KISAH DINDA Bagian 5
sapa kak Naya ke cewek yang selanjutnya kuketahui bernama Niken.
"Ada janji nih sama temenku.." jawab Niken yang tetap sambil berlalu menuju tangga ke lantai 1.
"Ati-ati ken..." kata kak Naya.
Aku sempat terdiam melihat percakapan antara kak Naya dan Niken tersebut. Sesaat kemudian, kak Naya membalikkan badannya. Dengan tertawa, dia mengelus-elus dadanya sendiri seolah-olah lega akan sesuatu.
"Kamu liat barusan gak?" tanya kak Naya.
"Iya kak..." jawabku yang masih berdiri terdiam sambil menutupi dadaku dan kemaluanku dengan tanganku. "Sumpah aku kaget banget... Gak tau kalo ada dia dibalik pintu... haha" katanya. "Aku juga kak... kira-kira dia sadar gak ya kalo kak Nay gak pake celana gitu...?" tanyaku.
"Kayaknya gak deh... soalnya dia tadi gak ngeliat ke arahku... dia nyelonong gitu aja... untung aja... haha" jawabnya. "Syukur deh... lagian kak Naya sih... pake buka pintu segala... aku kan jadi kaget juga..."
"Haha... aku tadi kan niatnya cuma biar bisa bikin kamar terang din... eh gak taunya ada dia... haha" katanya. "Yaudah, kalo gitu tutup aja deh pintunya kak... takutnya ada yang lewat lagi..." kataku.
"Udah... gakpapa.... kalo Niken pergi... berarti gak ada siapa-siapa kok di lantai 2... lagian kalo pintunya ditutup, jadi gelap kamarnya... udah... kamu lanjutin aja mandinya..." katanya. "Tapi..." kataku ragu.
Kak Naya melangkahkan kakinya keluar kamar. Setelah melihat keadaan sekitar, dia kembali menghadap ke arahku."Nih... gak papa kan?" katanya meyakinkanku dengan keberaniannya keluar kamar dengan
tanpa mengenakan celana. Bahkan dia sengaja mengangkat kaosnya hingga payudaranya
terlihat, dan dengan sengaja mengguncang-guncangkan dadanya tersebut untuk menantangku.
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kekonyolan kak Naya. Aku pun
melanjutkan aktivitas mandiku dengan mengguyur tubuhku dengan air shower untuk
membersihkan sisa sabun yang ada pada tubuhku. Sementara kak Naya masih berada di luar.
Ntah apa yang sedang dilakukannya sekarang.
"Kak... boleh pinjem handuk?" kataku yang sekarang sudah selesai mandi.
"Nih, disini handuknya... ambil aja.." jawab kak Naya dari luar kamar.
"Bisa minta tolong bawain kesini gak kak? Masa aku kesitu telanjang?" kataku.
"Manja banget sih... sini ambil aja sendiri... gak ada siapa-siapa kok... apa mau aku handukin
sekalian?" jawabnya yang sekarang berdiri di depan pintu sambil memegang handuk.
"Yaudah deh..." kuputuskan untuk mengambil handuk tersebut ke luar kamar.
Suasana kamar semakin gelap gulita karena listrik tak kunjung nyala sedangkan hari sudah
beranjak malam. Aku pun berjalan dengan hati-hati dan mencoba mencari rambatan. Mataku
hanya tertuju ke arah pintu yang merupakan satu-satunya sumber cahaya dimana kak Naya
berdiri di depannya. Tubuhku masih basah kuyup, sehingga air masih menetes dari tubuhku
seiring dengan langkah kakiku.
Ketika aku hampir sampai di pintu, tiba-tiba listrik nyala. Aku kaget. Bukan hanya kaget karena
listrik tiba-tiba nyala, tapi juga karena kak Naya tiba-tiba mendorongku hingga aku terjatuh
ditindih olehnya.
"Ngapain sih kak? Pake nabrak segala?" keluhku setelah merasa kesakitan setelah ditabrak kak
Naya, terutama dadaku yang tertekan oleh tangannya.
"Haha... sorry-sorry... aku kaget tadi... haha" jawabnya sambil berdiri dan langsung menutup
pintu kamarnya.
"Sakit tau... mana handuknya?" kataku kesal sambil mencoba berdiri.
Kak Naya memberikan handuknya kepadaku.
"Yah basah deh..." kata kak Naya menyadari kaosnya basah karena menempel tubuhku ketika
menindihku tadi.
