalan. Kak

Chandra sendiri sudah jauh di depan.

Kami berlari mengitari sebuah lapangan. Ah entah sudah berapa kali aku berhenti berlari hanya

untuk menahan geli. Bahkan aku mencuri-curi kesempatan untuk memasukkan tanganku ke

dalam celana hanya untuk mengecek sudah seberapa basah kemaluanku. Sebenarnya tanpa

dicek pun aku sudah merasakan sesuatu yang licin di selangkanganku ketika aku menggerakan

kaki. Yang kukhawatirkan adalah bagaimana jika lendir kewanitaanku tersebut membasahi

celanaku.

Kenikmatan kurasakan pada akhirnya berubah menjadi siksaan. Itu disebabkan aku tidak dapat

menuntaskan apa yang kurasakan sekarang. Rasanya seperti serba nanggung. Ingin sekali

melakukan masturbasi saat itu juga untuk menuntaskannya. Namun pada akhirnya aku hanya

dapat menahannya hingga hampir 1 putaran lariku. Sementara itu aku sudah tidak dapat

melihat keberadaan Kak Naya dan kak Chandra karena aku sudah tertinggal terlalu jauh dari

mereka karena terlalu sering berhenti.Ketika aku hampir menyelesaikan 1 putaran, aku ragu apakah aku lanjutkan lariku ke putaran

kedua atau sudahi sampai disini saja. Kulihat ikatan tali sepatu sebelah kiriku terlepas sehingga

aku berhenti untuk mengikatnya kembali. Namun ketika aku hendak mengikatnya, tiba-tiba

punggungku ditepuk oleh seseorang.

"Semangat din!" kata orang yang menepuk punggungku tersebut, yang selanjutnya kuketahui

suara tersebut merupakan suara Kak Chandra. Mungkin karena saking pelannya aku berlari,

sampai-sampai aku di-overlap olehnya.

Tepukan dan teriakan tersebut membuatku terkejut, sehingga tubuhku sedikit terdorong

kedepan dan membuat kakiku menginjak tali sepatuku yang tidak terikat. Karena tersandung,

otomatis aku tidak dapat menahan keseimbangan tubuhku dan aku pun terjatuh kedepan.

Namun dengan sigap Kak Chandra menahan tubuhku. Meski lututku sudah sampai membentur

aspal, setidaknya tubuhku tidak sampai terhempas ke jalanan.

Kejadian tersebut terjadi begitu cepat, aku hanya sedikit berteriak kecil dan memejamkan

mataku ketika aku merasa tubuhku akan terhempas ke aspal. Hingga kusadari ternyata aku

tidak jadi merasakan kerasnya aspal, namun aku merasakan sesuatu yang lain di bagian

tubuhku yang saat itu sedang sensitif-sensitifnya, yaitu dadaku.

Kak Chandra berhasil mendekapku agar tidak jatuh, tapi posisi telapak tangan kirinya saat itu

tepat berada di payudara sebelah kananku. Tidak hanya memegang, kurasakan tangannya

begitu menekan dadaku. Mungkin karena berat tubuhku sendiri yang membuat tangannya teras

begitu kuat di dadaku.

Dunia terasa berhenti. Dada kananku benar-benar sedang diremas oleh Kak Chandra.

Aku begitu shock ketika hal tersebut terjadi. Tak lama kemudian, setelah Kak Chandra

membantu tubuhku berdiri lagi, tangannya pun lepas dari dari dadaku. Sementara itu Kak Naya

datang dari arah belakang.

"Kamu kenapa din?" tanya Kak Naya menghampiri kami.

"Ee.. ini kak... aku gak sengaja nginjek tali sepatu..." jawabku. Aku tidak menjelaskan

bagaimana aku bisa menginjak tali sepatuku tersebut, karena aku merasa tidak enak dengan

Kak Chandra. Aku tidak mau menyalahkannya.

"Yaelah, kirain kenapa..." kata Kak Naya.

Sementara itu Kak Chandra hanya diam saja. Dia hanya membantuku membersihkan lututku

yang kotor karena terkena aspal.

"Gausah kak, biar aku aja.." kataku ketika melihat Kak Chandra mau mengikatkan tali sepatuku.

Aku pun mengikatkan lagi tali sepatuku, sementara mereka berdua berdiri menungguku.

"Udah? Yuk lanjut lagi..." kata Kak Naya setelah aku selesai mengikat tali sepatuku.

"Eee... aku udah gak kuat kak... kalian lanjut aja, aku nunggu disini aja hehe...." jawabku.

"Yah... lemah kamu... yaudah yuk sayang..." jawab Kak Naya sambil menarik tangan Kak

Chandra untuk berlari lagi.

Sementara mereka berlari lagi, aku menunggu dengan duduk termenung di sebuah trotoar. Aku

masih merasa shock dengan kejadian barusan. Walau bagaimanapun, itu adalah pertama

kalinya dadaku dipegang oleh lawan jenisku, meski masih dari luar bajuku.

Aku masih merasakan sedikit nyeri di payudara kananku. Itu karena kerasnya cengkraman

tangan Kak Chandra. Apakah Kak Chandra dengan sengaja meremas dadaku? Ah, sepertinya

tidak mungkin. Jika memang dia sudah berniat bejat kepadaku, harusnya dia sudahmelakukannya dari kemarin-kemarin, dan bukan di tempat umum seperti ini. Dan terlebih lagi,

Kak Chandra tidak mungkin sebejat itu. Namun kenapa telapak tangannya terasa begitu "pas"

mencengkram dadaku? Ah, mungkin juga karena kebetulan.

Jika memang kejadian tadi tidak disengaja olehnya, apakah dia sadar jika dia telah memegang

dadaku? Dan kenapa dia diam saja setelah kejadian tersebut? Berbagai pertanyaan muncul di

kepalaku dibarengi dengan perasaanku yang campur aduk. Seperti layaknya perempuan lain,

aku juga merasakan marah ketika salah satu "barang" berharganya dilecehkan orang lain.

Dengan masih duduk termenung sambil menekuk kedua kakiku, tanpa sadar tanganku

mengelus-elus dadaku yang diremas Kak Chandra tadi. Dan aku baru ingat jika aku sedang

tidak memakai bra. Jika Kak Chandra sadar telah memegang dadaku, berarti dia juga tahu jika

aku sedang tidak memakainya? Ah, satu lagi pertanyaan yang muncul di kepalaku.

****

"Eh kamu aku cariin, tahunya malah disini... bagi minum dong..." kata Kak Naya ketika

menghampiriku.

Aku sudah berpindah posisi dari dudukku tadi. Itu karena aku mengambil botol air mineral yang

kutaruh di motorku yang memang sudah kubawa dari rumah. Kini aku duduk di sela-sela motor

yang terparkir di bagian luar area jogging.

Tanpa menjawabnya, kusodorkan botol air mineral ke Kak Naya yang langsung ditenggaknya

setelah dia ikut duduk di aspal di depanku.

"Ah... segeer.." katanya setelah meminum air yang kubawa.

Sambil duduk dengan meluruskan kedua kakinya, Kak Naya terlihat clingak-clinguk melihat ke

sekitar. Setelah itu, dia menurunkan resleting jaket sportnya hingga setengah. Terlihatlah

belahan dadanya dengan bulir-bulir keringat yang mengalir di kulitnya. Memperlihatkan jika dia

tidak memakai apa-apa lagi di balik jaket tersebut. Dengan tangan kirinya menopang tubuhnya

ke belakang, tangan kanannya menyibakkan ujung jilbabnya dan dilanjutkan dengan

menggerakkan bagian depan jaketnya yang mungkin dimaksudkan untuk mendinginkan

tubuhnya. Gerakan tersebut membuat putingnya sedikit terlihat meski hanya sekilas.

Aku tidak terlalu terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Kak Naya sekarang. Tidak hanya

karena aku tahu itu 'kebiasaannya', tapi juga karena posisi kami memang strategis. Karena

pandangan orang akan terhalang oleh motor-motor yang berada di sekeliling kami.

"Kamu kenapa sih kok cemberut gitu?" tanya Kak Naya memecahkan lamunanku.

Aku tidak menjawabnya, aku hanya menatap wajahnya sebentar lalu kupalingkan lagi tatapanku

ke arah orang-orang yang sedang jogging di belakang Kak Naya.

"Pasti gara-gara Chandra kan?" celetuknya.

Aku terkejut dengan ucapan Kak Naya tersebut. Apakah dia mengetahui kejadian tadi? Apakah

Kak Chandra cerita ke Kak Naya kalau dia tadi baru saja memegang dadaku?

"Maaf deh... soalnya si Chandra juga dadakan bilang mau ikutnya..." jelasnya. Aku lega, karena

yang dimaksud Kak Naya bukan kejadian tadi, melainkan masalah kehadiran Kak Chandra di

antara kami.

"Lain kali kalo mau pacaran gausah ajak-ajak aku kak..." jawabku ketus.

"Iya maaf... ni aku kan udah minta maaf... makanya ini aku mau pulang bareng kamu aja..

soalnya aku gak enak sama kamu...." jawabnya.

Tiba-tiba Kak Naya mendekati tubuhku.

"Aw..." aku kaget karena tiba-tiba saja Kak Naya mencubit pelan putingku dari luar kaosku."Haha... gak pake juga kamu? Gimana? enak kan?" kata Kak Naya.

"Enak apanya.... kesiksa tau.." jawabku.

"Kesiksa, tapi enak kan.... haha" ledeknya.

"Udah ah yuk... pulang aja.." kataku.

"Yah... nanti dulu lah..." jawabnya.

"Aku udah gerah banget kak... pengen mandi..."

"Serius pengen mandi? Atau.... pengen masturb? haha" ledeknya.

"Yaudah, aku pulang dulu kalo gitu. Kalo Kak Naya masih mau disini, silahkan..." jawabku kesal.

Meskipun apa yang dikatakan Kak Naya ada benarnya.

"Iya-iya.... eh, kalo kita renang aja gimana?" kata Kak Naya yang sekarang sudah berdiri dan

menutup resleting jaketnya lagi.

"Mau renang dimana? Lagian aku gak bawa baju ganti...."

"Ada kok kolam renang deket kosku... kamu orang sini harusnya tau dong... nanti aku pinjemin

bajuku, tapi kita mampir kekos dulu buat ambil baju... gimana?" jelasnya.

"Ah gak ah kak.... aku capek... pengen istirahat aja..."

"Ayolah pliss... kamu gak usah ikut renang gakpapa kok... temenin aku aja..." bujuk Kak Naya.

"Hmmm..." aku masih ragu untuk mengiyakan ajakannya.

"Ayo dong..... nanti aku pijitin deh... atau kamu minta apa, aku traktir deh...."

"Yaudah iya deh iya..."

"Nah, gitu dong..."

Kami pun berkendara menuju tempat kos Kak Naya untuk mengambil baju. Tak butuh waktu

lama untuk sampai di tempatnya.

"Kamu tunggu sini aja, gausah ikut naik." katanya sambil menyuruhku untuk tetap di motor di

depan kosnya.

Tak lama kemudian Kak Naya sudah keluar dari kosannya sambil membawa ransel di

punggungnya. Kami pun langsung menuju tempat renang yang dimaksud Kak Naya.

Dengan menyusuri jalan perumahan, sampailah kami di tempat yang dimaksud Kak Naya.

Seperti Kak Naya bilang, tempat ini memang tidak terlalu besar untuk ukuran kolam renang

umum. Dari luar terlihat tembok setinggi mungkin sekitar 2 meter yang menutupi area kolam.

Sedangkan di sebelahnya terdapat GOR untuk bermain badminton.

Setelah memarkir motor, kami menuju ke pintu masuk satu-satunya kolam renang tersebut.

Sialnya kami mendapati pintu tersebut masih terkunci rapat.

"Lah, gimana ini? Kolamnya gak buka?" tanyaku pada Kak Naya.

"Dah, kamu tunggu sini dulu..." kata Kak Naya sambil melenggang menuju GOR.

Tidak lama kemudian, Kak Naya kembali dengan seorang cowok yang kalau dilihat dari

kostumnya sedang bermain badminton. Kulihat mereka berdua bercengkrama selayaknya

sudah mengenal satu sama lain.

"Eh ini kenalin, adek aku..." kata Kak Naya.

"Oo... adek kandung?" tanya cowok tersebut.

"Bukan... sepupu." jawab Kak Naya.

Aku pun menerima jabatan tangannya sambil mengucapkan namaku. Dia pun juga

mengucapkan namanya, namun karena aku tidak terlalu memperdulikannya, aku sudah tidak

ingat namanya.Dengan kunci yang dipegangnya, cowok tersebut membuka gembok yang mengunci pintu area

kolam.

"Eh, kalian mau lama gak renangnya?" tanya cowok tersebut.

"Hmmm... paling sejaman lah..." jawab Kak Naya.

"Ini kalo pintunya aku kunci lagi gak papa ya... soalnya aku masih mau main lagi... ini kalo gak

dijagain nanti banyak bocah yang masuk... yang jaga paling jam 8an baru kesini.. kalo aku sih

paling sejam lagi baru kesini lagi..." jelas cowok tersebut.

"Oh.. yaudah, kunci aja gak papa kok..." jawab Kak Naya.

Setelah di dalam, kulihat kolamnya memang tidak terlalu besar. Dalamnya sendiri kata Kak

Naya antara 1-2 meter. Di seberang kolam, terdapat bangunan yang sepertinya tempat untuk

ganti baju & bilas. Sementara itu, tempat ini dikelilingi tembok seluruhnya seperti yang terlihat

dari luar.

"Itu tadi siapa kak? Selingkuhannya kakak ya? Kok kayaknya akrab banget..." celetukku.

"Hush... itu temen kuliah. Papanya yang punya kolam renang ini sama GOR di sebelah tadi."

jelasnya.

"Ooh... Kak Naya udah sering kesini?"

"Gak sering-sering amat sih... cuma kalo lagi pengen aja..." jawabnya.

Aku curiga dengan kata 'pengen' yang dimaksud Kak Naya. Aku punya firasat jika Kak Naya

sering berbuat yang aneh-aneh di tempat ini.

Kami pun menuju tempat untuk berganti pakaian. Bangunan ini terdiri dari 1 buah ruang

memanjang yang mana salah satu sisinya terdapat sebuah cermin lebar lengkap dengan 2

buah wastafel yang mirip dengan toilet di mall. Di sisi lainnya, terdapat 4 buah bilik yang

masing-masing terdapat shower namun tidak dengan closet. Tidak ada tanda untuk

membedakan mana untuk laki-laki, mana untuk perempuan. Itu artinya siapa saja bisa memakai

salah satu dari keempat bilik tersebut. Padahal sekat yang membatasi antar bilik tersebut

terbilang cukup rendah. Bagi orang yang memiliki tubuh tinggi tidak akan susah untuk melihat

semua apa yang sedang dilakukan oleh orang di bilik sebelahnya. Belum lagi bagian bawah

pintunya tidak menutup hingga lantai. Terdapat jarak sekitar setengah meter antara bagian

bawah pintu dengan lantai. Jadi semisal aku sedang di dalam bilik untuk kencing dengan posisi

jongkok, maka siapapun yang berada di luar bilik akan dengan mudah melihat kemaluanku.

Sementara aku mengamati seleuruh bagian ruangan bangunan ini, Kak Naya malah sudah

mulai melucuti pakaiannya. Tanpa masuk ke dalam bilik, dia mulai membuka jilbab, jaket dan

celana panjangnya dengan menghadap ke cermin yang berada di atas wastafel.

"Kakak serius ganti baju disini?" tanyaku.

"Kamu liat sendiri kan, pintu masuknya dikunci. Jadi gak bakal ada orang yang masuk. Ngapain

harus sembunyi-sembunyi kalo toh gak ada yang liat?" jawabnya santai.

"Lah. Kalo gitu ngapain Kak Naya gak sekalian renang bugil aja?"

"Nanti liat situasi dulu.. hehe" jawabnya dengan senyum liciknya.

Tidak berlama-lama dengan tubuh telanjangnya, Kak Naya mulai mengambil sepasang kaos

lengan panjang dan celana pendek selutut dari dalam ranselnya. Tentu saja, tanpa pakaian

dalam.

"Kakak gak pake pake jilbab?" tanyaku setelah melihatnya berpakaian seperti itu di tempat

umum.

"Gak" jawabnya singkat."Trus aku gimana? Gak pake juga?" tanyaku.

"Iya... aku gak bawa ganti jilbab... udah... gausah pake gak papa kok... masih sepi juga

kolamnya..." jawabnya santai sambil berjalan menuju kolam.

Dengan penasaran, aku pun langsung mengecek ransel Kak Naya. Dan aku terkejut, karena

aku hanya mendapati sebuah tanktop dan celana hotpant di dalamnya. Tentu saja aku tidak

terima. Karena baju ini terlalu terbuka. Bahkan jika dibandingkan dengan pakaian yang dipakai

Kak Naya sekarang saja masih lebih 'sopan' punya Kak Naya.

Kubawa baju tersebut dan menghampiri Kak Naya yang sudah berada di kolam.

"Kak! Yang bener aja! Masa aku suruh pake ginian?" protesku.