"Nih lantainya juga jadi basah.... Salah siapa coba? Kak Naya sih.. aneh-aneh aja..." jawabku."Iya-iya... aku yang salah..." kata kak Naya yang lantas melepas kaosnya dan melemparnya ke
lantai dan digunakannya untuk mengeringkan sisa air tetesan dari tubuhku. Sementara aku
masih mengeringkan tubuhku dengan handuk.
Saat ini kami berdua sama-sama telanjang. Namun itu tak berlangsung lama. Karena aku
segera memakai lagi pakaianku yang tadi kugunakan sebelum mandi. Sedangkan kak Naya
masih sibuk mengepel lantai dengan tubuh telanjangnya itu.
Setelah memakai bajuku lagi, aku menuju tempat tidur dan menyelimuti setengah tubuhku
dengan selimut karena kedinginan. Tiba-tiba kak Naya yang belum mengenakan apapun ikut
memasukkan tubuhnya di dalam selimut dan memaksaku sedikit bergeser karena tempat tidur
yang kami gunakan ini memang tidak terlalu lebar.
"Brrr.. dingin..." kata kak Naya yang langsung menarik selimut hingga menutupi dadanya juga.
"Makanya... pake baju dulu kek sana...." kataku menyuruhnya.
"Gak papa kok.... gini aja udah anget..." kata kak Naya yang tiba-tiba memelukku di dalam
selimut. Bahkan kaki kanannya menindih kakiku.
"Tapi risih tau kak..." keluhku.
"Kenapa harus risih sih? Kamu kan udah biasa liat aku gak pake baju... Masih ngira kalo aku
lesbian lagi?" jawabnya.
"Gak masalah itunya.... tapi itu lho... jembutnya kak Naya nempel di pahaku... geli tau..."
"Masa sih? Kalo gini geli gak?" katanya yang malah sengaja menggerakkan pinggulnya
sehingga kemaluannya itu bergesekan dengan pahaku.
"Kalo mau masturb gausah pake digesekin paha orang lain kali..." kataku ketus sambil
berusaha menepis tubuh kak Naya.
"Abisnya paha kamu lembut banget sih...." godanya yang sekarang malah membelai pahaku
dengan tangannya.
"Kak... plis deh kak...." aku berusaha menepis tangannya tersebut.
Setelah kutepis, bukannya menyingkir, tangan kak Naya malah bergerak makin masuk ke area
pangkal pahaku."Tuh kan... punya kamu aja udah basah gini.... haha" katanya setelah jari tangannya berhasil
menyentuh kemaluanku. Sontak aku kaget dan kini mengerahkan kedua tanganku untuk
menyingkirkan tangan kak Naya dari kemaluanku.
"Ii..itu kan basah gara-gara abis mandi tadi..." jawabku.
"Ah masa sih?" katanya yang sekarang malah mulai membelai rambut kemaluanku.
"Kak, plis deh kak.... kak Naya gak risih apa?" kataku sambil tetap berusaha mendorong
tangannya untuk menjauh dari kemaluanku.
"Risih kenapa?" tanyanya.
"Ya risih megang-megang pepek orang lain gitu..." kataku.
Sepertinya usahaku untuk menyingkirkan tangan kak Naya telah gagal. Aku malah mulai
menikmati belaian tangan kak Naya di kemaluanku. Tanganku masih tetap berusaha menepis
tangan kak Naya namun tidak dengan sekuat tenaga.
Walau bagaimanapun ini adalah pertama kalinya kemalauanku dimainkan oleh orang lain. Kak
Naya mungkin pernah menyentuh kemaluanku, namun tidak pernah sampai memainkannya
seperti sekarang ini.
"Kamu kenapa din? Kok merem melek gitu? Enak ya? haha" tanya kak Naya.
"Ah gak... tadi aku kejatuhan debu dari plafon...." jawabku mencari alasan. Aku juga masih
berusaha menepis tangan kak Naya agar kak Naya tidak curiga kalau aku menikmatinya.
Padahal sebenarnya aku memang menikmatinya.
Tiba-tiba perutku berbunyi.
"Eh, bunyi apaan tuh?" tanya kak Naya. Aksi tangannya pun seketika berhenti.
"Hmmm... kayaknya perutku deh... hehe" jawabku.
"Kamu lapar din?" tanyanya.