"Ya maaf.... aku tadi ngambilnya buru-buru... gak tau kalo yang keambil itu..." jawabnya.

"Yaudah, aku gak jadi renang kalo gitu!" gerutuku.

"Coba aja dulu... belum dicoba udah marah-marah gitu..." katanya.

Dengan sedikit kesal, aku kembali ke tempat ganti pakaian. Seperti kata Kak Naya, aku ingin

mencoba baju ini terlebih dulu. Aku meniru Kak Naya untuk tidak berganti pakaian di dalam

bilik, karena aku ingin melihat penampilanku seperti apa di cermin.

Kulepas kaos lengan panjangku tanpa melepas jilbabku terlebih dulu, ini kumaksudkan agar

kalau nantinya aku mengurungkan niatku untuk memakai baju ini aku tidak perlu repot-repot lagi

memakai jilbabku. Setelah bertelanjang dada, aku pun mencoba tanktop berwarna biru dongker

punya Kak Naya. Setelah kupakai ternyata bahannya sedikit tebal, setidaknya putingku tidak

tercetak di atasnya. Bagian depannya pun tidak terlalu memperlihatkan belahan dadaku.

Namun tetap saja tanktop ini mengekspos sebagian besar tubuhku.

Selanjutnya, kuturunkan celana panjangku hingga terlepas. Aku sempatkan untuk membelai

kemaluanku yang masih basah. Ini karena aku masih belum dapat menuntaskannya dengan

bermasturbasi setelah dirangsang oleh gesekan celanaku sendiri pada saat jogging tadi.

Tanpa berlama-lama, langsung kupakai hotpant putih punya Kak Naya. Dan benar, hotpant ini

terlalu mini. Bahkan seluruh bagian pahaku tidak tertutup olehnya. Dan yang membuatku ragu

untuk memakainya adalah bagian lubang kakinya yang sangat lebar. Lubang yang lebar

tersebut membuat kemaluanku dapat terlihat dari celah tersebut jika aku mengangkang. Dan

aku yakin, dengan warna putih seperti ini, celana ini akan membayang memperlihatkan

kemaluanku jika basah terkena air.

Meskipun hanya ada kami berdua di dalam area kolam renang ini, aku tetap ragu untuk

memakai pakaian yang diberi Kak Naya. Sebenarnya aku berharap Kak Naya membawakanku

pakaian yang tertutup, karena aku belum pernah renang dengan baju yang sangat terbuka

seperti ini.

Pada akhirnya aku mengurungkan niatku untuk ikut berenang dengan Kak Naya. Lagi pula aku

memang sedang tidak ingin berenang. Kulepas lagi tanktop dan hotpant milik Kak Naya hingga

hanya menyisakan jilbabku.

Dengan kondisi hampir telanjang, tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil. Aku sempat

mondar-mandir mengecek setiap bilik untuk mencari closet, namun aku tidak menemukannya.

Sepertinya aku memang harus kecing di lantai. Namun ketika aku melihat ke arah cermin, aku

mempunyai ide konyol.

Setelah mengecek area kolam dan memastikan hanya ada Kak Naya di sana, dengan hati-hati

aku menaiki area wastafel. Area yang berbentuk meja memanjang ini terbuat dari beton, dan

seharusnya kuat menahan berat tubuhku. Posisinya sendiri tidak terlalu tinggi, sehingga akumudah untuk menaikinya. Lalu untuk apa aku susah payah naik ke wastafel dengan kondisi

hampir telanjang seperti ini?

Dengan menghadap cermin, aku berjongkok dan mengangkangkan kakiku sambil mengarahkan

lubang kemaluanku ke wastafel. Ya, aku kencing di atas wastafel. Memang terlihat sangat

konyol, namun seperti inilah ketika tubuh dikuasai oleh nafsu yang belum tertuntaskan. Pikiran

waras hampir tidak bekerja sama sekali.

Dari pantulan cermin, aku dapat melihat kemaluanku mulai mengucurkan air berwarna

kekuningan. Dengan bantuan jariku, sengaja kuarahkan kucuran air kencingku untuk langsung

mengarah ke lubang pembuangan wastafel. Setelah air kencingku habis, aku menyalakan kran

wastafel. Derasnya air kran tersebut langsung mengarah ke kemaluanku. Ah.... aku begitu

menikmati sensasi ini. Selain bermasturbasi dengan tanganku sendiri, aku juga terbiasa

melakukannya dengan mengarahkan air kran atau air shower ke kemaluan ketika mandi.

Sambil memejamkan mata, kuremas-remas dadaku sendiri. Sementara jari-jari tanganku yang

lainnya membuka bibir kemaluanku agar semprotan air kran dapat lebih dalam mengenai

vaginaku. Aku juga sedikit menggoyangkan pinggulku dengan maju mundur karena sensasi

ketika hantaman air kran mengenai lubang kemaluanku menjadi lebih nikmat ketika semprotan

tersebut sesekali mengenai kelentitku.

"Ah...ah.. ah..." aku telah hanyut dibawa kenikmatan hingga aku lupa dimana diriku sedang

berada.

Tiba-tiba...

"Hahahaha...." sebuah suara tawa meledak dari arah belakangku yang sontak membuatku

kaget dan menghentikan aksiku. Kubuka mata dan melihat pantulan Kak Naya di cermin

sedang tertawa terbahak-bahak.

"Kamu ngapain din?? ahahaha!" tanya Kak Naya di sela-sela tawanya.

Aku tidak menjawabnya. Dengan perasaan malu, aku turun dari atas wastafel. Mukaku mungkin

sekarang ini sedang merah padam karena saking malunya.

"Bugil, tapi masih pake jilbab. Trus pake naik ke wastafel, maju-mundur kayak orang ngentot

gitu... nafsu sih nafsu.... tapi gak gitu juga kali din.... aahahahahaha..." ledek Kak Naya.

Dengan berdiri mematung dan menundukkan kepala, aku hanya pasrah menjadi bahan

tertawaan Kak Naya. Kedua tanganku menyilang menutupi kemaluanku yang basah kuyup oleh

air hingga mengalir ke pahaku. Aku hanya diam, tanpa membalas ledekkannya. Tentu aku tidak

punya alasan untuk mengelaknya, karena apa yang aku lakukan barusan memang benar-benar

konyol.

"I..ii.ni gara-gara Kak Naya..." kataku.

"Loh kok gara-gara aku?"

"Ya..ya... pokoknya gara-gara Kak Naya..."

"Oh... aku nafsuin ya? Sampe-sampe bikin kamu pengen masturb? ahahaha!" guraunya sambil

mengangkat kaosnya hingga memperlihatkan dadanya dan menggoyang-goyangkannya untuk

meledekku.

"Ini gara-gara kak Naya nyuruh aku lari gak pake daleman...." jawabku.

"Oh itu.... pasti geli ya? hihihi.... jadi itu alesan kamu gak ikut aku renang, biar ada kesempatan

buat masturb gitu? ahaha""Gak! Aku gak mau ikut renang soalnya baju yang kakak kasih kebuka banget...!" belaku.

"Lah kamu, gak mau renang pake baju minim tapi malah bugil disini... pake acara gerak-gerakin

pantat di wastafel lagi... ahahahahaha... sumpah din, kalo inget tadi bawaannya pengen ketawa

terus.... hahahaa" jawabnya sambil tertawa meledekku.

"Di...disini kan ketutup.. gak ada yang liat...." belaku lagi.

"Ya kan sama aja... di luar juga gak ada orang.... kenapa gak sekalian goyang-goyang di laur

aja...."

"Yaudah, kalo kakak berani, sana renang bugil!" tantangku.

"Hahaha... siapa takut... liat nih.." jawabnya dengan melepas kaosnya yang sebelumnya sudah

terangkat separuh dan melorotkan celana pendeknya hingga telanjang bulat.

Aku tak menyangka Kak Naya akan menerima tantangan tersebut.

"Eh kita disini baru setengah jam kan?" tanya Kak Naya tiba-tiba.

"Tuh kan... kak naya takut...." ejekku.

"Eh siapa yang takut... aku cuma waspada... eksib kan juga harus liat kondisi dulu..."

"Yaudah sana keluar... pake banyak alesan..." suruhku.

"Oke, tapi aku renang sampe ujung sana aja trus balik lagi ya..."

"Iyaaaa...."

Kak Naya lantas sedikit berlari ke arah kolam renang. Dengan hanya memperlihatkan kepalaku,

aku melihatnya langsung melompat ke arah kolam dan berenang dengan gaya bebas ke sisi

kolam yang lain.

Aku sebenarnya merasa was-was dengan apa yang dilakukan Kak Naya. Dan aku yakin Kak

Naya juga merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak, aksi Kak Naya ini benar-benar nekat.

Dia tidak hanya sedikit memeperlihatkan bagian tubuhnya, tapi benar-benar memperlihatkan

semua bagian tubuhnya dengan bertelanjang di tempat yang sebenarnya adalah tempat umum

dimana orang dapat sewaktu-waktu masuk ke dalam area kolam dan memergokinya sedang

bertelanjang.

Dengan deg-degan, aku menyaksikan bagaimana Kak Naya dapat meraih sisi kolam yang lain

dan langsung melanjutkan renangnya ke arahku. Hingga akhirnya aku merasa lega setelah Kak

Naya sampai di sisi dimana dia memulai renangnya.

Tanpa beristirahat, dia langsung naik ke sisi kolam. Dengan sesekali melihat ke arah pintu

masuk, dia berjalan ke arah ruang ganti baju dengan nafas tersengal-sengal dan wajah yang

puas. Namun di tengah langkahnya dia berhenti.

"Eh liat din.... disini juga ada kran air lho..." katanya sambil menunjuk kran air yang berada di

dekat kolam.

Entah apa maksud Kak Naya dengan menunjukkan kran air tersebut. Namun dengan melihat

apa yang dilakukannya selanjutnya aku tahu jika tujuannya adalah kembali mengejekku.

Dia menyalakan kran tersebut. Dan setelah kembali melihat ke arah pintu masuk, Kak Naya

mulai berjongkok. Tubuhnya melengking ke belakang dengan kedua tangan yang menahan

tubuhnya. Sementara kedua kakinya dibuka lebar-lebar dengan mengarahkan kemaluannya ke

pancuran air kran tersebut.

"Nih din.... disini enak juga lho... ah...ah..." ejeknya sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya

seperti apa yang aku lakukan tadi.

Tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu masuk kolam renang.

"Kak! Awas!" teriakku memeperingatkannya.Kak Naya langsung panik. Setelah mematikan kran, dia langsung berlari sangat kencang ke

arahku. Bahkan ketika hampir sampai di tempatku, dia terpeleset hingga terjatuh dan

menabrakku. Kami berdua jatuh tersungkur di lantai. Namun kami langsung buru-buru berdiri

dan masuk ke dalam sebuah bilik secara bersamaan.

Setelah menutup pintu bilik, kami berdua meringis kesakitan. Kak Naya memegangi lututnya,

sedangkan aku merasakan sakit di dadaku yang sepertinya gara-gara terseruduk oleh Kak

Naya.

"Nay? Kamu disini?" terdengar suara dari luar bilik yang sepertinya suara teman Kak Naya.

"Iyaa..." teriak kak Naya.

"Lho? Kamu udahan renangnya?"

"Iya.. soalnya airnya dingin.... kamu sendiri katanya sejam baru mau kesini..." jawab Kak Naya

mencari alasan.

"Hmm.. soalnya aku juga pengen renang.... pengennya sih renang bareng kamu, eh kamunya

malah udahan...." jawabnya.

"Hehe.. sorry ya... lain kali deh kita renang bareng...." jawab Kak Naya. Dasar Kak Naya.

Dalam keadaan darurat seperti ini, masih sempat-sempatnya dia menggoda temannya.

"Jangankan renang bareng... ke pelaminan bareng aja aku juga mau.... hihihi" jawab teman Kak

Naya.

Aku kaget dengan jawaban tersebut. Ternyata teman kak Naya juga merespon dengan godaan.

Entah apakah dia tidak tahu jika Kak Naya sudah punya pacar, atau memang orangnya yang

seperti itu. Aku sendiri malah merasa risih dengan obrolan mereka berdua.

"Ehem!" aku berpura-pura batuk untuk menghentikan percakapan aneh tersebut.

"Eh iya aku lupa kalo ada adekmu nay... hehe... Eh! kalian berduaan di dalam?" tanya teman

kak Naya.

"Iya, emang kenapa?" jawab Kak Naya.

"Ya gakpapa.... cuma kan kamarnya masih banyak yang kosong... tapi kok kalian malah

sempit-sempitan bareng di dalem..."

"Iya.... soalnya biar anget.. haha" jawab Kak Naya.

"Wah, aku ikut juga dong... biar tambah anget...."

"Hush! Sorry ya... ini khusus cewek...."

"Iihh.. aku kan juga cewek...." jawab teman Kak Naya dengan mengecilkan suaranya hingga

terdengar seperti suara cewek.

Lama-lama aku makin muak dan jijik dengan teman Kak Naya ini. Ditambah lagi dengan kondisi

kami yang terjebak didalam bilik dengan sama-sama telanjang dan hampir telanjang. Sialnya,

semua baju kami tertinggal di wastafel. Pilihan kami cuma 2, yaitu menunggu teman kak Naya

pergi lalu mencuri kesempatan untuk mengambil baju kami, atau minta tolong teman kak Naya

untuk mengambilkan baju untuk kami. Namun sepertinya kak Naya sudah memilih rencananya

sendiri.

"Man... kamu masih disitu?" tanya Kak Naya.

"Iya, kenapa?" jawabnya.

"Boleh minta tolong ambilin tasku gak?"

"Bentar ya.. aku lagi ganti baju..." jawabnya.

"Lho kamu didalam bilik juga?" tanya Kak Naya."Iya.."

"Yaudah, aku ambil sendiri aja... tapi kamu jangan keluar dulu ya... aku bugil nih keluarnya..."

kata Kak Naya.

Aku menggerutu dalam hati. "Ngapain sih pake ngomong lagi bugil juga. Kan bikin dia bayangin

yang aneh-aneh aja...". Kak Naya mulai bersiap-siap membuka pintu, sedangkan aku

memposisikan diri bersembunyi di belakang pintu.

"Jangan!" teriak temen Kak Naya dari bilik yang sepertinya berada di bilik paling ujung. Ketika

dia berteriak, Kak Naya sudah membuka pintu.

Tiba-tiba Kak Naya langsung menutup pintu kembali.

"Kenapa kak?" bisikku.

"Ada orang di luar...." jawabnya lirih.

"Temenmu?"

"Bukan.."

Deg. Aku seperti merasakan apa yang yang dirasakan Kak Naya sekarang. Rupanya teman kak

Naya tidak sendiri disini. Itulah kenapa dia berteriak 'jangan' ketika Kak Naya bilang ingin keluar.

Dan parahnya lagi sepertinya orang tersebut berhasil melihat ketelanjangan Kak Naya.

Tiba-tiba suasana jadi hening. Kak Naya yang tadinya terlihat santai-santai saja berubah jadi

diam. Kedua tangannya menutup mukanya sendiri. Tak pernah aku melihat Kak Naya sepanik

ini ketika dia melakukan aksinya. Mungkin hal ini memang berada diluar dugaannya.

"Gimana nay? Udah diambil?" teriak temannya.

"Belum." jawab Kak Naya singkat.

"Tasmu yang di wastafel ini nay?" tanya teman Kak Naya dari luar bilik.

"Iya man..."

Lalu dengan sedikit membuka pintu, tangan kak Naya keluar untuk meraih tas tersebut dan

langsung menutup pintu lagi.

"Trus ini baju basah di lantai, punyamu juga nay?" tanyanya.

"Eh, iya.. Ini si dinda... malah becanda... bajuku dilempar-lempar..." jawab Kak Naya. Biarlah

aku menjadi kambing hitam asal Kak Naya punya alasan untuk menutupi kekonyolannya.

Akhirnya dengan sedikit berdesak-desakan, kami sudah memakai kembali pakaian kami. Pada

saat kami keluar dari ruang ganti, kulihat teman kak Naya sedang berenang. Sedangkan ada 1

orang lagi yang sedang mengepel lantai di sekitar kolam. Orang tersebutlah yang tidak sengaja

melihat ketelanjangan Kak Naya. Sepertinya dia yang bertugas menjaga kolam renang ini.

Kami berpamitan dengan teman Kak Naya saat melintasi pinggir kolam. Kami berdua

bersalaman dengannya. Aku sebenarnya tidak mau bersalaman dan ingin cepat-cepat keluar

dari area kolam karena risih dan ikut mau dengan kejadian barusan. Aku pun terpaksanya

menyalaminya dan langsung keluar, sedangkan Kak Naya masih mengobrol dengan temannya.

Entah apa yang dibicarakan oleh mereka, karena mereka berbicara seperti berbisik-bisik.

"Kami duluan ya mas..." kata Kak Naya ke penjaga kolam renang. Dasar kak Naya,

sempat-sempatnya pamitan ke orang tersebut setelah kejadian tadi.

Kami pun pulang menuju tempat kos Kak Naya dengan mengendarai motorku. Selama

perjalanan, kami pun membahas apa yang kami lakukan barusan.

"Kak, orang tadi sempet liat kakak?" tanyaku penasaran.

"Gak kok... untungnya dia tadi lagi gak liat ke arahku..." jawabnya santai.

"Syukurlah.... kirain dia liat... aku ikut deg-degan tau....""Iya, sama... aku juga deg-degan banget tadi...." katanya.

"Kakak sih... pake aneh-aneh segala...."

"Yang mulai kan kamu... ngapain juga kamu pake masturb di wastafel.... hahaha" ejeknya.

"Plis kak... jangan bahas itu lagi... malu-maluin sumpah...."

"Haha... iya iya...." jawabnya.

"Eh, itu temenmu somplak juga ya? Sampe eneg dengernya..."

"Haha... iya tuh..."

"Dia gak tau kalo kak Naya udah punya cowok?" tanyaku.

"Ya tau lah..."

"Kok dia nggodain kakak kayak gak punya dosa gitu?"

"Ya emang gitu orangnya.... sinting... tapi kaya hahahaa..." jawabnya.

"Ganteng juga sih sebenernya... hehe"

"Ciee... kamu naksir ya... haha" ledeknya.

"Ih... hueek.." jawabku.

"Kamu mau tau hobinya gak?"

"Emang apa hobinya?"

"Tapi jangan ngomong siapa-siapa ya..."

"Iyaa..."

"Dia suka ngoleksi daleman cewek" bisik Kak Naya di dekat telingaku.

Aku terkejut mendengar kata Kak Naya tersebut hingga motorku sedikit oleng.

"Ha?! Kok kakak tahu? Berarti dia suka beli daleman cewek gitu?" tanyaku.

"Dia pernah curhat ke aku kalo dia punya kebiasaan itu... Awalnya sih tak kira bercanda.. eh

tapi ujung-ujungnya dia minta dalemanku..." jelas Kak Naya.

"Trus? Kakak kasih?"

"Ya... karena emang kita udah kenal deket sih ya jadi aku kasih aja... malahan waktu itu lagi di

kampus aku sempetin ke kamar mandi buat ngelepas daleman, trus aku kasih ke dia..."

"Serius? Kak Naya ngasih daleman bekas pake ke dia? Kok Kak Naya mau-mau aja sih?"

"Ya gimana ya... aku juga gak tau kenapa aku tiba-tiba mau... katanya udah ada beberapa

cewek yang ngasih dalemannya ke dia"

"Eh, trus itu dalemannya dibalikin?"

"Ya nggak lah... namanya juga dikoleksi..."

"Ih, kok aneh sih... trus, dia pernah minta lagi gak?" tanyaku.

"Gak. Cuma itu aja. Beha sama CD itu aja"

"Ih... buat apa ya dia..." tanyaku.

"Tau lah. Dipake kali... haha" jawab kak Naya.

"Iya sih... dia pantes kok jadi banci... haha"

"Itu namanya fetish din...."

"Hah? Maksudnya?" tanyaku. Aku memang tidak mengerti dengan istilah yang disebutkan kak

Naya tersebut.

"Dia pake daleman cewek buat fantasinya dia...."

"Itu artinya...."

"Dia onani sambil bayangin yang punya daleman..."

"Hah?! Berarti dia bayangin kakak? Kok kakak mau-maunya sih digituin?""Yah, jelas aku mau lah... aku malah suka... kamu sendiri pasti seneng kan kalo ada cowok

yang diem-diem bayangin kamu..."

"Ya, tapi ini kan bayanginnya yang enggak-enggak kak.... pantes aja dia kalo nggodain kakak

kayak gak ada filternya..."

"Tenang aja... dia gak bakal sampe kelewatan aku kok... aku percaya dia.... lagian aku juga

gapernah sampe nunjukin tubuhku ke dia... mentok paling cuma paha kalo lagi renang di

kolamnya..."

"Tapi kan..."

"Udah, percaya deh sama aku... yang penting jangan sampe kamu cerita ini ke Chandra...

oke?"

"Terserah kakak lah" jawabku.

"Eh, dia tadi sempet ngomong ke aku. Katanya aku suruh mintain dalemanmu... ahahaha..."

kata Kak Naya.

"Ih! Ogah! Kalo mau, suruh minta sendiri! Nanti aku suruh nyopot sendiri..."

"Serius? Aku omongin ke dia ya... ahaha"

"Jangan! Awas ya kalo kakak ngomong itu ke dia. Pokoknya aku gak mau ngasih daleman ke

dia. Titik. Gak kebayang deh kalo dalemanku dipake dia. Ih..." jawabku.

"Bayangin deh din... cd kamu kan kecil... trus dipake dia... gak muat deh tuh... trus tititnya

sampe keluar kayak gini... ahahaha" bisik Kak Naya sambil menunjukkan jari-jarinya di depan

mukaku seolah-olah itu adalah penis dari temannya.

"Ih... stop kak! Jijik tau!"

"Hahaha... Kok ada-ada aja ya hobinya... aneh" katanya.

"Kak Naya gak ngerasa aneh juga? Yang lain pengen pake baju buat nutupin auratnya kakak

malah pengen liatin anunya" cibirku.

"Iya... aku emang aneh..... kamu juga aneh.... ahaha" jawabnya sambil disertai cubitan di

putingku yang sebenarnya masih sakit gara-gara diremas Kak Chandra dan di tabrak Kak Naya

tadi.

Sesampainya di kamar kos Kak Naya, kami sama-sama langsung melucuti pakaian kami.

Karena memang baju yang kami pakai sudah basah oleh keringat. "Aku pinjem kamar

mandinya ya kak..." kataku.

"Mau ngapain kamu? Mau ngelanjutin yang tadi ya? haha"

"Kalo iya, kenapa?" jawabku kesal sambil membanting pintu kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, aku memang benar-benar mandi. Namun tentu saja didahului dengan

masturbasi yang sempat tertunda dari tadi. Dengan duduk di atas toilet duduk, kubuka kakiku

dan mengarahkan semprotan shower tepat ke arah kemaluanku. Jari-jariku juga tidak tinggal

diam untuk membelai permukaan kemaluanku.

Tidak butuh waktu lama olehku untuk mendapatkan orgasme, karena aku memang sudah

terangsang sejak tadi.

****

Keesokan harinya.

Ketika aku bangun pagi, tubuhku terasa pegal sekali, terutama kedua kakiku. Namun tidak

hanya itu, aku juga merasakan nyeri di dada kananku. Aku langsung teringat dengan kejadian

kemarin. Apakah ini gara-gara remasan Kak Chandra kemarin? Karena biasanya ketikakuremas dadaku sendiri rasanya tidak akan sampai senyeri ini. Semalam, aku kembali dihantui oleh bayang-bayang Kak Chandra. Aku selalu teringat dengan kejadian dimana Kak Chandra meremas dada kananku. Dan seperti sebelum-sebelumnya, ketika aku membayangkan Kak Chandra, ujung-ujungnya aku akan melakukan masturbasi. Itu adalah masturbasi ketiga jika dihitung dengan masturbasiku kemarin malam. Ini dalah baru pertama kalinya aku masturbasi sebanyak itu dalam sehari. Karena biasanya aku hanya akan melakukannya sekali dalam sehari, itupun tidak setiap hari. Mungkin inilah kenapa tubuhku terasa benar-benar lemas. Aku segera bangkit dari tempat tidur dan langsung menuju cermin. Aku takut jika ternyata dada kananku bengkak dan membuatnya terliaht besar sebelah. Namun untunglah, dada kananku tidak bengkak. Hanya saja terlihat kemerahan. Setelah melepas celana training yang merupakan satu-satunya penutup tubuhku ketika tidur waktu itu, aku pun beranjak mandi. Meski dengan kondisi tubuh yang kurang fit, aku tetap harus sekolah. Siangnya, aku pulang sekolah mendapati rumahku kosong. Entah kemana mamaku. Namun aku tetap dapat masuk ke rumah dengan kunci yang disembunyikan di tempat yang biasa kami pakai untuk menaruh kunci. Setelah masuk rumah, kulempar tasku ke sofa di ruang tengah dan langsung menuju ke dapur. Kuambil segelas air putih dingin dari dalam kulkas dan kembali ke ruang tengah. Setelah menyalakan tv dan kipas angin, kunikmati segelas air tersebut sebagai penawar panas akibat cuaca yang begitu terik. Kulepas jilbabku, dan kubuka 2 kancing teratas baju seragamku sambil menikmati hembusan angin yang langsung menyentuh kulit dadaku. Kurebahkan tubuhku di atas sofa sambil mengganti-ganti channel tv. Tiba-tiba kurasakan tasku bergetar. Kucek, rupanya smartphoneku yang masih dalam mode silent. Sebuah panggilan telepon masuk.

Namun aku seperti tidak percaya dengan nama yang muncul di layar smartphoneku. "Kak Chandra." Orang yang tidak saja pernah melihat dadaku, namun juga pernah meremasnya.

Bersambung

Labels:

Thursday, June 23, 2022

KISAH DINDA Bagian 6

Bad Day

Siang itu, cuaca sedikit mendung. Aku sedikit cemas jika nanti turun hujan ketika jam pulang tiba. Sebenarnya aku bisa saja pulang lebih awal. Karena di jam pelajaran terakhir ini, guruku hanya memberikan tugas yang sebenarnya sudah kuselesaikan sejak tadi. Aku sibuk dengan handphoneku sendiri ketika teman-temanku sedang mencontek hasil kerjaanku.

Tak terasa bel tanda pelajaran usai telah berbunyi. Teman-temanku segera mengumpulkan tugas di meja guru dan bergegas pergi, dengan alasan siapa yang terakhir mengumpulkan harus membawa tumpukan hasil tugas tersebut ke ruang guru. Namun seperti biasa, temanku yang juga ketua kelas selalu mengalah dan mau menjadi sukarelawan untuk melakukan tugas tersebut.

"Eh, biar aku aja gas..." kataku kepada Bagas yang sedang merapikan tumpukan tugas di meja guru. Sementara temanku yang lain telah pergi meninggalkan kami berdua.

"Serius?" jawabnya. "Iya... gak papa... aku mau sekalian ke ruang guru kok..." jawabku. "Yaudah, bagi 2 aja kalo gitu..." katanya.

"Eh gausah... aku bisa sendiri kok... kamu pulang aja gapapa..." jawabku sambil mengambil alih tumpukan tugas tersebut.

"Yaudah kalo gitu.... aku duluan ya...." kata Bagas sambil meninggalkanku di dalam kelas sendiri.

Sambil membalasnya dengan senyum, aku memperhatikannya sampai benar-benar meninggalkan kelas. Setelah dia pergi, aku kembali ke tempat dudukku yang sedikit berada di paling belakang. Bukan untuk duduk atau apa, aku hanya ingin mengambil spot yang tidak dapat dilihat dari luar ruang kelas.

Setelah yakin orang-orang yang sedang lewat di depan ruang kelas tidak dapat melihat posisiku, kunaikkan rok panjang seragamku sampai ke pangkal paha hingga tanganku dapat meraih celana dalamku. Dengan cekatan, aku langsung menurunkan celana dalamku hingga lolos dari kakiku dan langsung mengembalikan posisi rokku seperti semula. Setelah itu, kumasukkan celana dalamku ke dalam tas. Barulah dengan kondisi tanpa celana dalam tersebut aku melanjutkan aktivitas selanjutnya.

Seperti itulah kebiasaanku sekarang ini. Jika sedang tidak berhalangan, aku selalu memilih pulang terakhir untuk menyempatkan diri melepas celana dalamku sebelum pulang. Memangterkesan seperti kurang kerjaan, siapapun yang tahu kebiasaanku ini pasti berpikir aku telah

gila. Tapi inilah hobiku, dan aku merasakan kesenangan dari aktivitas tersebut.

Mungkin kalian berpikir kesenangan apa yang di dapat dari melepas celana dalam. Sebagai

eksibisionis, hal sederhana namun aneh tersebut terasa begitu menyenangkan. Yang pertama

adalah rasa deg-degan yang timbul ketika dengan sembunyi-sembunyi aku menaikkan rokku

untuk melepas celana dalam, padahal di dekatku banyak orang yang sedang lalu-lalang. Yang

kedua adalah ketika aku berjalan di sekeliling orang-orang dengan tidak memakai celana

dalam.

Lalu kenapa aku tidak memakai celana dalam sejak awal saja? Kenapa aku masih tetap

memakai celana dalam ke sekolah kalau ujung-ujungnya aku ingin melepasnya?

Seperti kalian tahu, rok SMA kebanyakan sedikit ketat. Sehingga tidak hanya menampakkan

bentuk pinggul, tapi juga garis celana dalam yang tercetak dari dalam. Oleh sebab itu, jika aku

tidak memakai celana dalam, teman-temanku pasti akan curiga jika memperhatikannya.

Tapi bukan berarti aku tidak pernah mencobanya. Aku pernah beberapa kali mencoba ke

sekolah tanpa mengenakan pakaian dalam. Iya, tidak hanya celana dalam, tapi juga tanpa bra.

Biasanya hal ini kulakukan pada hari Jumat/Sabtu. Karena pada hari itu seragam yang dipakai

di sekolahku berupa baju semacam batik dan juga jam sekolah yang lebih pendek. Tentu saja

aku tidak berani menggunakan baju OSIS tanpa mengenakan bra karena bahannya yang

sedikit tipis. Walaupun sebenarnya area dadaku masih ketutup oleh jilbab, aku masih ragu

untuk melakukannya. Meskipun tanpa memakainya, aku masih tetap membawa pakaian

dalamku di dalam tas untuk berjaga-jaga. Aku juga menyediakan 2 buah plester luka yang

kugunakan untuk memplester putingku jika sewaktu-waktu mengeras dan juga menghindari

gesekan dengan baju seragamku yang bisa menyebabkan timbulnya nafsu.

****

Keesokan harinya....

Dinginnya pagi menusuk tubuh telanjangku ketika aku keluar dari kamar mandi di kamarku.

Kuusapkan handuk pada tubuhku untuk memastikan tidak ada lagi bulir-bulir air yang masih

menempel di kulitku. Tidak lupa juga kukeringkan daerah kemaluanku yang tadi baru saja

'kurapikan' rambut-rambut yang menutupinya.

Kubuka lemari pakaianku, kuambil satu pasang seragam dan langsung memakainya tanpa

didahului dengan pakaian dalam apapun. Hari ini adalah hari Jumat, aku sudah berancana

untuk tidak mengenakan pakaian dalam pada hari ini. Namun tidak seperti biasanya, aku tidak

akan membawa pakaian dalamku di dalam tasku. Karena seperti aksiku sebelumnya, pada

akhirnya pakaian dalam yang kubawa tersebut tidak jadi kupakai. Aku tetap tanpa pakaian

dalam sampai jam sekolah selesai dan bahkan sampai rumah lagi.Setelah semuanya siap dan memastikan penampilanku tidak mencurigakan, aku lanjut sarapan

dengan kedua orang tuaku dan langsung berangkat ke sekolah setelahnya.

Tidak terjadi suatu hal yang aneh di sekolah pada saat itu. Aku beraktivitas seperti biasanya

meski dibalik seragamku tidak ada pakaian dalam satupun yang menempel.

Kulihat jam masih menunjukkan pukul 10 pagi ketika aku keluar kelas. Aku keluar lebih cepat

karena kelas dibubarkan lebih awal karena para guru ada agenda lain. Karena masih terbilang

pagi, kuputuskan untuk mampir ke tempat Kak Naya.

Meskipun masih pagi, matahari mulai terik. Terbukti keringatku sudah bercucuran ketika sampai

di tempat Kak Naya. Ketika sampai di kamarnya, aku langsung masuk begitu saja karena

memang sudah biasa. Begitu masuk, aku mendapati kamar Kak Naya kosong. Namun aku

mendengar suara keran air dari dalam kamar mandi yang tertutup pintunya. Tumben Kak Naya

menutup pintu kamar mandinya, pikirku.

Setelah menutup kembali pintu kamar, langsung kunyalakan kipas angin yang ada di kamar Kak

Naya. Langsung kurebahkan tubuhku di tempat tidur sembari kedua tanganku mulai membuka

kancing bajuku. Setelah semuanya terlepas, kusibakkan bajuku sehingga tubuh bagian atasku

benar-benar terbuka. Membuat sejuknya hembusan kipas angin langsung menyentuh kulit perut

hingga area dadaku yang sudah tidak tertutup apa-apa. Kunikmati saat-saat ini dengan

memejamkan mata.

Kudengar suara air keran dari kamar mandi telah berhenti. Sesaat kemudian juga kudenga

suara pintu kamar mandi terbuka. Sepertinya Kak Naya sudah selesai.

"Tumben pintunya ditutup kak... " kataku sambil tetap memejamkan mata.

Tidak ada balasan dari Kak Naya. Sesaat kemudian aku malah mendengar suara yang tidak

kusangka.

"Ehem, sorry din..." katanya.

Aku terkejut, karena jawaban yang kudengar bukanlah suara Kak Naya. Jelas-jelas ini adalah

suara cowok! Segera aku membuka mata dan melihat siapa orang tersebut.