Kak Naya menarik tangannya dari kemaluanku. Tentu saja aku kecewa. Padahal aku begitu
menikmatinya. Tapi tidak mungkin aku meminta kak Naya untuk melanjutkan aksinya tadi. Aku
harus tetap menjaga imageku. Aku juga tidak mungkin melanjutkannya dengan bermasturbasi
sendiri, karena kak Naya akan tahu kalau nafsuku sedang naik gara-gara permainan
tangannya.Pada akhirnya, aku harus menahan nafsuku sendiri gara-gara gengsi. Ya, aku menolak kak
Naya memainkan kemaluanku karena aku tidak mau dicap lesbian gara-garanya.
Kak Naya turun dari ranjang dan menuju pintu kamar. Dibukanya pintu kamar tersebut sedikit.
"Duh.. masih hujan aja... aku juga laper banget nih.." kata kak Naya.
"Udah... tunggu aja... bentar lagi paling reda..." kataku.
"Yaudah deh..." jawabnya. Kak Naya kembali memasukan tubuhnya ke selimut. Aku sempat
berharap kalau dia akan kembali memelukku dan kembali menyentuh kemaluanku. Namun
harapanku sia-sia. Dia hanya tiduran begitu saja dan menikmati tontonan tv.
Dibalik selimut ini, tanganku mencuri-curi kesempatan untuk memainkan kemaluanku.
Untungnya posisi tanganku sudah berada di selangkangan, sehingga aku hanya butuh untuk
sedikit menggerakkan jariku untuk memainkan kemaluanku. Aku berusaha tidak membuat kak
Naya curiga dengan pergerakkan tanganku di dalam selimut. Karena itulah tanganku bergerak
secara sangat hati-hati. Aku juga tetap berpura-pura menonton tv.
Rupanya aksiku ini malah membuat semuanya serba nanggung. Ingin rasanya aku menaikkan
intensitas rabaan tanganku, tapi takut jika akan menimbulkan banyak gerakan dibalik selimut.
Jariku juga tidak leluasa untuk menjangkau titik sensitif kemaluanku karena posisi kakiku yang
sedang rapat. Sementara kemaluanku sendiri sudah sangatlah basah.
Tak lama kemudian, listrik tiba-tiba kembali padam. Tentu saja hal ini merupakan kesempatanku
untuk melancarkan aksi. Karena keadaan gelap gulita dan kak Naya tidak dapat melihat apa
yang sedang kulakukan, aku mengangkangkan kakiku sedangkan gerakkan tanganku makin
kupercepat.
Kak Naya sendiri telah turun dari ranjang untuk mencari sesuatu. Mungkin saja dia mencari
handphonenya.
Aku merasakan kalau aku sudah hampir mencapai orgasme. Namun tiba-tiba kak Naya
menyalakan senter dari handphonenya tersebut dan langsung menyorotkannya ke posisiku
berada. Otomatis aku menghentikan aksiku. Namun hal tersebut tetap tidak dapat mencegah
kak Naya untuk melihat posisiku yang sedang mengangkang meskipun tertutup selimut. Aku
terpatung terdiam menunggu reaksi kak Naya setelah melihatku.
"Ayok ah.. kita makan aja..." katanya. Lega rasanya. Rupanya kak Naya tidak menyadari
posisiku ini.
"Makan dimana? Kan masih hujan... lagian lagi gelap gini..." jawabku."Warung di depan situ aja... nanti aku pinjem payung ke satpam... udah laper banget nih..."
katanya sambil terus-terusan memegangi perutnya.
Aku sempat ingin menolak ajakannya tersebut, agar kak Naya bisa pergi sendiri dan
membiarkan aku sendiri di kamarnya sehingga aku dapat melanjutkan masturbasiku tadi.
Namun aku juga merasa lapar sekali.
"Hmmm.... yaudah deh ayok..." jawabku. Akhirnya aku terpaksa menunda kenikmatanku tadi
demi makan malam.
"Nah... sip..."
Kak Naya membuka lemari pakaiannya untuk mencari baju yang akan dikenakannya. Dia
memilih satu setel baju tidur berupa baju lengan panjang berkancing celana celana panjang.
Seperti biasanya, dia tak mengenakan pakaian dalam terlebih dulu.
"Kak, aku pinjem bajunya lagi ya... masa aku keluar pake gini?" kataku.