"Kak Chandra?!" teriakku kaget melihat sosok yang keluar dari kamar mandi tadi ternyata

adalah Kak Chandra. Dengan panik aku segera mengancingkan bajuku lagi.

"Sorry din... tadi aku gak sengaja liat....." katanya yang saat ini membalikkan badan berusaha

untuk melihatku dengan kondisi setengah telanjang ini.

Kenapa Kak Chandra bisa masuk kesini? Bukannya tidak boleh ada cowok yang masuk ke

kosan ini? Ah.... sial, pasti Kak Chandra melihat dadaku. Aku mengutuk diriku sendiri, karenakecerobohanku ini membuat Kak Chandra melihat ketelanjanganku. Ini adalah pertama kalinya

ada cowok yang melihat langsung tubuh telanjangku meski hanya setengahnya.

Tidak terasa aku mulai menitikkan air mata. Aku memang cengeng. Aku memang aneh, punya

kesukaan memamerkan tubuh tapi takut jika tubuhku dilihat orang secara langsung. Mungkin

inilah konsekuensi dari apa yang kulakukan. Meskipun tidak dalam kondisi yang 'sengaja' untuk

memamerkan, malah ada orang yang dapa melihat bagian tubuh telanjangku. Siapa yang

menyangka kalau tiba-tiba ada Kak Chandra di kamar Kak Naya? Padahal aku sudah biasa

bertelanjang di kamar Kak Naya, namun sepertinya hari ini adalah hari sialku.

Yang paling kutakutkan adalah bagaimana Kak Chandra memandangku sekarang. Aku

kepergok tidak mengenakan bra, seenaknya saja membuka baju di kamar orang. Apa yang

akan dipikirkan Kak Chandra setelah melihatku tadi? Apakah Kak Chandra akan mengecapku

sebagai cewek yang tidak baik-baik?

"Udahan din?" tanya Kak Chandra bermaksud menanyakan apakah aku sudah memakai lagi

bajuku.

Aku tidak menjawabnya. Hanya suara sesenggukan akibat tangisku.

Kak Chandra mencoba membalikkan badan untuk melihatku. Sesaat kemudian dia

menghampiriku yang terduduk melipat kakiku di depan dadaku seolah-olah melindungi tubuhku

dari tatapan Kak Chandra meski sebenarnya bajuku sudah terkancing lagi.

"Din... sorry banget..... aku nggak sengaja tadi... aa-aku gak tau kalo tadi ada kamu disini..."

katanya yang sekarang duduk di sebelahku.

Aku tetap tidak menjawabnya. Aku tetap menundukkan kepalaku berusaha agar wajah maluku

tidak dilihat olehnya. Sesekali aku menyeka air mataku.

"Din... aku harus ngapain? Tampar aku deh kalo emang aku udah kurang ajar... please maafin

aku...." lanjutnya.

Aku masih tetap membisu.

"Yaudah deh din... kayaknya mending aku pulang aja... tapi sekali lagi, aku minta maaf yang

sebesar-besarnya...." katanya sambil beranjak pergi dari kamar.

"Kak..." kataku pada Kak Chandra sebelum dia pergi.

"Iya?""Jangan bilang-bilang Kak Naya..." kataku lirih.

Kak Chandra mengangguk dan setelah itu dia pergi meninggalkanku sendiri di dalam kamar.

****

Tak lama setelah itu, Kak Naya kembali ke kamar. Sebelumnya aku telah menyeka air mata dan

berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Lho? Kamu disini din? Udah dari tadi?" kata Kak Naya terkejut dengan kehadiranku.

"Belum lama sih kak.." jawabku.

"Trus Chandra mana?" tanyanya.

"Ee.... udah pergi kak... katanya buru-buru tadi..." jawabku.

"Lho gimana sih? Udah dibeliin makanan malah pergi... Udah lama perginya?" tanyanya.

"Barusan aja kok..." jawabku.

Kak Naya terlihat mengambil handphonenya. Mungkin dia sedang menelpon Kak Chandra.

"Duh... kemana sih ini anak... pergi gak bilang-bilang, telpon gak diangkat..." ketus Kak Naya.

"Udah kak... mungkin Kak Chandra emang ada urusan mendadak... tadi dia juga gak ngomong

apa-apa kok, langsung nyelonong gitu aja pas aku datang..." jelasku yang sedikit berbohong.

"Yaudah lah.... kamu aja deh yang makan nih makanan... sayang, udah kebeli..." katanya.

Kami lanjut menyantap makanan yang dibeli Kak Naya.

"Kak.."

"Ya?" jawabnya.

"Kok Kak Chandra bisa masuk kesini sih?" tanyaku.

"Ohh.. udah 3 hari ini satpam kos gak ada... katanya sih lagi pulang kampung... jadi ya gitu...

tuh anak kamar bawah pada bawa masuk cowoknya semua..." jawabnya.

"Trus Kak Chandra udah disini dari kapan?" tanyaku.

"Kemaren""Kak Chandra nginep?" tanyaku.

"Iya..." jawabnya santai.

"Berarti Kak Naya sama Kak...." kataku yang segera dipotongnya.

"Heh! Gausah mikir yang macem-macem! Kita gak ngapa-ngapain...! kemaren Chandra cuma

main aja... trus malemnya pas mau pulang gak aku bolehin, soalnya ujan... jadi ya aku suruh

nginep aja...." jelasnya.

"Trus kalian ngapain aja?" tanyaku.

"Ih, kepo banget sih... ya banyak.. ngobrol, nonton film..." jawabnya ketus.

"Kak Naya pake baju kan?"

"Pake.... Chandra juga pake....." jawabnya kesal.

"Pake baju apa?" tanyaku lagi.

"Tuh!" kata kak Naya sambil menunjuk setelan baju tidur berupa kaos lengan pendek dan

celana panjang yang tergantung di belakang pintu.

"Pake daleman gak?"

"Gak! Udah ah... nanya mulu kayak wartawan... kan udah aku jelasin, kita gak

ngapa-ngapain...!" jawabnya kesal.

"Kalian tidur seranjang?"

"Gak Dinda.....! Chandra tidur di bawah... aku di kasur.... udah ah..." jawabnya.

"Ya maap... aku kan cuma penasaran..." kataku.

****

Malamnya, ketika aku hendak tidur, aku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Betapa

malunya aku ketika Kak Chandra melihat dadaku.

Namun aku berpikir. Bukankah ini sebenarnya yang aku inginkan? Bukankah ini yang sering

jadi fantasiku? Lalu haruskah aku menyesalinya?Itulah yang aneh. Aku memang shock ketika kejadian tadi siang, namun tidak sedikitpun rasa

penyesalan dengan apa yang telah aku lakukan. Rasa malu pasti ada. Namun dibalik rasa malu

itu, terselip sedikit rasa senang. Senang karena aku telah berhasil mewujudkan salah satu

fantasiku. Senang juga karena yang melihatku tadi adalah Kak Chandra, dan bukan orang

asing.

Aku terus membayangkan bagaimana ekspresi Kak Chandra ketika melihatku tadi. Apakah dia

terkejut? Sepertinya iya. Lalu, apakah dia suka dengan bentuk tubuhku? Apakah dia

terangsang setelah melihatku? Ah, kenapa aku selalu terbayang-bayang dengan wajah Kak

Chandra?

Tanpa disadari tanganku mulai bergerilya di kemaluanku. Aku memang sedang dalam kondisi

telanjang, karena memang sudah kebiasaanku untuk tidur dengan bertelanjang.

Ah... kenapa aku terangsang dengan hanya memikirkan Kak Chandra? Apakah aku

menyukainya? Ah jangan! Kak Chandra sudah punya pacar, dan pacarnya adalah kakak

sepupuku sendiri.

Aku berusaha menampik pikiran-pikiran tersebut. Namun aku malah semakin terbayang dengan

sosok Kak Chandra. Betapa gentle-nya dia tadi ketika meminta maaf kepadaku, betapa baiknya

perlakuannya kepadaku selama ini... Ah tidak! Aku tidak bisa menghentikan ini.

Aku malah mulai membayangkan bagaimana jika Kak Chandra saat ini di sebelahku,

menontonku melakukan masturbasi, dengan ekspresi wajahnya ketika melihatku telanjang

tadi.... Ah... aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Hingga akhirnya aku mengalami orgasme.

Sebuah orgasme cepat yang bisa dibilang dikarenakan sosok Kak Chandra yang hadir dalam

fantasiku. Sepertinya aku memang memiliki rasa padanya.

Sembari mengatur nafas setelah orgasme tadi, perlahan bayang-bayang Kak Chandra mulai

berubah. Aku seperti mencemaskan sesuatu. Aku takut, takut jika Kak Chandra mungkin akan

mengubah perlakuannya kepadaku setelah kejadian tadi. Takut jika Kak Chandra akan

mengecapku sebagai cewek murahan. Dan takut jika Kak Chandra akan selalu menghindar

dariku.

Ah... kini aku merasa menyesal. Tidak seharusnya aku memperlakukannya seperti tadi,

seolah-olah kejadian tadi adalah salah Kak Chandra sehingga harus membuatnya meminta

maaf kepadaku. Padahal yang seharusnya minta maaf adalah aku. Akulah yang salah, akulah

yang ceroboh.

Haruskah aku meminta maaf ke Kak Chandra? Ah, tapi aku tidak punya kontaknya. Jika aku

minta kontak ke Kak Naya, pasti dia akan curiga. Dan dari semua yang membuatku sedih

adalah aku kembali menyadari jika Kak Chandra adalah pacar Kak Naya yang tidak seharusnyaaku kagumi. Mungkin sebaiknya aku mundur, sebaiknya aku menghindari pertemuan dengan

Kak Chandra agar perasaan ini segera hilang.

****

Sebulan kemudian, aku sudah sedikit melupakan kejadian tersebut. Aku masih sering main ke

tempat Kak Naya, hanya saja sebelum ke tempatnya aku pasti bertanya terlebih dulu ke Kak

Naya apakah dia ada di kos atau tidak. Tidak hanya untuk mencari tahu apakah Kak Naya di

kos atau tidak, tapi lebih tepatnya untuk mencari tahu apakah dia sendiri di kamar atau tidak.

Tentunya aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi.

Selama main ke tempat Kak Naya aku juga masih melakukan kebiasaan yang sama, yaitu buka

baju seenaknya meski tidak sampai telanjang bulat seperti Kak Naya. Beberapa hari yang lalu

aku juga kembali menginap di tempat Kak Naya. Hampir sama seperti kegiatan menginapku

sebelumnya, kami menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bertelanjang hingga tidur.

Bedanya, kali ini kami tidak 'main lesbi'. Main lesbi adalah istilah yang dipakai Kak Naya ketika

kami saling menyentuh tubuh kami masing-masing. Namun sebenarnya tentu saja kami bukan

lesbian. Kak Naya masih menyukai lawan jenis, terbukti dengan adanya pacar, yaitu Kak

Chandra. Sedangkan aku juga masih merasa menyukai lawan jenis, meskipun sosok laki-laki

yang kusukai adalah pacar orang haha. Kami 'main lesbi' semata-mata karena kedekatan kami,

saling terbuka satu sama lain, dan sama-sama menyukai hal yang sama khususnya dalam hal

seks.

Aku akui kenapa kami sama-sama menyukai hal tersebut adalah karena peran Kak Naya yang

memperkenalkanku dengan dunia tersebut. Baik dari masturbasi, kebiasaan untuk memakai

baju seadanya, hingga suka memamerkan tubuh di tempat umum, semua karena Kak Naya

yang mengajariku.

Dimulai dari masturbasi. Untuk sekarang, bisa dibilang masturbasi adalah kebutuhan yang

harus dipenuhi olehku. Jika tidak berhalangan, aku bisa melakukan masturbasi 3 kali dalam

seminggu atau bahkan hingga beberapa kali dalam sehari jika benar-benar dalam keadaan

diluar kontrol.

Sedangkan untuk kebiasaan memakai pakaian 'seadanya', juga makin sering kulakukan setelah

melihat Kak Naya dengan kebiasaan tersebut. Selain sering menikmati ketelanjangan ketika di

dalam kamar, aku juga makin sering untuk tidak memakai pakaian dalam dalam keseharianku

baik di dalam maupun di luar rumah.

Terakhir, kesukaan untuk memamerkan tubuh di tempat umum atau yang biasa disebut

eksibisionis. Dalam hal ini aku tidak segila Kak Naya. Aku tidak memiliki keberanian seperti Kak

Naya untuk melakukannya. Namun kegiatan ini adalah salah satu fantasi yang paling sering

bayangkan ketika bermasturbasi. Jadi bisa dibilang aku sangat ingin melakukannya, namun aku

takut.Kebanyakan, eksib yang tergolong sangat nekat untuk dilakukan, aku lakukan bersama Kak

Naya. Beberapa yang kulakukan sendiri, paling mentok paling hanya ke sekolah tanpa pakaian

dalam. Padahal dalam fantasiku, aku selalu ingin merasakan bagaimana jika aku bertelanjang

di sekolah. Aku memang memiliki obsesi yang simple, yaitu ingin merasakan bagaimana

rasanya bertelanjang di tempat-tempat yang paling sering kukunjungi, salah satunya sekolah.

Aku memang pernah bertelanjang di sekolah bahkan dengan masturbasi. Namun itu hanya

kulakukan di dalam toilet. Tentu saja fantasiku lebih dari itu. Aku selalu membayangkan

bagaimana rasanya beraktifitas di sekolah tanpa memakai baju sehelaipun. Bertelanjang saat

mengikuti pelajaran di dalam kelas, jajan di kantin, dan aktivitas lainnya. Jelas aku tidak

mungkin melakukan hal tersebut, namun seharusnya aku bisa untuk sekedar bertelanjang di

tempat-tempat tersebut secara sembunyi-sembunyi. Hingga tibalah hari ini....

Hari ini adalah hari Sabtu, awalnya aku tidak ada sedikitpun niatan untuk 'iseng' di sekolah. Aku

tetap mengenakan pakaian dalam yang lengkap saat ke sekolah. Namun keinginan untuk

'beraksi' itu timbul ketika jam pelajaran telah usai. Aku tidak lagi melakukan ritual melepas

celana dalam di kelas setelah sekolah usai. Aku ingin sesuatu yang lain.

Ketika teman-temanku menuju tempat parkir dan gerbang sekolah, aku malah menuju kantin

yang letaknya di bagian belakang. Aku menuju kesana karena aku memang ingin membeli

sesuatu untuk diminum.

Ketika sampai sana, kulihat semua warung di kantin sudah mulai tutup, kecuali 'kantin kejujuran'

dimana kantin ini tidak memiliki penjaga. Kantin ini memang disediakan oleh sekolah untuk

melatih kejujuran siswanya. Bagi yang hendak membeli di kantin, tinggal mengambil

makanan/minuman yang ingin dibelinya, setelah itu langsung meninggalkan uang sesuai harga

ke tempat yang sudah sediakan. Aku segera masuk ke kantin yang berbentuk seperti kios

tersebut untuk membeli minum.

Ketika hendak mengambil minuman kemasan botol dari lemari pendingin, aku merasa tempat

ini adalah tempat yang pas untuk melakukan aksi. Bagian depan kantin ini tertutup oleh rak

makanan yang menutupiku dari pandangan luar meski hanya sebatas pinggang.

Sebenarnya kantin ini menghadap langsung ke arah tempat parkir siswa, dimana saat ini

sedang ramai oleh siswa yang sedang mengantre keluar sekolah. Tapi karena jarak tempat

parkir tersebut yang cukup jauh dengan posisi kantin, sepertinya orang-orang yang sedang

berada disana tidak akan terlalu memperhatikan ke arah posisiku ini. Yang menjadi masalah

sebenarnya adalah ada 3 orang di depan kantin yang sedang membereskan

warung-warungnya.

Dengan terus memperhatikan mereka, perlahan aku sedikit merundukkan tubuhku. Setelah

memastikan mereka tidak dapat melihat bagian bawah tubuhku, perlahan kunaikkan ujung rok

seragamku. Perlahan namun pasti, ujung rokku kunaikkan hingga pahaku. Aku tidak berani

menaikkannya terlalu tinggi karena aku merasa itu terlalu beresiko. Setelah kurasa cukup tinggi,tangan kiriku menahan ujung rok sementara tangan kananku masuk ke dalam rok untuk

menggapai pinggiran celana dalamku.

Tanganku agak kesulitan untuk menurunkan celana dalamku, karena kurang leluasa untuk

menggapainya. Namun setelah sedikit menaikkan rokku lebih ke atas serta merapatkan kedua

kakiku, akhirnya sedikit demi sedikit aku dapat menurunkan celana dalamku.

Ketika aku sudah berhasil menurunkan celana dalamku hingga paha, tiba-tiba muncul

seseorang dari samping kantin. Aku tidak menyangka akan ada orang yang datang dari arah

tersebut, karena aku hanya mengawasi 3 orang yang tadi ada di depan kantin. Orang tersebut

adalah salah satu guru di sekolahku, Pak Yuda namanya.