Seperti kalian tau, saat ini aku memakai baju milik kak Naya yang berupa daster babydoll yang
memiliki belahan dada yang sangat rendah dan memiliki tali yang melingkar di bahu yang
bentuknya sangat kecil. Bagian bawahnya sendiri sangat pendek dan berbentuk melebar.
Meskipun masih tetap menutupi area kemaluanku, namun jika bagian bawah baju tersebut
diangkat sedikit saja maka pangkal pahaku akan terlihat.
"Eh... gausah... bikin nambah cucian aja... udah, pake itu aja..." jawabnya menolak
permintaanku.
"Tapi kalo nanti ada temenku ngeliat aku gak pake jilbab gimana? Kak Naya aja pake lengan
panjang gitu..."
"Emang kamu punya temen yang rumahnya deket sini? Udah.. gak ada yang kenal kamu kok...
lagian disitu biasanya sepi... apalagi hujan sama mati lampu gini... aku juga gak make jilbab
kok..."
"Tapi masa aku pake baju yang kebuka gini?" kataku sambil menunjukkan daerah belahan
dadaku.
"Haha... salah kamu sendiri tadi milihnya baju itu..." katanya sambil iseng mencubit putingku
yang terlihat menonjol di balik baju. Kebetulan putingku memang sedang mengeras gara-gara
rangsangan tadi. Untung saja kak Naya tidak menyadari hal tersebut.
"Yaudah... kalo gitu aku gak ikut aja" kataku.
"Yaudah nih didobelin pake jaket aja... gitu aja ngambek..." jawabnya.Aku menerima jaket pemberian jaket kak Naya dan langsung memakainya. Jaket tersebut
memang mengatasi masalah pakaianku yang sangat terbuka, tapi hanya bagian atasnya.
Bagian bawahku sendiri masih terbilang sangat terbuka yang memperlihatkan sebagian besar
area pahaku. Namun kuputuskan untuk membiarkannya saja. Siapa tahu kak Naya benar, kalau
disana akan sepi sehingga tidak banyak yang melihatku memakai pakaian seperti ini.
Setelah meminjam payung dan meminta ijin ke satpam, kami berjalan menyusuri pinggir jalan
perumahan yang sangat sepi. Karena kami hanya menggunakan satu payung, maka kami
harus berjalan berdempetan. Kak Naya yang memegangi payung dengan tangan kirinya,
sedangkan tangan kanannya merangkul pinggulku agar memastikan aku tetap menempelnya.
Langkah kakiku pun terpaksa sedikit rapat. Dapat kurasakan ada sedikit cairan yang mengalir di
daerah pangkal pahaku, sehingga terasa licin ketika kedua pahaku bergesekan pada saat
berjalan.
Ditengah perjalanan, aku merasakan kalau tangan kanan kak Naya sedikit iseng.
"Kak... gausah usil deh kak..." kataku sambil berusaha menepis tangan kak Naya yang iseng
menarik ujung bawah bajuku ke atas.
"Mumpung sepi nih... bisa sekalian pamer paha... haha" katanya.
"Tapi itu ada yang lewat kak..." kataku sambil menunjukkan motor yang melaju mendekati kami.
Kak Naya mengerti akan hal itu. Dia pun menurunkan ujung bajuku kembali.
Namun ketika motor tersebut sudah sangat dekat dengan kami, tiba-tiba kak Naya kembali
menarik ujung bajuku. Dan tidak tanggung-tanggung, dia menariknya hingga bagian bawah
tubuhku benar-benar terlihat seluruhnya.
"Kak!" aku membentaknya.
"Haha... tenang... kayaknya dia gak ngeliat kok... lajunya kenceng banget gitu... haha" jawabnya
sambil cengengesan.
"Kayaknya? Kalo dia emang ngeliat gimana?"
"Ya... anggap aja rejeki buat dia... haha" jawabnya.
"Hiih... pasti ini udah rencana kak Naya dari awal kan? Pake nyuruh aku pake baju gini
segala..." gerutuku.
"Haha... suasananya emang lagi cocok buat eksib nih... haha" jawabnya santai."Udah ah... pulang aja yuk!" kataku.
"Eh jangan... dikit lagi sampe..."
"Tapi awas ya... kalo kak Naya usil lagi kayak tadi, aku bakal teriak..."
"Teriak biar orang-orang pada ikutan ngeliat kamu ya? haha"
"Hiiih!" kucubit perut kak Naya karena gemas oleh perkataannya.
"Aduh... ampun.... sstt.. udah sampe nih..."
Kami telah sampai di sebuah warung yang menjual bubur kacang hijau dan mie instant serta
berbagai seduhan minuman sachet. Entah apakah listrik memang sudah menyala atau daerah
sini memang tidak padam, yang jelas listrik di warung tersebut tidaklah padam.
Di warung tersebut terdapat 3 orang laki-laki yang salah satunya adalah penjaga warung. Salah
dua dari mereka memperhatikan kedatangan kami. Dari tatapannya, sudah pasti mereka akan
sangat tertarik dengan kedatangan dua cewek cantik seperti kami, terlebih pahaku sangat
mudah dipandang.
Setelah memesan, kami memilih duduk berhadapan pada sebuah meja yang bersebelahan
dengan meja salah satu pengunjung warung. Posisi duduk orang tersebut sejajar di sebelah
kanan posisi duduk kak Naya, yaitu menghadap ke sebuah tv yang ditempel ke dinding.
Sedangkan satu pengunjung lagi duduk di dekat posisi penjaga warung yaitu di dekat dapur
atau lebih tepatnya di belakang posisi duduk kak Naya, mereka memang sedang bermain catur
ketika kami datang.
Ketika aku hendak duduk menghadap kak Naya, aku dapat merasakan kalau orang yang duduk
di sebelah kami terus melihatku. Dari sorot matanya, dia sesekali melirik ke arah bawah meja
kami, atau lebih tepatnya ke arah pahaku. Aku yakin dia sedang menatap pahaku karena
bajuku sedikit tertarik keatas ketika aku duduk. Otomatis pahaku akan semakin terlihat. Apalagi
posisi duduk cowok tersebut hampir berhadapan denganku, meskipun dari posisi yang miring.
Aku pasrah jika cowok tersebut dapat melihat pahaku, karena usahaku untuk membetulkan
posisi bajuku tidak membuahkan hasil sama sekali. Pahaku tetap saja terlihat.
Kak Naya menyadari kegelisahanku ini. Dia tahu posisiku sangat tidak enak. Namun dia malah
berbisik "nikmatin aja" kepadaku sambil nyengir.
"Eh din... liat ini..." katanya. Sepertinya kak Naya akan melancarkan aksi.
Kak Naya menaikkan siku tangan kanannya ke atas meja dan menggunakan tangannya
tersebut untuk menopang kepalanya. Sambil sedikit memiringkan duduknya kekiri, tangankirinya mencari posisi kancing bajunya. Dibukanya 2 kancing teratas baju tidurnya tersebut.
Lantas menarik baju bagian kiri tersebut kesamping sehingga membuat payudara sebelah
kirinya keluar.
Hanya aku yang dapat menyaksikan aksi kak Naya tersebut karena posisiku tepat berada di
depannya. Cowok yang duduk di sebelah kanan kak Naya tidak dapat melihatnya karena
tertutup oleh tangan kanan kak Naya yang ditopangkan ke meja sedangkan di sebelah kiri kak
Naya adalah tembok. Sambil berpura-pura tidak terjadi sesuatu apapun, kak Naya mulai
meremas dadanya tersebut. Sambil tetap meremas-remasnya, dia berpura-pura menonton tv.
Kulihat cowok di sebelah kami juga sedang menonton tv, dia sudah tidak lagi memperhatikan
pahaku.
Aku juga ingin ikut menonton tv. Oleh karena itu, aku sedikit memutar posisi dudukku ke kekiri
karena aku membelakangi posisi tv. Sedikit lama aku menonton tv, membuatku tidak sadar jika
posisi dudukku sekarang malah membuat posisi sela-sela pahaku sejajar dengan posisi cowok
tadi.
Aku memergokinya sedang melihat sela-sela pahaku yang saat itu sedang sedikit terbuka. Aku
pun langsung mengembalikan posisi dudukku ke semula. Sepertinya cowok tersebut sadar kalo
aku telah memergokinya, sehingga dia terlihat salah tingkah ketika aku menatapnya. Dia terlihat
pura-pura makan, padahal kulihat piringnya sudah kosong dari tadi.
Tak lama kemudian cowok tersebut pergi. Mungkin karena dia merasa malu setelah kepergok
olehku tadi atau memang karena makanannya sudah habis dari tadi. Aku memberi isyarat ke
kak Naya yang masih asyik dengan dadanya kalau cowok itu sudah pergi. Dia pun menurunkan
tangan kanannya dari meja yang ia gunakan sebagai penutup.