Seperti dugaanku, beliau akan menuju ke tempat yang kudatangi sekarang untuk menutup kios.

Pak Yuda memang bertugas untuk mengelola kantin kejujuran ini. Dengan panik, langsung

kukembalikan lagi posisi rokku, padahal celana dalamku masih 'nyangkut' di pahaku. Untungnya

aku masih punya waktu untuk membetulkan posisi rokku karena beliau sempat berhenti untuk

menyapa salah satu penjaga kantin.

"Eh pak.. udah mau ditutup ya?" sapaku kepada Pak Yuda saat masuk ke kios.

"Iya... udah belum belinya?" jawabnya.

"Ini, tinggal bayar kok..." kataku sambil meraih uang dari saku rokku dan meletakkannya ke

kotak yang sudah disediakan. Setelah itu, aku bergegas pergi.

"Lho, gak mau ambil kembaliannya?" tanya Pak Yuda.

"Ah gausah pak, gapapa kok.." jawabku, dan langsung bergegas pergi.

Jika ada yang memperhatikanku berjalan, pasti dia akan melihat keanehan dengan gerakanku.

Itu karena celana dalamku yang tertahan di pahaku. Seiring dengan langkah kakiku, celana

dalamku makin lama makin melorot. Aku sebisa mungkin menahannya agar tidak jatuh sampai

ujung kakiku. Karena jika terjatuh, pastilah celana dalam tersebut akan terlihat oleh orang lain.

Dengan berjalan sangat hati-hati, aku menuju salah satu tempat duduk di lorong sekolah. Aku

sudah tidak dapat lagi menahan celana dalamku yang sudah diujung betis. Aku duduk di tempat

duduk panjang tersebut sambil melihat keadaan sekitar. Sebenarnya kondisi sekolah sudah

sedikit sepi karena kebanyakan sudah pada pulang.

Saat mendapati lorong sekolah sudah tidak ada lagi yang lewat, aku segera melepas celana

dalamku. Dengan menggerakkan kedua kaki sedemikian rupa, hingga akhirnya celana dalamku

jatuh ke mata kaki ku. Dengan cepat langsung kuambil celana dalamku dan memasukkannya

ke dalam tas.Sekarang aku sudah tidak bercelana dalam seperti biasanya. Hanya saja yang kulakukan

sekarang lebih mendebarkan dan merepotkan dari yang sebelumnya biasa aku lakukan.

Pertanyaannya adalah, sekarang apa? Apakah aksiku berhenti dengan begini saja dan pulang,

atau aku harus mencoba tantangan lain?

Aku sempat termenung agak lama di lorong sekolah tersebut, memikirkan apa yang akan

kulakukan berikutnya. Hingga akhirnya aku beranjak, dan berjalan menyusuri lorong sekolah.

Kulihat keadaan sudah benar-benar sepi, aku sudah tidak lagi menemui seseorang di area

lorong. Mungkin beberapa guru masih berada di ruang guru, namun aku memilih berjalan

menjauhi ruang guru. Hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang penjaga sekolah yang

sedang mengunci pintu ruang-ruang kelas.

Penjaga sekolah tersebut mengunci setiap pintu ruang kelas yang dilewatinya. namun ketika dia

sampai ke ruang kelas yang tepat berada di sebelahku, dia hanya menutup pintunya, tanpa

menguncinya.

"Kok yang ini gak dikunci pak?" aku menegurnya yang terlihat sedang tergesa-gesa.

"Oh yang ini emang udah rusak pintunya, udah biasa gak dikunci..." jawabnya yang langsung

dilanjutkan berjalan menuju ruang kelas berikutnya.

Tiba-tiba aku mendapat ide.

Aku hanya berdiri di depan ruang kelas yang tidak dikunci tersebut sambil melihat si penjaga

sekolah menyusuri tiap ruang kelas. Ketika dia sudah sampai ruang kelas terakhir, dia kembali

berjalan menuju arahku.

"Lho kok gak pulang?" tegurnya ketika kami kembali berpapasan.

"Eh gak pak, udah ada janji mau ngerjain tugas bareng temen di sekolah..." jawabku asal.

"Oh... nanti kalo mau pulang lewatnya gerbang belakang aja ya.... gerbang depan udah di kunci

soalnya..." jelasnya.

"Iya pak... makasih..."

Si penjaga sekolah pun meninggalkanku. Setelah kulihat dia berbelok ke lorong sekolah yang

lain, dengan diam-diam aku membuka pintu ruang kelas yang tidak dikunci. Setelah

memastikan tidak ada yang melihat, aku pun menyelinap masuk ke dalam ruang kelas tersebut

dan langsung menutup pintunya.Suasana ruang kelas ini sangat gelap jika lampu di ruangan tidak dinyalakan. Itu karena di sisi

lain ruang ini merupakan sebuah tembok pagar setinggi 2 meter yang membatasi area sekolah

dan jalan raya. Membuat cahaya dari luar terhalang untuk masuk.

Sebenarnya aku sedikit ngeri ketika berada di dalam ruang ini sendirian. Kalau bukan karena

obsesi gilaku, aku tidak akan berani berada disini.

Aku mulai mengeksplor ruang ini. Aku menuju jendela besar yang mengarah langsung ke

tembok pagar. Jendela ini bisa dibuka lebar yang bahkan bisa untuk menyelinap masuk ketika

terbuka. Dari jendela ini, kulihat jarak antara ruang kelas dan tembok mungkin tidak sampai 1

meter. Bagian bawahnya sudah ditumbuhi rumput liar, dan banyak sampah kertas yang pasti

dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Celah sempit ini memanjang dari ujung

hingga ke ujung sekolah yang lain.

Aku kembali ke jendela depan dan melihat keadaan di luar sudah sepi. Mungkin tidak akan ada

lagi yang melintas di depan ruang kelas ini, karena ruang ini berada sedikit paling ujung. Hanya

yang akan menuju toilet yang memiliki alasan untuk melewati lorong di depan ruang ini.

Tanpa pikir panjang, kuangkat rokku hingga perut, menampakkan bagian tubuhku yang sudah

tidak tertutup apa-apa. Aku duduk diatas meja di dekat jendela, dengan kulit pantat yang

lansung menempel dengan meja. Sambil tetap mengawasi keadaan luar, tanganku mulai

membelai kemaluanku yang ternyata sudah basah oleh lendirku sendiri.

Aaahh...

Tidak butuh waktu lama untuk membuat jari tangan kananku terlumuri lendir ketika membelai

belahan kemaluanku. Sementara tangan kiriku yang dari tadi menahan rokku agar tetap

terangkat mau tidak mau harus membantuku menahan tubuhku yang sudah mulai tidak kuat

menahan gempuran kenikmatan. Memang tidak biasanya aku masturbasi dengan posisi duduk

seperti ini. Biasanya aku akan duduk sambil bersandar, atau dengan posisi tidur sekalian. Kali

ini tangan kiriku harus menopang tubuhku agar tidak terjatuh ke belakang, membuat rok

panjangku tidak lagi trtahan pada posisinya dan menganggu tangan kananku yang sedang

bertugas di kemaluanku.

Merasa tidak puas, aku pun turun dari meja. Kulepaskan ikat pinggang yang melingkar di

pinggangku dan memasukkannya ke dalam tas. Sejurus kemudian, aku langsung melepas kait

rokku dan menurunkan resletingnya. Dengan satu tarikan, rok panjangku terlepas dan jatuh ke

lantai. Sekarang aku sudah benar-benar setengah telanjang.

Aku sangat was-was, dan kembali melihat kadaan luar untuk kesekian kalinya. Karena ragu,

aku menggeser salah satu meja terdekat ke arah pintu agar mengganjalnya. Ini kulakukan agar

setidaknya memberiku rasa lebih aman.Haruskah aku melepas semua pakaianku? Aku kembali dilanda keraguan. Aku ingin sekali

melepas semua bajuku, namun aku masih takut jika ada orang yang akan memergokiku.

Apalagi pada saat aku kembali melihat ke jendela, aku masih melihat beberapa orang yang

masih lalu-lalang gedung lain, meskipun tidak terlalu sering. Akhirnya karena ragu, aku masih

tetap memakai bajuku. Setidaknya aku masih dapat menikmati ke-setengah-telanjangan-ku di

ruangan ini.

Dengan setengah telanjang, aku berkeliling menyusuri tiap sudut ruang. Duduk di salah satu

kursi, dan berpura-pura mengikuti pelajaran. Inilah salah satu fantasi yang biasa aku bayangkan

ketika bermasturbasi. Kemudian aku kembali maju ke depan. Kini aku membayangkan

seolah-olah aku sedang disuruh maju kedepan oleh guruku. Aku berpura-pura menulis sesuatu

di papan tulis, sambil membungkuk dan dengan sangaja memamerkan pantatku. Aku

membayangankan bagaimana rasanya jika hal ini benar-benar terjadi, bagaimana rasanya jika

pantatku benar-benar sedang menjadi tontonan oleh teman-temanku.

Selanjutnya, aku menuju meja guru. Sambil berdiri membelakangi kelas, aku

menggesek-gesekkan kemaluanku pada salah satu sudut meja guru. Sedikit geli, namun

bukannya enak, malah sakit yang kudapat. Kemudian, aku melihat sebuah spidol besar

tergeletak di meja. Kuhentikan aksiku dan mengambil spidol tersebut.

Dengan spidol di tangan, aku duduk di kursi guru. Yang dilanjutkan dengan mengangkat kedua

kakiku ke atas meja. Aku agak kesulitan menaikkan kakiku karena meja guru ini terbilang tinggi,

ditambah ada vas bunga yang membuatku harus hati-hati agar tidak menyenggolnya. Akhirnya

dengan susah payah, kedua kakiku sudah berada diatas meja, membuatnya mengangkang

sangat lebar karena masing-masing kakiku berada di ujung meja.

Dengan posisi seperti ini, kutempelkan spidol yang kubawa dan menggesek-gesekkannya pada

permukaan kemaluanku. Tanganku membuka sedikit permukaan kemaluanku, agar spidol yang

kutempelkan secara vertical dapat menyentuh titik sensitifku. Selain menahan desahan, aku

juga senyum-senyum sendiri. Karena apa yang kulakukan sekarang mengingatkanku pada

peristiwa pertama kali aku mengenal masturbasi.

Semakin lama permukaan spidol yang kupegang semakin licin karena terlumuri lendir yang

keluar dari kemaluanku. Hingga membuatku sedikit kesulitan untuk memegangnya. Tiba-tiba

jariku tidak dapat lagi mengendalikan spidol yang kupegang. Aku malah tidak sengaja membuat

tutup spidol tersebut terbuka, dan menyebabkan sebuah coretan memanjang di atas

kemaluanku karena terkena ujung spidol yang saat ini terjatuh ke lantai.

Melihat ada coretan di perutku, malah membuatku sedikit iseng. Kuambil lagi spidol yang

terjatuh tadi. Kulanjutkan coretan tersebut dengan menambahkan berbagai ornamen dengan

spidol yang kupegang. Jadi sementara tangan kiriku melanjutkan tugas pada kemaluanku,

tangan kananku malah mencoret-coret tubuhku sendiri dengan spidol. Coretan kubuat ternyata

juga tidak sengaja mengenai ujung bajuku. Hal ini malah membuat keinginan untuk membuka

baju kembali timbul.Setelah berpikir sejenak dan menyadari keadaan luar sudah benar-benar sepi, akhirnya

kuberanikan diri untuk membuka bajuku. Masih dengan posisi duduk mengangkang dengan

kedua kaki di atas meja, satu persatu kubuka kancing bajuku dimulai dari yang paling bawah.

Hingga akhirnya semua kancing bajuku terlepas, kusibakkan bajuku meski

tanpa

melepaskannya. Kini telah terlihat perut rataku dan sebuah bra yang menutupi buah dadaku.

Tanganku kembali mengelus-elus kemaluanku, sementara tangan satunya kembali

mencoret-coret tubuhku yang sekarang sudah sampai perut bagian atas. Kuangkat cup braku

sehingga payudaraku menyembul keluar dari bawahnya. Akhirnya dadaku berikut putingnya

juga tak luput dari kejahilan tanganku dengan spidol. Entah bagaimana reaksi orang ketika

melihat kondisiku sekarang ini. Setengah telanjang, dan dengan tubuh penuh coretan.

Lama-lama, aku merasa pegal juga dengan posisi seperti ini. Kuturunkan kakiku, dan beranjak

berjalan menuju ke jendela lagi. Aku tidak lagi melihat keberadaan orang dari sudut pandangku

sekarang. Hal ini membuatku semakin nekat.

Aku naik ke salah satu meja terdekat dengan jendela. Dengan berdiri, aku bergoyang-goyang

layaknya penari striptis. Perlahan-lahan, kulucuti bajuku sekaligus dengan branya. Dengan

hanya menyisakan jilbab dan sepatu yang masih menempel, aku membayangkan jika saat ini di

luar jendela sedang banyak orang yang sedang memujaku.

Tida-tiba aku mendengar langkah kaki. Aku segera berjongkok dan berusaha tidak bersuara.

Jantungku sangat berdebar-debar ketika suara langkah kaki tersebut semakin lama semakin

keras. Dan benar, ada seseorang yang sedang lewat di depan ruang!

Keringatku mulai mengucur deras ketika aku dapat melihat wajah cowok tersebut dengan jelas

dari posisiku. Dan seharusnya dia pun juga dapat melihatku dengan jelas, mungkin tidak hanya

kepalaku, tapi juga separuh badanku. Tapi untungnya dia tidak menoleh ke arahku, dia hanya

berjalan begitu saja tanpa mengengok ke arah jendela.

Fiuuh....

Aku lega orang tersebut tidak melihatku. Tapi bukan berarti aku tidak deg-degan lagi. Tentu saja

aku takut jika akan ada orang lagi yang melintas.

Akhirnya, masih dengan di atas meja, kuposisikan tubuhku tidur terlentang menghadap jendela.

Kuganjal kepalaku dengan tas. Sementara kakiku kutekuk, membuatnya mengangkang yang

mengarah langsung ke jendela.

Segera kutuntaskan masturbasiku yang belum selesai dengan kembali melakukan penetrasi ke

kemaluanku juga dengan dadaku. Sesaat kemudian, aku kembali mendengar langkah kaki. Dari

celah antara kedua pahaku, aku dapat melihat rambut seseorang yang sedang berjalan.Sepertinya ini adalah cowok tadi yang mungkin baru kembali dari toilet. Namun tanpa kuduga,

cowok tersebut menghentikan langkahnya tepat di depan jendela!

Apakah dia menyadari keberadaanku?

Aku tidak melihat jika dia seperti menyadari keberadaanku. Aku hanya melihat bagian atas

kepalanya saja yang diam tidak bergerak. Mengetahui hal ini, bukannya aku menghentikan

aksiku, aku malah makin mempercepat gerakan tanganku di selangkanganku.

Uuuhh...

Akhirnya aku mencapai puncaknya. Aku mendapatkan orgasme di sekolah. Fantasiku selama

ini akhirnya menjadi kenyataan. Ditambah lagi aku mendapatkan orgasme dengan keberadaan

orang yang mungkin hanya berjarak 1 meter dari kemaluanku. What a day...

Dengan masih mengatur nafas, aku masih memperhatikan kepala cowok tadi. Apa yang sedang

dilakukannya? Kenapa dia diam saja?

Sesaat kemudian aku mendengar dia menyapa seseorang. Aku juga mendengar suara langkah

lain. Sepertinya temannya juga menuju kemari.

Tiba-tiba kepala cowok tersebut mengihang dari jendela. Apakah dia pergi? Bukankah

temannya tadi menghampirinya? Apakah dia pergi bersama temannya?

Perhalan, aku bangun dari posisi tidurku dan ingin mengintip keluar jendela. Dengan hati-hati,

aku mendekatkan kepalaku dengan jendela.

Rupanya, cowok tadi masih di posisinya. Hanya saja sekarang dia duduk di kursi bersama 3

orang temannya. Iya, ternyata tidak hanya 1, namun ada 3 orang yang menghampirinya.

Bahkan aku mengenali salah satu orang tersebut. Dia adalah Bagas, ketua kelasku!

Sial, mereka malah ngobrol di depan kelas. Lalu bagaimana caraku keluar dari sini? Kalau aku

keluar, pasti Bagas akan menanyaiku kenapa aku di dalam dan apa yang kuperbuat di dalam.

Ah sial...

Sementara aku harus segera pergi dari sini agar hal-hal lain yang tidak dinginkan terjadi. Tapi

lewat mana? Tiba-tiba aku teringat dengan jendela besar yang mengarah ke tembok pagar.

Haruskah aku melompat lewat jendela itu? Meskipun aku tidak tahu celah sempit antara gedung

sekolah dan pagar tembok pagar akan berhenti dimana, sepertinya itu memang jalanku

satu-satunya.Aku segera turun dari meja dengan hati-hati. Kupungut bajuku dan langsung memakainya tanpa

memakai bra terlebih dahulu. Dengan tergesa-gesa, kuambil tasku beserta rok dan braku dan

berjalan ke arah jendela belakang. Aku sengaja tidak memakai rok terlebih dahulu karena pasti

akan mempersulit ketika aku melompati jendela.

Kubuka jendela besar tersebut. Sialnya, jika kuganjal jendela tersebut dengan ganjal jendela

yang ada, malah membuat celah yang dihasilkan menjadi sempit dan tidak dapat dilewati. Mau

tidak mau aku harus menahan jendela tersebut dengan tanganku.

Kulemparkan tas, rok dan braku ke luar jendela terlebih dulu. Sebelum dilanjutkan dengan

memindahkan tubuhku.

Dibantu dengan menaikki kursi yang kuambil. Aku mengeluarkan kaki kananku terlebih dulu

sementara tanganku menahan jendela. Hal ini mau tidak mau membuat selangkanganku harus

bergesekan dengan kusen jendela. Padahal kusen tersebut penuh dengan debu.

Dengan susah payah aku mengeluarkan tubuhku dari jendela ini. Ditambah lagi jendala yang

harus kutahan ini lumayan berat. Ternyata posisi jendela ini lumayan tinggi. Kakiku tidak dapat

menjangkau tanah. Membuatku harus melompat jika ingin keluar.

Ketika aku mencoba melompat, pantatku harus tergores sesuatu yang membuatnya sedikit

berdarah.

"Ah... kok gini amat ya...." pikirku mengasihani diriku sendiri yang harus bersusah payah setelah

melakukan aksi.

Setelah aku berhasil menganjakkan kakiku di tanah, dengan hati-hati aku menutup kembali

jendela. Dan segera kuambil barang-barangku dan berlari kecil menyusuri celah yang semakin

lama semakin sempit ini.

Rupanya celah ini mengarah kangsung ke arah tempat parkir. Setelah melihat keadaan tempat

parkir sepi, aku langsung keluar dari celah sempit tadi sebelum akhirnya aku menyadari jika aku

masih belum memakai rok!

Aku segera berbalik arah dan kembali masuk ke celah tadi. Dan dengan susah payah aku

memakai rokku karena posisiku yang kurang leluasa. Setelah memakai rokku, braku masih

berada di tanganku. Tiba-tiba aku ingat ide gila yang diutarakan Kak Naya ketika aksi kami di

pantai.

Braku tidak jadi kumasukkan ke dalam tas, namun kulemparkan ke arah tanah yang ditumbuhi

rumput liar. Braku tergeletak berada diantara sampah-sampah kertas layaknya sampah juga. Ini

adalah bukti, jika aku pernah 'telanjang' disini. Entah siapapun yang mungkin nanti akan

menemukannya, dia tidak akan tahu jika bra ini adalah milikku.Aku kembali menuju tempat parkir dan mencari posisi motorku, sebelum akhirnya aku ingat jika

hari ini aku tidak membawa motor! Itu karena motorku sedang dipinjam papaku untuk

urusannya. Pagi tadi aku diantar papaku ke sekolah, sedangkan harusnya pulangnya aku

dijemput oleh Kak Naya. Ah sial, kenapa aku bisa lupa semuanya?

Aku langsung mengambil handphone dari tasku. Dan ternyata terdapat 9 kali panggilan tak

terjawab dari Kak Naya. Segera saja kutelepon balik Kak Naya....

"Halo?!" kataku di telepon.

"Halo." jawab Kak Naya.

"Kak Naya dimana?" tanyaku.

"Dimana? Kamunya yang dimana! Aku udah nungguin di gerbang dari tadi! Kamu ditelepon gak

diangkat-angkat..." jawabnya marah-marah.

"Sorry kak... aku tadi ada urusan.... trus kak Naya dimana sekerang?"

"Aku udah dikampus lah... kuliah..." jawabnya.

"Trus aku pulangnya gimana kak?" tanyaku.

"Kamu sih... aku suruh Chandra jemput kamu aja ya..." jawabnya.

"Eh, kalo gitu gausah aja ka...." kataku yang segera dipotong olehnya.

"Udah ah... dosennya udah dateng nih... kamu nanti nunggu depan aja.." jawabnya yang

langsung menutup teleponnya.

Kak Chandra? Sial... padahal aku sedang tidak ingin bertemu dengannya...

Kak Naya sepertinya tidak menghiraukan perkataanku. Lalu apa yang harus kuperbuat

sekarang? Haruskah aku ikut dengan Kak Chandra? Sesaat kemudian handphoneku kembali

berdering.

Kulihat di layar, nomor yang asing. Ketika kuangkat... benar dugaanku. Aku mendengar suara

Kak Chandra di ujung telepon.

"Halo?" kata Kak Chandra.

"Ha..halo" jawabku gugup.

"Kamu dimana sekarang din? Aku udah di depan gerbang nih..." katanya."Ee.. ke gerbang belakang aja kak..."jawabku.

"Oke..." katanya yang langsung menutup teleponnya.

Beberapa saat kemudian Kak Chandra menghampiriku yang sudah berdiri menunggunya di

depan gerbang.

"Yuk.." katanya.

Tanpa menjawab apa-apa, aku langsung naik ke motornya. Selama perjalanan pun kami tidak

berbicara sepatah kata pun. Tiba-tiba aku langsung ingat kejadian memalukan sebulan yang

lalu. Aku yakin Kak Chandra saat ini juga mengingatnya.

This is akward...

Suasana benar-benar canggung. Tak sepatah katapun keluar dari mulut kami katika kami

berboncengan menuju rumahku. Mungkin saat ini mukaku sedang merah padam menahan

malu. Apa ya, yang sedang dipikirkan oleh Kak Chandra? Apakah dia mengingat-ingat kejadian

sebulan lalu?

Hingga akhirnya kami telah sampi di depan rumahku.

"Makasih ya kak... maaf ngerepotin...." kataku sesaat setelah turun dari motornya.

"Gak kok din.... kebetulan aku tadi lagi di deket sekolahmu...." jawabnya.

Lalu kecanggungan kembali terjadi. Lagi-lagi kami terdiam. Aku hanya menatap kosong ke

tanah, tanpa berani melakukan kontak mata dengannya.

"Emmm... kalo gitu aku langsung aja ya..." kata Kak Chandra memecah kesunyian.

"Eh kak..." kataku mencoba menahan Kak Chandra pergi.

"Ya din?"

"Mmmm... eee... anu.... soal kejadian di kos Kak Naya waktu itu..." kataku sambil gugup.

"Din... aku kan udah minta maaf.... aku bener-benar gak sengaja waktu itu..." jawabnya.

"Gak kak... harusnya aku yang minta maaf.... itu bukan salah kak Chandra kok... maaf kalo aku

udah marah ke Kak Chandra..." jelasku."Gak papa din... wajar kok kalo kamu marah.... aku gak nyangka aja bakal kejadian kayak gitu...." jawabnya.

"Eh... Kak Chandra gak cerita ke Kak Naya kan?" "Gak kok din... aku gak cerita ke siapa-siapa..." jawabnya. "Makasih kak..." "Eh... tapi.... ada yang mau aku tanyain... tapi kau jangan marah ya..." kata Kak Chandra. Aduh. Apakah Kak Chandra akan menanyakan kenapa aku tidak memakai bra waktu itu? "Ee.. nanya apa kak?" tanyaku. Aku sedikit deg-degan menunggu apa yang akan dia tanyakan.

"Anu.... kok kayaknya ada yang aneh ya sama baju kamu..." jawabnya. Sontak aku langsung melihat bajuku sendiri. Ternyata aku mendapati baju seragamku tidak terkancing sempurna!

2 kancing teratas bajuku tidak masuk ke lubang yang seharusnya, membuat sebuah celah yang cukup lebar tepat di daerah belahan antara kedua payudaraku! Kak Chandra pasti dapat melihat langsung kulit dadaku. Malah mungkin semua orang dapat melihatnya! Karena secara tidak sadar bajuku sudah terbuka selama perjalanan dari sekolah menuju rumahku. Pasti ini karena aku terburu-buru memakainya.

Ah sial.... kenapa ini harus terjadi lagi? lalu apa yang harus kujelaskan ke Kak Chandra? Sebulan lalu dia sudah mendapatiku tidak memakai bra di balik seragam sekolahku, dan kali ini terjadi lagi.... dan bahkan lebih parah.

Bersambung.

Labels:

Saturday, June 18, 2022

KISAH DINDA Bagian 5

 sapa kak Naya ke cewek yang selanjutnya kuketahui bernama Niken.

"Ada janji nih sama temenku.." jawab Niken yang tetap sambil berlalu menuju tangga ke lantai 1.

"Ati-ati ken..." kata kak Naya.

Aku sempat terdiam melihat percakapan antara kak Naya dan Niken tersebut. Sesaat kemudian, kak Naya membalikkan badannya. Dengan tertawa, dia mengelus-elus dadanya sendiri seolah-olah lega akan sesuatu.

"Kamu liat barusan gak?" tanya kak Naya.

"Iya kak..." jawabku yang masih berdiri terdiam sambil menutupi dadaku dan kemaluanku dengan tanganku. "Sumpah aku kaget banget... Gak tau kalo ada dia dibalik pintu... haha" katanya. "Aku juga kak... kira-kira dia sadar gak ya kalo kak Nay gak pake celana gitu...?" tanyaku.

"Kayaknya gak deh... soalnya dia tadi gak ngeliat ke arahku... dia nyelonong gitu aja... untung aja... haha" jawabnya. "Syukur deh... lagian kak Naya sih... pake buka pintu segala... aku kan jadi kaget juga..."

"Haha... aku tadi kan niatnya cuma biar bisa bikin kamar terang din... eh gak taunya ada dia... haha" katanya. "Yaudah, kalo gitu tutup aja deh pintunya kak... takutnya ada yang lewat lagi..." kataku.

"Udah... gakpapa.... kalo Niken pergi... berarti gak ada siapa-siapa kok di lantai 2... lagian kalo pintunya ditutup, jadi gelap kamarnya... udah... kamu lanjutin aja mandinya..." katanya. "Tapi..." kataku ragu.

Kak Naya melangkahkan kakinya keluar kamar. Setelah melihat keadaan sekitar, dia kembali menghadap ke arahku."Nih... gak papa kan?" katanya meyakinkanku dengan keberaniannya keluar kamar dengan

tanpa mengenakan celana. Bahkan dia sengaja mengangkat kaosnya hingga payudaranya

terlihat, dan dengan sengaja mengguncang-guncangkan dadanya tersebut untuk menantangku.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kekonyolan kak Naya. Aku pun

melanjutkan aktivitas mandiku dengan mengguyur tubuhku dengan air shower untuk

membersihkan sisa sabun yang ada pada tubuhku. Sementara kak Naya masih berada di luar.

Ntah apa yang sedang dilakukannya sekarang.

"Kak... boleh pinjem handuk?" kataku yang sekarang sudah selesai mandi.

"Nih, disini handuknya... ambil aja.." jawab kak Naya dari luar kamar.

"Bisa minta tolong bawain kesini gak kak? Masa aku kesitu telanjang?" kataku.

"Manja banget sih... sini ambil aja sendiri... gak ada siapa-siapa kok... apa mau aku handukin

sekalian?" jawabnya yang sekarang berdiri di depan pintu sambil memegang handuk.

"Yaudah deh..." kuputuskan untuk mengambil handuk tersebut ke luar kamar.

Suasana kamar semakin gelap gulita karena listrik tak kunjung nyala sedangkan hari sudah

beranjak malam. Aku pun berjalan dengan hati-hati dan mencoba mencari rambatan. Mataku

hanya tertuju ke arah pintu yang merupakan satu-satunya sumber cahaya dimana kak Naya

berdiri di depannya. Tubuhku masih basah kuyup, sehingga air masih menetes dari tubuhku

seiring dengan langkah kakiku.

Ketika aku hampir sampai di pintu, tiba-tiba listrik nyala. Aku kaget. Bukan hanya kaget karena

listrik tiba-tiba nyala, tapi juga karena kak Naya tiba-tiba mendorongku hingga aku terjatuh

ditindih olehnya.

"Ngapain sih kak? Pake nabrak segala?" keluhku setelah merasa kesakitan setelah ditabrak kak

Naya, terutama dadaku yang tertekan oleh tangannya.

"Haha... sorry-sorry... aku kaget tadi... haha" jawabnya sambil berdiri dan langsung menutup

pintu kamarnya.

"Sakit tau... mana handuknya?" kataku kesal sambil mencoba berdiri.

Kak Naya memberikan handuknya kepadaku.

"Yah basah deh..." kata kak Naya menyadari kaosnya basah karena menempel tubuhku ketika

menindihku tadi.

"Nih lantainya juga jadi basah.... Salah siapa coba? Kak Naya sih.. aneh-aneh aja..." jawabku."Iya-iya... aku yang salah..." kata kak Naya yang lantas melepas kaosnya dan melemparnya ke

lantai dan digunakannya untuk mengeringkan sisa air tetesan dari tubuhku. Sementara aku

masih mengeringkan tubuhku dengan handuk.

Saat ini kami berdua sama-sama telanjang. Namun itu tak berlangsung lama. Karena aku

segera memakai lagi pakaianku yang tadi kugunakan sebelum mandi. Sedangkan kak Naya

masih sibuk mengepel lantai dengan tubuh telanjangnya itu.

Setelah memakai bajuku lagi, aku menuju tempat tidur dan menyelimuti setengah tubuhku

dengan selimut karena kedinginan. Tiba-tiba kak Naya yang belum mengenakan apapun ikut

memasukkan tubuhnya di dalam selimut dan memaksaku sedikit bergeser karena tempat tidur

yang kami gunakan ini memang tidak terlalu lebar.

"Brrr.. dingin..." kata kak Naya yang langsung menarik selimut hingga menutupi dadanya juga.

"Makanya... pake baju dulu kek sana...." kataku menyuruhnya.

"Gak papa kok.... gini aja udah anget..." kata kak Naya yang tiba-tiba memelukku di dalam

selimut. Bahkan kaki kanannya menindih kakiku.

"Tapi risih tau kak..." keluhku.

"Kenapa harus risih sih? Kamu kan udah biasa liat aku gak pake baju... Masih ngira kalo aku

lesbian lagi?" jawabnya.

"Gak masalah itunya.... tapi itu lho... jembutnya kak Naya nempel di pahaku... geli tau..."

"Masa sih? Kalo gini geli gak?" katanya yang malah sengaja menggerakkan pinggulnya

sehingga kemaluannya itu bergesekan dengan pahaku.

"Kalo mau masturb gausah pake digesekin paha orang lain kali..." kataku ketus sambil

berusaha menepis tubuh kak Naya.

"Abisnya paha kamu lembut banget sih...." godanya yang sekarang malah membelai pahaku

dengan tangannya.

"Kak... plis deh kak...." aku berusaha menepis tangannya tersebut.

Setelah kutepis, bukannya menyingkir, tangan kak Naya malah bergerak makin masuk ke area

pangkal pahaku."Tuh kan... punya kamu aja udah basah gini.... haha" katanya setelah jari tangannya berhasil

menyentuh kemaluanku. Sontak aku kaget dan kini mengerahkan kedua tanganku untuk

menyingkirkan tangan kak Naya dari kemaluanku.

"Ii..itu kan basah gara-gara abis mandi tadi..." jawabku.

"Ah masa sih?" katanya yang sekarang malah mulai membelai rambut kemaluanku.

"Kak, plis deh kak.... kak Naya gak risih apa?" kataku sambil tetap berusaha mendorong

tangannya untuk menjauh dari kemaluanku.

"Risih kenapa?" tanyanya.

"Ya risih megang-megang pepek orang lain gitu..." kataku.

Sepertinya usahaku untuk menyingkirkan tangan kak Naya telah gagal. Aku malah mulai

menikmati belaian tangan kak Naya di kemaluanku. Tanganku masih tetap berusaha menepis

tangan kak Naya namun tidak dengan sekuat tenaga.

Walau bagaimanapun ini adalah pertama kalinya kemalauanku dimainkan oleh orang lain. Kak

Naya mungkin pernah menyentuh kemaluanku, namun tidak pernah sampai memainkannya

seperti sekarang ini.

"Kamu kenapa din? Kok merem melek gitu? Enak ya? haha" tanya kak Naya.

"Ah gak... tadi aku kejatuhan debu dari plafon...." jawabku mencari alasan. Aku juga masih

berusaha menepis tangan kak Naya agar kak Naya tidak curiga kalau aku menikmatinya.

Padahal sebenarnya aku memang menikmatinya.

Tiba-tiba perutku berbunyi.

"Eh, bunyi apaan tuh?" tanya kak Naya. Aksi tangannya pun seketika berhenti.

"Hmmm... kayaknya perutku deh... hehe" jawabku.

"Kamu lapar din?" tanyanya.

Kak Naya menarik tangannya dari kemaluanku. Tentu saja aku kecewa. Padahal aku begitu

menikmatinya. Tapi tidak mungkin aku meminta kak Naya untuk melanjutkan aksinya tadi. Aku

harus tetap menjaga imageku. Aku juga tidak mungkin melanjutkannya dengan bermasturbasi

sendiri, karena kak Naya akan tahu kalau nafsuku sedang naik gara-gara permainan

tangannya.Pada akhirnya, aku harus menahan nafsuku sendiri gara-gara gengsi. Ya, aku menolak kak

Naya memainkan kemaluanku karena aku tidak mau dicap lesbian gara-garanya.