Kini kak Naya bebas memamerkan dadanya tersebut karena 2 orang lagi berada di
belakangnya. Dia malah memintaku untuk memfotonya. Foto dimana kak Naya sedang
memamerkan dadanya sedangkan 2 orang di belakangnya tidak sadar akan hal itu.
Tak lama kemudian, pesanan kami telah selesai. Aku segera memberi isyarat ke kak Naya
kalau penjaga warung sedang berjalan menuju kami. Kak Naya langsung menutup lagi bajunya,
namun tetap tidak mengancingkannya. Sepertinya si penjaga warung memang tidak terlalu
memperhatikan hal tersebut sehingga dia tidak menyadarinya.
Si penjaga warung kembali ke posisi salah satu pengunjung tadi dan melanjutkan bermain
catur. Setelah melihat 2 orang tadi sedang sibuk dengan urusannya, kak Naya kembali
membuka bajunya. Kali ini dia membuka semua kancing tersisa yang ada di bajunya. Setelah
sedikit membukanya agar memastikan dadanya terlihat olehku, dia melanjutkan makan seperti
biasa seolah-olah tanpa terjadi sesuatu.
"Buka aja resleting jaket kamu..." bisik kak Naya kepadaku.Kak Naya mengajakku agar ikut eksib bersamanya. Melihatnya melakukan aksi seperti itu
membuatku ingin ikut merasakan keseruannya. Namun aku masih takut. Sebelumnya aku
hanya berani membuka bajuku jika keadaan sekitar benar-benar tidak ada orang, atau
setidaknya hanya ada kak Naya. Namun kondisi sekarang ini ada 2 orang laki-laki yang duduk
sekitar 5 meter di depanku.
Aku memang tidak seberani kak Naya yang memang sudah sering melakukannya. Meskipun
menurutku perbuatannya tersebut sangat nekat, namun aku mengerti kenapa dia berani
melakukannya.
Aku menuruti ajakan kak Naya untuk membuka resleting jaketku. Namun aku hanya
menurunkan resleting jaketku setengahnya saja, dan tidak sampai ikut-ikutan mengeluarkan
payudaraku seperti kak Naya. Menurutku, dengan memeperlihatkan belahan dada saja sudah
sangat cukup mendebarkan dalam kondisi sekarang ini. Apalagi posisiku yang langsung
menghadap 2 orang tadi meskipun mereka tidak melihatku secara langsung karena sedang
sibuk dengan urusan mereka sendiri serta tubuh kak Naya yang sedikit menutupi tubuhku.
Namun bukan berarti aku hanya diam begitu saja. Sementara aku menikmati mi gorengku
dengan tangan kanan, tangan kiriku sudah berada di sela-sela pahaku. Dari tadi, tangan kiriku
memang kugunakan sebagai penutup sela-sela pahaku ketika cowok yang tadi makan di
sebelah kami masih berada di tempatnya. Namun sekarang tangan kiriku mulai sedikit
menyelinap ke dalam sela-sela pahaku tersebut untuk menemukan apa yang tersembunyi di
dalamnya.
Kesempatan ini kugunakan untuk melanjutkan masturbasiku tadi yang sempat tertunda.
Dengan masih tetap merapatkan kakiku, kujepit tanganku sendiri dengan pahaku. Sedangkan
jari-jariku sudah mulai melakukan aksinya. Kulakukan hal tersebut agar tidak ada yang curiga,
terutama 2 orang di depanku.
Di atas meja, aku masih menyantap makananku seolah-olah tidak terjadi sesuatu. Meskipun
aku sampai harus merem-melek ketika merasakan apa yang sedang terjadi di bawah sana.
Sedangkan kak Naya juga asyik menyantap makanannya sendiri seolah-olah tanpa
menghiraukan bagian atas tubuhnya yang terlihat dengan bebasnya.
Aku sendiri juga terus mengawasi arah pintu warung yang terbuka lebar dari arah samping meja
kami. Dari tadi, jalanan memang terlihat sepi. Bahkan setauku, hanya 1 motor yang mungkin
telah melihat bagian bawahku tadi yang melintas. Melihat kesempatan ini, kubuka sedikit
pahaku agar sedikit leluasa menjangkau kemaluanku.
Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu banda lain yang menempel di kemaluanku selain
tanganku.
"Cie... ada yang lagi asyik nih... haha" kata kak Naya lirih.Sesuatu yang menempel tersebut ternyata adalah kaki kak Naya yang dengan sengaja
mengarahkannya ke selangkanganku.
"Apa-apaan sih kak?" kataku.
"Gak apa-apa kok dinda... aku cuma mau ngecek yang lagi basah aja... haha" jawab kak Naya
yang malah mulai menggerakkan ibu jari kakinya di kemaluanku.
Aku memundurkan posisi dudukku agar kakinya tidak lagi dapat menjangkau selangkanganku.
"Lanjutin aja... aku gak bakal ganggu lagi kok... hehe" bisiknya.
"Apaan sih..." kataku.
Aku memang sempat menghentikan aktivitasku karena keusilan kak Naya barusan, namun
segera kulanjutkan lagi. Aku tak memperdulikan lagi sindiran kak Naya dengan senyum
mesumnya itu.
Cukup lama kami melakukan aksi seperti ini sampai makanan kami habis. Aku sempat
beberapa menutup kaki dan membukanya lagi ketika aku mendeteksi pergerakan dari 2 orang
yang di belakang kak Naya. Sedangkan kak Naya masih tetap cuek. Dia tetap membuka
bajunya tersebut, bahkan serang dia mulai meremas-remas kedua dadanya sendiri dengan
kedua tangannya.
Tiba-tiba ada segerombolan 5 orang laki-laki yang datang dengan 3 motor memasuki warung.
Menyadari hal tersebut, aku langsung merapatkan kakiku dan membetulkan posisi bagian
bawah bajuku. Sedangkan kak Naya juga gelagapan untuk mengancingkan lagi bajunya sambil
memutar tubuhnya untuk membelakangi mereka.
Mereka mengambil tempat duduk di meja sebelah kami atau di meja bekas 1 orang pengunjung
tadi. Kulihat kak Naya sudah berhasil mengancingkan bajunya kembali sebelum mereka duduk.
Dia hanya tertawa kecil dengan apa yang terjadi barusan. Sedangkan aku begitu shock.
Jantungku sangat berdebar-debar. Aku tidak bisa tertawa seperti kak Naya. Itu karena pada
saat mereka datang, kakiku sedang terbuka sangat lebar. Aku hampir saja mencapai orgasme,
sebelum akhirnya kembali tertunda gara-gara kehadiran mereka secara tiba-tiba. Semoga saja
mereka tidak sadar dengan apa yang kami lakukan barusan.
"Balik yuk kak..." ajakku ke kak Naya.
"Kenapa buru-buru?"
"Aku ngerasa gak enak aja kalo ada mereka.."
"Yaudah ayok..." jawabnya.Kami segera meninggalkan meja kami. Kak Naya bersedia mentraktir makananku. Namun
ketika aku berdiri menunggu kak Naya membayar, aku merasakan kalau 5 orang yang baru
datang tadi terus menatapku. Bahkan mereka saling berbisik dan tertawa sambil terus
menatapku. Apa yang mereka bicarakan? Aku yakin mereka sedang membicarakan pahaku.
"Ayo cepetan dikit kak..." kataku ke kak Naya.
"Iya bentar... ini tinggal nunggu kembalian..." jawabnya.
Aku merasakan ada sedikit cairan yang mengalir dari sela pahaku menuruni pahaku hingga ke
betis. Apakah 5 orang tadi melihatnya? Apakah hal ini yang mereka tertawakan? Tak kuat
menganggapi hal tersebut aku langsung menarik kak Naya untuk segera meninggalkan warung
tersebut.
"Kamu kenapa sih?" kata kak Naya.
"Takut kak... 5 orang tadi terus-terusan ngeliatin aku..." jawabku.
"Haha... itu artinya mereka suka kamu... haha"
"Tapi tatapannya nyeremin kak..."
"Ya emang gitu kalo cowok ngeliat cewek cantik... haha"
"Tapi... tapi.. kalo mereka tiba-tiba ngejar kita trus nyulik kita lalu kita diperkosa rame-rame
gimana?"
"Haha... paranoid banget sih kamu... gak bakalan din... aku jamin... cowok-cowok emang gitu
kalo liat cewek cakep kayak kita... haha... apalagi kamu pake rok mini gini... haha..." katanya
sambil berusaha menarik lagi ujung bawah bajuku lagi yang segara kucegah.