Kak Naya turun dari ranjang dan menuju pintu kamar. Dibukanya pintu kamar tersebut sedikit.

"Duh.. masih hujan aja... aku juga laper banget nih.." kata kak Naya.

"Udah... tunggu aja... bentar lagi paling reda..." kataku.

"Yaudah deh..." jawabnya. Kak Naya kembali memasukan tubuhnya ke selimut. Aku sempat

berharap kalau dia akan kembali memelukku dan kembali menyentuh kemaluanku. Namun

harapanku sia-sia. Dia hanya tiduran begitu saja dan menikmati tontonan tv.

Dibalik selimut ini, tanganku mencuri-curi kesempatan untuk memainkan kemaluanku.

Untungnya posisi tanganku sudah berada di selangkangan, sehingga aku hanya butuh untuk

sedikit menggerakkan jariku untuk memainkan kemaluanku. Aku berusaha tidak membuat kak

Naya curiga dengan pergerakkan tanganku di dalam selimut. Karena itulah tanganku bergerak

secara sangat hati-hati. Aku juga tetap berpura-pura menonton tv.

Rupanya aksiku ini malah membuat semuanya serba nanggung. Ingin rasanya aku menaikkan

intensitas rabaan tanganku, tapi takut jika akan menimbulkan banyak gerakan dibalik selimut.

Jariku juga tidak leluasa untuk menjangkau titik sensitif kemaluanku karena posisi kakiku yang

sedang rapat. Sementara kemaluanku sendiri sudah sangatlah basah.

Tak lama kemudian, listrik tiba-tiba kembali padam. Tentu saja hal ini merupakan kesempatanku

untuk melancarkan aksi. Karena keadaan gelap gulita dan kak Naya tidak dapat melihat apa

yang sedang kulakukan, aku mengangkangkan kakiku sedangkan gerakkan tanganku makin

kupercepat.

Kak Naya sendiri telah turun dari ranjang untuk mencari sesuatu. Mungkin saja dia mencari

handphonenya.

Aku merasakan kalau aku sudah hampir mencapai orgasme. Namun tiba-tiba kak Naya

menyalakan senter dari handphonenya tersebut dan langsung menyorotkannya ke posisiku

berada. Otomatis aku menghentikan aksiku. Namun hal tersebut tetap tidak dapat mencegah

kak Naya untuk melihat posisiku yang sedang mengangkang meskipun tertutup selimut. Aku

terpatung terdiam menunggu reaksi kak Naya setelah melihatku.

"Ayok ah.. kita makan aja..." katanya. Lega rasanya. Rupanya kak Naya tidak menyadari

posisiku ini.

"Makan dimana? Kan masih hujan... lagian lagi gelap gini..." jawabku."Warung di depan situ aja... nanti aku pinjem payung ke satpam... udah laper banget nih..."

katanya sambil terus-terusan memegangi perutnya.

Aku sempat ingin menolak ajakannya tersebut, agar kak Naya bisa pergi sendiri dan

membiarkan aku sendiri di kamarnya sehingga aku dapat melanjutkan masturbasiku tadi.

Namun aku juga merasa lapar sekali.

"Hmmm.... yaudah deh ayok..." jawabku. Akhirnya aku terpaksa menunda kenikmatanku tadi

demi makan malam.

"Nah... sip..."

Kak Naya membuka lemari pakaiannya untuk mencari baju yang akan dikenakannya. Dia

memilih satu setel baju tidur berupa baju lengan panjang berkancing celana celana panjang.

Seperti biasanya, dia tak mengenakan pakaian dalam terlebih dulu.

"Kak, aku pinjem bajunya lagi ya... masa aku keluar pake gini?" kataku.

Seperti kalian tau, saat ini aku memakai baju milik kak Naya yang berupa daster babydoll yang

memiliki belahan dada yang sangat rendah dan memiliki tali yang melingkar di bahu yang

bentuknya sangat kecil. Bagian bawahnya sendiri sangat pendek dan berbentuk melebar.

Meskipun masih tetap menutupi area kemaluanku, namun jika bagian bawah baju tersebut

diangkat sedikit saja maka pangkal pahaku akan terlihat.

"Eh... gausah... bikin nambah cucian aja... udah, pake itu aja..." jawabnya menolak

permintaanku.

"Tapi kalo nanti ada temenku ngeliat aku gak pake jilbab gimana? Kak Naya aja pake lengan

panjang gitu..."

"Emang kamu punya temen yang rumahnya deket sini? Udah.. gak ada yang kenal kamu kok...

lagian disitu biasanya sepi... apalagi hujan sama mati lampu gini... aku juga gak make jilbab

kok..."

"Tapi masa aku pake baju yang kebuka gini?" kataku sambil menunjukkan daerah belahan

dadaku.

"Haha... salah kamu sendiri tadi milihnya baju itu..." katanya sambil iseng mencubit putingku

yang terlihat menonjol di balik baju. Kebetulan putingku memang sedang mengeras gara-gara

rangsangan tadi. Untung saja kak Naya tidak menyadari hal tersebut.

"Yaudah... kalo gitu aku gak ikut aja" kataku.

"Yaudah nih didobelin pake jaket aja... gitu aja ngambek..." jawabnya.Aku menerima jaket pemberian jaket kak Naya dan langsung memakainya. Jaket tersebut

memang mengatasi masalah pakaianku yang sangat terbuka, tapi hanya bagian atasnya.

Bagian bawahku sendiri masih terbilang sangat terbuka yang memperlihatkan sebagian besar

area pahaku. Namun kuputuskan untuk membiarkannya saja. Siapa tahu kak Naya benar, kalau

disana akan sepi sehingga tidak banyak yang melihatku memakai pakaian seperti ini.

Setelah meminjam payung dan meminta ijin ke satpam, kami berjalan menyusuri pinggir jalan

perumahan yang sangat sepi. Karena kami hanya menggunakan satu payung, maka kami

harus berjalan berdempetan. Kak Naya yang memegangi payung dengan tangan kirinya,

sedangkan tangan kanannya merangkul pinggulku agar memastikan aku tetap menempelnya.

Langkah kakiku pun terpaksa sedikit rapat. Dapat kurasakan ada sedikit cairan yang mengalir di

daerah pangkal pahaku, sehingga terasa licin ketika kedua pahaku bergesekan pada saat

berjalan.

Ditengah perjalanan, aku merasakan kalau tangan kanan kak Naya sedikit iseng.

"Kak... gausah usil deh kak..." kataku sambil berusaha menepis tangan kak Naya yang iseng

menarik ujung bawah bajuku ke atas.

"Mumpung sepi nih... bisa sekalian pamer paha... haha" katanya.

"Tapi itu ada yang lewat kak..." kataku sambil menunjukkan motor yang melaju mendekati kami.

Kak Naya mengerti akan hal itu. Dia pun menurunkan ujung bajuku kembali.

Namun ketika motor tersebut sudah sangat dekat dengan kami, tiba-tiba kak Naya kembali

menarik ujung bajuku. Dan tidak tanggung-tanggung, dia menariknya hingga bagian bawah

tubuhku benar-benar terlihat seluruhnya.

"Kak!" aku membentaknya.

"Haha... tenang... kayaknya dia gak ngeliat kok... lajunya kenceng banget gitu... haha" jawabnya

sambil cengengesan.

"Kayaknya? Kalo dia emang ngeliat gimana?"

"Ya... anggap aja rejeki buat dia... haha" jawabnya.

"Hiih... pasti ini udah rencana kak Naya dari awal kan? Pake nyuruh aku pake baju gini

segala..." gerutuku.

"Haha... suasananya emang lagi cocok buat eksib nih... haha" jawabnya santai."Udah ah... pulang aja yuk!" kataku.

"Eh jangan... dikit lagi sampe..."

"Tapi awas ya... kalo kak Naya usil lagi kayak tadi, aku bakal teriak..."

"Teriak biar orang-orang pada ikutan ngeliat kamu ya? haha"

"Hiiih!" kucubit perut kak Naya karena gemas oleh perkataannya.

"Aduh... ampun.... sstt.. udah sampe nih..."

Kami telah sampai di sebuah warung yang menjual bubur kacang hijau dan mie instant serta

berbagai seduhan minuman sachet. Entah apakah listrik memang sudah menyala atau daerah

sini memang tidak padam, yang jelas listrik di warung tersebut tidaklah padam.

Di warung tersebut terdapat 3 orang laki-laki yang salah satunya adalah penjaga warung. Salah

dua dari mereka memperhatikan kedatangan kami. Dari tatapannya, sudah pasti mereka akan

sangat tertarik dengan kedatangan dua cewek cantik seperti kami, terlebih pahaku sangat

mudah dipandang.

Setelah memesan, kami memilih duduk berhadapan pada sebuah meja yang bersebelahan

dengan meja salah satu pengunjung warung. Posisi duduk orang tersebut sejajar di sebelah

kanan posisi duduk kak Naya, yaitu menghadap ke sebuah tv yang ditempel ke dinding.

Sedangkan satu pengunjung lagi duduk di dekat posisi penjaga warung yaitu di dekat dapur

atau lebih tepatnya di belakang posisi duduk kak Naya, mereka memang sedang bermain catur

ketika kami datang.

Ketika aku hendak duduk menghadap kak Naya, aku dapat merasakan kalau orang yang duduk

di sebelah kami terus melihatku. Dari sorot matanya, dia sesekali melirik ke arah bawah meja

kami, atau lebih tepatnya ke arah pahaku. Aku yakin dia sedang menatap pahaku karena

bajuku sedikit tertarik keatas ketika aku duduk. Otomatis pahaku akan semakin terlihat. Apalagi

posisi duduk cowok tersebut hampir berhadapan denganku, meskipun dari posisi yang miring.

Aku pasrah jika cowok tersebut dapat melihat pahaku, karena usahaku untuk membetulkan

posisi bajuku tidak membuahkan hasil sama sekali. Pahaku tetap saja terlihat.

Kak Naya menyadari kegelisahanku ini. Dia tahu posisiku sangat tidak enak. Namun dia malah

berbisik "nikmatin aja" kepadaku sambil nyengir.

"Eh din... liat ini..." katanya. Sepertinya kak Naya akan melancarkan aksi.

Kak Naya menaikkan siku tangan kanannya ke atas meja dan menggunakan tangannya

tersebut untuk menopang kepalanya. Sambil sedikit memiringkan duduknya kekiri, tangankirinya mencari posisi kancing bajunya. Dibukanya 2 kancing teratas baju tidurnya tersebut.

Lantas menarik baju bagian kiri tersebut kesamping sehingga membuat payudara sebelah

kirinya keluar.

Hanya aku yang dapat menyaksikan aksi kak Naya tersebut karena posisiku tepat berada di

depannya. Cowok yang duduk di sebelah kanan kak Naya tidak dapat melihatnya karena

tertutup oleh tangan kanan kak Naya yang ditopangkan ke meja sedangkan di sebelah kiri kak

Naya adalah tembok. Sambil berpura-pura tidak terjadi sesuatu apapun, kak Naya mulai

meremas dadanya tersebut. Sambil tetap meremas-remasnya, dia berpura-pura menonton tv.

Kulihat cowok di sebelah kami juga sedang menonton tv, dia sudah tidak lagi memperhatikan

pahaku.

Aku juga ingin ikut menonton tv. Oleh karena itu, aku sedikit memutar posisi dudukku ke kekiri

karena aku membelakangi posisi tv. Sedikit lama aku menonton tv, membuatku tidak sadar jika

posisi dudukku sekarang malah membuat posisi sela-sela pahaku sejajar dengan posisi cowok

tadi.

Aku memergokinya sedang melihat sela-sela pahaku yang saat itu sedang sedikit terbuka. Aku

pun langsung mengembalikan posisi dudukku ke semula. Sepertinya cowok tersebut sadar kalo

aku telah memergokinya, sehingga dia terlihat salah tingkah ketika aku menatapnya. Dia terlihat

pura-pura makan, padahal kulihat piringnya sudah kosong dari tadi.

Tak lama kemudian cowok tersebut pergi. Mungkin karena dia merasa malu setelah kepergok

olehku tadi atau memang karena makanannya sudah habis dari tadi. Aku memberi isyarat ke

kak Naya yang masih asyik dengan dadanya kalau cowok itu sudah pergi. Dia pun menurunkan

tangan kanannya dari meja yang ia gunakan sebagai penutup.

Kini kak Naya bebas memamerkan dadanya tersebut karena 2 orang lagi berada di

belakangnya. Dia malah memintaku untuk memfotonya. Foto dimana kak Naya sedang

memamerkan dadanya sedangkan 2 orang di belakangnya tidak sadar akan hal itu.

Tak lama kemudian, pesanan kami telah selesai. Aku segera memberi isyarat ke kak Naya

kalau penjaga warung sedang berjalan menuju kami. Kak Naya langsung menutup lagi bajunya,

namun tetap tidak mengancingkannya. Sepertinya si penjaga warung memang tidak terlalu

memperhatikan hal tersebut sehingga dia tidak menyadarinya.

Si penjaga warung kembali ke posisi salah satu pengunjung tadi dan melanjutkan bermain

catur. Setelah melihat 2 orang tadi sedang sibuk dengan urusannya, kak Naya kembali

membuka bajunya. Kali ini dia membuka semua kancing tersisa yang ada di bajunya. Setelah

sedikit membukanya agar memastikan dadanya terlihat olehku, dia melanjutkan makan seperti

biasa seolah-olah tanpa terjadi sesuatu.

"Buka aja resleting jaket kamu..." bisik kak Naya kepadaku.Kak Naya mengajakku agar ikut eksib bersamanya. Melihatnya melakukan aksi seperti itu

membuatku ingin ikut merasakan keseruannya. Namun aku masih takut. Sebelumnya aku

hanya berani membuka bajuku jika keadaan sekitar benar-benar tidak ada orang, atau

setidaknya hanya ada kak Naya. Namun kondisi sekarang ini ada 2 orang laki-laki yang duduk

sekitar 5 meter di depanku.

Aku memang tidak seberani kak Naya yang memang sudah sering melakukannya. Meskipun

menurutku perbuatannya tersebut sangat nekat, namun aku mengerti kenapa dia berani

melakukannya.

Aku menuruti ajakan kak Naya untuk membuka resleting jaketku. Namun aku hanya

menurunkan resleting jaketku setengahnya saja, dan tidak sampai ikut-ikutan mengeluarkan

payudaraku seperti kak Naya. Menurutku, dengan memeperlihatkan belahan dada saja sudah

sangat cukup mendebarkan dalam kondisi sekarang ini. Apalagi posisiku yang langsung

menghadap 2 orang tadi meskipun mereka tidak melihatku secara langsung karena sedang

sibuk dengan urusan mereka sendiri serta tubuh kak Naya yang sedikit menutupi tubuhku.

Namun bukan berarti aku hanya diam begitu saja. Sementara aku menikmati mi gorengku

dengan tangan kanan, tangan kiriku sudah berada di sela-sela pahaku. Dari tadi, tangan kiriku

memang kugunakan sebagai penutup sela-sela pahaku ketika cowok yang tadi makan di

sebelah kami masih berada di tempatnya. Namun sekarang tangan kiriku mulai sedikit

menyelinap ke dalam sela-sela pahaku tersebut untuk menemukan apa yang tersembunyi di

dalamnya.

Kesempatan ini kugunakan untuk melanjutkan masturbasiku tadi yang sempat tertunda.

Dengan masih tetap merapatkan kakiku, kujepit tanganku sendiri dengan pahaku. Sedangkan

jari-jariku sudah mulai melakukan aksinya. Kulakukan hal tersebut agar tidak ada yang curiga,

terutama 2 orang di depanku.

Di atas meja, aku masih menyantap makananku seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Meskipun

aku sampai harus merem-melek ketika merasakan apa yang sedang terjadi di bawah sana.

Sedangkan kak Naya juga asyik menyantap makanannya sendiri seolah-olah tanpa

menghiraukan bagian atas tubuhnya yang terlihat dengan bebasnya.

Aku sendiri juga terus mengawasi arah pintu warung yang terbuka lebar dari arah samping meja

kami. Dari tadi, jalanan memang terlihat sepi. Bahkan setauku, hanya 1 motor yang mungkin

telah melihat bagian bawahku tadi yang melintas. Melihat kesempatan ini, kubuka sedikit

pahaku agar sedikit leluasa menjangkau kemaluanku.

Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu banda lain yang menempel di kemaluanku selain

tanganku.

"Cie... ada yang lagi asyik nih... haha" kata kak Naya lirih.Sesuatu yang menempel tersebut ternyata adalah kaki kak Naya yang dengan sengaja

mengarahkannya ke selangkanganku.

"Apa-apaan sih kak?" kataku.

"Gak apa-apa kok dinda... aku cuma mau ngecek yang lagi basah aja... haha" jawab kak Naya

yang malah mulai menggerakkan ibu jari kakinya di kemaluanku.

Aku memundurkan posisi dudukku agar kakinya tidak lagi dapat menjangkau selangkanganku.