"Astaga!" aku menyadari sesuatu yang terlupa.
"Kenapa din?" tanyanya.
"Aku lupa naikin resleting.... itu... itu... berarti mereka tadi juga liat belahan dadaku dong..."
kataku menjelaskan.
"Haha... coba cek bajumu lagi... siapa tahu mereka juga ngeliat tetekmu... haha" jawabnya
santai.
"Ihhh.. kak Naya nih..."Aku segera mengecek posisi bajuku. Siapa tahu dadaku memang terlihat. Karena sebelumnya
bajuku memang mudah bergeser sampai memperlihatkan putingku. Untungnya setelah kucek,
bajuku masih tetap pada posisinya semula.
"Haha... dicek beneran..." ejek kak Naya. Yang segera kurespon dengan sedikit menyikut
payudaranya.
Tiba-tiba hujan lagi-lagi turun sangat deras. Dan sialnya, kami lupa dengan payung kami yang
kami bawa. Sepertinya payung tersebut tertinggal di warung tadi. Saat keluar dari warung,
hujan memang sudah reda. Dan karena kami buru-buru pergi dari warung tersebut, kami
sampai lupa dengan payung yang kami bawa. Kami segera berlari ke sebuah pos ronda yang
tidak jauh dari warung untuk berteduh.
"Kak Naya gimana sih... tadi kan kak Naya yang bawa payungnya..." kataku.
"Lho kamu kok malah nyalahin aku? Kan kamu tadi yang narik-narik aku..." jawabnya.
"Trus gimana dong ini? Mana masih jauh lagi..." kataku.
"Ya kalo mau cepet, ambil sana payungnya..." kak Naya menyuruhku.
"Kok aku? Kak Naya aja yang ngambil sana..." balasku.
"Kan ini salahmu dindaaa...."
"Tapi... tapi... disana masih ada cowok-cowok itu kak...."
"Haiz... yaudah sini jaketnya... biar aku aja yang ngambil..." jawabnya.
"Kok pake pinjem jaketku segala sih?" tanyaku.
"Buat nutupin kepala biar gak keujanan... udah mana, sini..." katanya.
Aku terpaksa melepas jaketku dan meminjamkannya ke Kak Naya. Setelah mendapatkan jaket
yang kupakai, Kak Naya langsung meninggalkanku sendiri di pos ronda tersebut. Aku langsung
menyilangkan tangan di dadaku dan merapatkan kakiku. Tidak hanya untuk mencoba menutupi
bagian tubuhku yang sangat terbuka, tapi juga untuk menghangatkan diri. Karena udara dingin
sangat mudah menembus baju minim dan tipis ini. Aku juga was-was jika ada yang melintas
dan melihatku sendirian dengan baju seperti ini.
Tiba-tiba apa yang ditakutkan olehku, terjadi juga. Sebuah motor tiba-tiba berhenti di depanku.
Sepertinya orang tersebut juga ikut berteduh. Setelah turun dari motornya, dia langsung berlari
menuju ke tempat berteduh di sebelahku. Aku sedikit menggeser posisiku untuk menjauhinya.Jantungku sangat berdebar-debar ketika orang tersebut ikut berdiri di sebelahku. Tak lain
karena baju yang kupakai saat ini. Aku berusaha menenangkan diri dengan tidak berpikir
macam-macam tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku hanya berharap hal ini cepat
berlalu, dan Kak Naya kembali kesini.
Kulihat orang tersebut sedang berusaha memakai jas hujan. Syukurlah, ternyata orang tersebut
berhenti untuk memakai jas hujan. Setidaknya dia tidak akan lama disini.
Namun setelah dia memakai jas hujan model batman tersebut, kulihat dia tak kunjung pergi. Dia
malah duduk! Apalagi yang dia tunggu? Bukankah dia sudah memakai jas hujannya? Dan aku
mulai merasa kalau dia terus-terusan menatapku.
Tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang melintasi sebuah genangan air di hadapan kami. Sontak
aku kaget karena mobil tersebut membuat genangan air yang ada di jalan terciprat ke arah
kami. Aku sempat mendengar lelaki di sebelahku mengumpat dengan kata-kata kasar
karenanya. Lalu aku menyadari kalau ternyata bajuku menjadi basah gara-gara cipratan air tadi.
Dan tidak tanggung-tanggung, air tersebut membuat baju bagian depanku menjadi tembus
pandang