"Lanjutin aja... aku gak bakal ganggu lagi kok... hehe" bisiknya.

"Apaan sih..." kataku.

Aku memang sempat menghentikan aktivitasku karena keusilan kak Naya barusan, namun

segera kulanjutkan lagi. Aku tak memperdulikan lagi sindiran kak Naya dengan senyum

mesumnya itu.

Cukup lama kami melakukan aksi seperti ini sampai makanan kami habis. Aku sempat

beberapa menutup kaki dan membukanya lagi ketika aku mendeteksi pergerakan dari 2 orang

yang di belakang kak Naya. Sedangkan kak Naya masih tetap cuek. Dia tetap membuka

bajunya tersebut, bahkan serang dia mulai meremas-remas kedua dadanya sendiri dengan

kedua tangannya.

Tiba-tiba ada segerombolan 5 orang laki-laki yang datang dengan 3 motor memasuki warung.

Menyadari hal tersebut, aku langsung merapatkan kakiku dan membetulkan posisi bagian

bawah bajuku. Sedangkan kak Naya juga gelagapan untuk mengancingkan lagi bajunya sambil

memutar tubuhnya untuk membelakangi mereka.

Mereka mengambil tempat duduk di meja sebelah kami atau di meja bekas 1 orang pengunjung

tadi. Kulihat kak Naya sudah berhasil mengancingkan bajunya kembali sebelum mereka duduk.

Dia hanya tertawa kecil dengan apa yang terjadi barusan. Sedangkan aku begitu shock.

Jantungku sangat berdebar-debar. Aku tidak bisa tertawa seperti kak Naya. Itu karena pada

saat mereka datang, kakiku sedang terbuka sangat lebar. Aku hampir saja mencapai orgasme,

sebelum akhirnya kembali tertunda gara-gara kehadiran mereka secara tiba-tiba. Semoga saja

mereka tidak sadar dengan apa yang kami lakukan barusan.

"Balik yuk kak..." ajakku ke kak Naya.

"Kenapa buru-buru?"

"Aku ngerasa gak enak aja kalo ada mereka.."

"Yaudah ayok..." jawabnya.Kami segera meninggalkan meja kami. Kak Naya bersedia mentraktir makananku. Namun

ketika aku berdiri menunggu kak Naya membayar, aku merasakan kalau 5 orang yang baru

datang tadi terus menatapku. Bahkan mereka saling berbisik dan tertawa sambil terus

menatapku. Apa yang mereka bicarakan? Aku yakin mereka sedang membicarakan pahaku.

"Ayo cepetan dikit kak..." kataku ke kak Naya.

"Iya bentar... ini tinggal nunggu kembalian..." jawabnya.

Aku merasakan ada sedikit cairan yang mengalir dari sela pahaku menuruni pahaku hingga ke

betis. Apakah 5 orang tadi melihatnya? Apakah hal ini yang mereka tertawakan? Tak kuat

menganggapi hal tersebut aku langsung menarik kak Naya untuk segera meninggalkan warung

tersebut.

"Kamu kenapa sih?" kata kak Naya.

"Takut kak... 5 orang tadi terus-terusan ngeliatin aku..." jawabku.

"Haha... itu artinya mereka suka kamu... haha"

"Tapi tatapannya nyeremin kak..."

"Ya emang gitu kalo cowok ngeliat cewek cantik... haha"

"Tapi... tapi.. kalo mereka tiba-tiba ngejar kita trus nyulik kita lalu kita diperkosa rame-rame

gimana?"

"Haha... paranoid banget sih kamu... gak bakalan din... aku jamin... cowok-cowok emang gitu

kalo liat cewek cakep kayak kita... haha... apalagi kamu pake rok mini gini... haha..." katanya

sambil berusaha menarik lagi ujung bawah bajuku lagi yang segara kucegah.

"Astaga!" aku menyadari sesuatu yang terlupa.

"Kenapa din?" tanyanya.

"Aku lupa naikin resleting.... itu... itu... berarti mereka tadi juga liat belahan dadaku dong..."

kataku menjelaskan.

"Haha... coba cek bajumu lagi... siapa tahu mereka juga ngeliat tetekmu... haha" jawabnya

santai.

"Ihhh.. kak Naya nih..."Aku segera mengecek posisi bajuku. Siapa tahu dadaku memang terlihat. Karena sebelumnya

bajuku memang mudah bergeser sampai memperlihatkan putingku. Untungnya setelah kucek,

bajuku masih tetap pada posisinya semula.

"Haha... dicek beneran..." ejek kak Naya. Yang segera kurespon dengan sedikit menyikut

payudaranya.

Tiba-tiba hujan lagi-lagi turun sangat deras. Dan sialnya, kami lupa dengan payung kami yang

kami bawa. Sepertinya payung tersebut tertinggal di warung tadi. Saat keluar dari warung,

hujan memang sudah reda. Dan karena kami buru-buru pergi dari warung tersebut, kami

sampai lupa dengan payung yang kami bawa. Kami segera berlari ke sebuah pos ronda yang

tidak jauh dari warung untuk berteduh.

"Kak Naya gimana sih... tadi kan kak Naya yang bawa payungnya..." kataku.

"Lho kamu kok malah nyalahin aku? Kan kamu tadi yang narik-narik aku..." jawabnya.

"Trus gimana dong ini? Mana masih jauh lagi..." kataku.

"Ya kalo mau cepet, ambil sana payungnya..." kak Naya menyuruhku.

"Kok aku? Kak Naya aja yang ngambil sana..." balasku.

"Kan ini salahmu dindaaa...."

"Tapi... tapi... disana masih ada cowok-cowok itu kak...."

"Haiz... yaudah sini jaketnya... biar aku aja yang ngambil..." jawabnya.

"Kok pake pinjem jaketku segala sih?" tanyaku.

"Buat nutupin kepala biar gak keujanan... udah mana, sini..." katanya.

Aku terpaksa melepas jaketku dan meminjamkannya ke Kak Naya. Setelah mendapatkan jaket

yang kupakai, Kak Naya langsung meninggalkanku sendiri di pos ronda tersebut. Aku langsung

menyilangkan tangan di dadaku dan merapatkan kakiku. Tidak hanya untuk mencoba menutupi

bagian tubuhku yang sangat terbuka, tapi juga untuk menghangatkan diri. Karena udara dingin

sangat mudah menembus baju minim dan tipis ini. Aku juga was-was jika ada yang melintas

dan melihatku sendirian dengan baju seperti ini.

Tiba-tiba apa yang ditakutkan olehku, terjadi juga. Sebuah motor tiba-tiba berhenti di depanku.

Sepertinya orang tersebut juga ikut berteduh. Setelah turun dari motornya, dia langsung berlari

menuju ke tempat berteduh di sebelahku. Aku sedikit menggeser posisiku untuk menjauhinya.Jantungku sangat berdebar-debar ketika orang tersebut ikut berdiri di sebelahku. Tak lain

karena baju yang kupakai saat ini. Aku berusaha menenangkan diri dengan tidak berpikir

macam-macam tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku hanya berharap hal ini cepat

berlalu, dan Kak Naya kembali kesini.

Kulihat orang tersebut sedang berusaha memakai jas hujan. Syukurlah, ternyata orang tersebut

berhenti untuk memakai jas hujan. Setidaknya dia tidak akan lama disini.

Namun setelah dia memakai jas hujan model batman tersebut, kulihat dia tak kunjung pergi. Dia

malah duduk! Apalagi yang dia tunggu? Bukankah dia sudah memakai jas hujannya? Dan aku

mulai merasa kalau dia terus-terusan menatapku.

Tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang melintasi sebuah genangan air di hadapan kami. Sontak

aku kaget karena mobil tersebut membuat genangan air yang ada di jalan terciprat ke arah

kami. Aku sempat mendengar lelaki di sebelahku mengumpat dengan kata-kata kasar

karenanya. Lalu aku menyadari kalau ternyata bajuku menjadi basah gara-gara cipratan air tadi.

Dan tidak tanggung-tanggung, air tersebut membuat baju bagian depanku menjadi tembus

pandang! Aku dapat merasakan kalau baju yang kupakai semakin menempel dengan tubuhku.

Aku yakin putingku saat ini sangat tercetak jelas dari luar bajuku.

Aku segera memutar tubuhku untuk membelakangi lelaki tadi. Aku tidak ingin dia melihat bagian

depan bajuku yang sudah tembus pandang ini. Aku juga berharap bagian belakang bajuku tidak

ikut basah juga, karena bisa saja dapat memperlihatkan belahan pantatku dan lelaki di

belakangku akan tahu jika aku tidak memakai apa-apa lagi dibalik baju ini.

Aku semakin takut jika hal yang tida kuinginkan terjadi, karena orang tersebut tidak kunjung

pergi. Apakah dia akan mendekapku dari belakang dan memperkosaku? Aku berusaha tidak

memikirkannya, tapi hal-hal yang menakutkan tersebut selalu membayangiku. Yang bisa

kulakukan adalah tetap mencoba menutupi bagian tubuhku sendiri dan memastikan dia tidak

melihatnya. Namun aku tetap pasrah dengan apa yang terjadi berikutnya. Aku hanya

bersiap-siap berteriak jika orang tersebut berbuat jahat kepadaku.

Tiba-tiba ada dua buah tangan merangkulku dari belakang. Aku sudah ingin berteriak sebelum

menyadari tangan tersebut merupakan tangan Kak Naya yang sedang memakaikan lagi

jaketku. Kulihat orang tadi masih berada di tempatnya.

"Heh mas! Kalo mau coli jangan disini! Mau aku teriak biar orang-orang pada datang kesini?!"

tiba-tiba Kak Naya meneriaki orang tersebut.

Coli? Jadi dari tadi orang tersebut diam-diam onani di sebelahku?

Orang tersebut bergegas pergi dengan motornya."Lonte sok jual mahal lu!" teriak orang tersebut sambil pergi meninggalkan kami.

Tiba-tiba tangisku pecah samibl memeluk Kak Naya.

"Kak... aku takut...." kataku sambil sesenggukan di pelukannya.

"Sst.. cup... udah... gak papa kok... orang tadi udah pergi..." katanya sambil mengelus-elus

rambut.

"Pliss... ayo pulang aja kak..." rengekku.

"Ayok... kita pulang.... tapi jangan nangis gitu dong.... nih benerin dulu jaketmu... eh kok bajumu

bisa basah gini?" katanysa sambil membantuku memakai jaket.

"Iya... tadi kecipratan air gara-gara ada mobil..."

"Oh... pantes...."

Kami pun segera pulang ke kos Kak Naya.

****

"Kok kak Naya bisa tau kalo cowok tadi lagi coli?" tanyaku yang saat ini sedang membilas

tubuhku yang kotor terkena cipratan air.

"Pas aku jalan dari warung tadi, aku liat dia ngeluarin tititnya di dalam jas hujannya.... makanya

aku langsung lari buat njemput kamu...." jawabnya dari luar kamar mandi.

"Makasih kak... kalo gak ada kak Naya, mungkin aku udah diperkosa sama dia...."

"Gak kok din... orang kayak gitu gak mungkin berani merkosa kamu... palingan dia muasin

nafsunya kayak tadi..." jelasnya.

"Tapi kok dia sampe berani coli gitu sih? Udah tau ditempat umum gitu...." tanyaku.

"Lah, kamu kan juga gitu... haha" jawabnya.

"Tapi aku... aku takut kak... kayaknya aku ga berani kayak tadi lagi deh..."

"Gak perlu takut dinda... justru menurutku kamu itu beruntung... aku malah pengen banget

kayak kamu tadi..."

"Pengen kayak aku?" tanyaku."Iya... aku pengen ada orang yang sampe coli gara-gara ngeliat aku... menurutku itulah tujuan

eksib sebenernya... gak ada kepuasan lain yang menandingi selain melihat orang lain

menikmati apa yang kita tunjukin... karena itu berarti mereka suka sama kita... dan berarti orang

tadi juga tertarik sama kamu..." jelas kak Naya.

"Iya sih kak... entah kenapa aku juga ngerasa puas tadi..." kataku.

"Nah kan? Sekarang tinggal bagaimana kamu ngontrol ketakutanmu... dan yang jelas, jangan

cengeng! Kamu tu cengeng banget... dikit-dikit nangis..." katanya.

Setelah selesai membilas tubuhku, aku kelaur kamar mandi masih dengan keadaan telanjang.

Kulihat kak Naya saat ini juga telanjang sambil tiduran menikmati tv. Tangannya sendiri terlihat

sedang memainkan kemaluannya. Mungkin saja dia sedang masturbasi, atau mungkin saja dia

cuma iseng.

"Kak..." kataku.

"Iya ambil aja terserah kamu din... pilih yang kamu suka aja..." jawabnya. Sepertinya dia telah

tahu kalau aku akan meminjam bajunya lagi.

Namun setelah kupikir-pikir dan melihat kak Naya dengan santainya bertelanjang di tempat

tidur, kuputuskan untuk tidak memakai baju dan menyusulnya di tempat tidur.

"Lho kok gak jadi?" tanyanya yang sedikit menggeser posisi tubuhnya agar tempat tidurnya

muat aku tempati.

"Gak kak... nanti malah nambahin cucian kak Naya aja..." jawabku.

"Aku kan cuma becanda din... kamu boleh kok mau pake apa aja... kecuali... beha" jawabnya.

"Emang kenapa kalo aku pinjem beha kak Naya?" tanyaku.

"Gak kenapa-kenapa... cuma takutnya kegedean di kamu.... haha" sindirnya.

"Hih....! Kita liat aja... kalo aku nanti udah gede, punyaku bakal lebih gede dari punya kak

Naya!" jawabku kesal.

"Emang masih bisa tumbuh lagi? haha"

Karena gemas, kucubit puting kak Naya. Tapi bukannya kesakitan, kak Naya malah tertawa

kegelian.Setelah itu suasana menjadi canggung. Kami berdua tidur seranjang dengan keadaan tidak

berbusana. Sedangkan kak Naya sendiri terlihat sedang asyik bermasturbasi.

"Kak..." kataku.

"Iya?" jawabnya sambil tanpa menghentikan gerakan tangannya.

"Kak Naya lagi masturb?" tanyaku.

"Iya... kenapa?" jawabnya.

"Yaudah, gajadi kalo gitu..."

Kak Naya tetap melanjutkan aksinya tersebut. Sedangkan aku mencoba menonton tv, namun

tanganku mulai membelai kemaluanku sendiri. Jika Kak Naya aja dengan santainya

bermasturbasi di sampingku, kenapa aku harus canggung ikut bermasturbasi juga? Pada

akhirnya aku juga ikut bermasturbasi seperti kak Naya.

Di tengah-tengah masturbasiku, tiba-tiba aku merasakan ada tangan lain yang menyentuh

kemaluanku. Tangan siapa lagi jika bukan tangan kak Naya? Bedanya, aku tidak menepis

tangannya tersebut. Tanganku malah 'mengalah' agar memberi kesempatan tangan kak Naya

untuk membelai kemaluanku.

Aku merasakan sentuhan tangan kak Naya memang beda. Bahkan aku sampai sedikit

menggelinjang ketika Kak Naya menyentuh titik sensitifku.

"Enak din?" tanyanya dengan senyumnya sambil menatap mataku.

Aku hanya mengangguk.

Tiba-tiba kak Naya menghentikan aksi tangannya. Tentu aku kecewa akan hal itu. Namun

ternyata tidak. Dia bangun dari posisi tidurnya dan duduk disamping pinggangku. Kedua

tangannya sedikit mendorong pahaku agar sedikit membuka kakiku lebih lebar. Setelah itu, dia

kembali melakukan sentuhan-sentuhan lembut di kemaluanku.

Rasa yang ditimbulkan dari sentuhan tangan sendiri dibandingkan dengan tangan orang lain

tentu berbeda. Sentuhan orang lain membuat aku tidak bisa mengontrol efek yang ditimbulkan.

Itulah yang kualami sekarang. Apalagi sentuhan tersebut datang dari Kak Naya yang mungkin

sudah sangat berpengalaman dengan hal ini.

Hingga akhirnya aku tak sanggup lagi menahannya. Dalam sekejap vaginaku berkedut, tubuhku

menggelinjang, namun Kak Naya tidak menghentikan sentuhannya di kemaluanku. Bahkan

kakiku kurapatkan hingga menjepit tangannya. Kugunakan tanganku untuk menutup mulutku

agar tidak ada yang mendengar teriakan kenikmatan orgasmeku."Ah... plis,... udahan kak... ah..." kataku di sela-sela lenguhanku.

Akhirnya kak Naya menghentikan aksinya. Rupanya bukan aku saja yang ngos-ngosan dibuatnya, tapi dia juga terlihat kecapean. Mungkin karena dia juga baru merasakan orgasme sebelum mengerjaiku. Dia kembali merebahkan tubuhnya disamping tubuhku yang berkeringat ini.

"Gimana?" tanyanya. Aku tidak menjawabnya karena aku masih kesulitan mengatur nafasku sendiri. "Enak kan jadi lesbi?" katanya diikuti dengan senyuman khasnya. Bersambung

Labels: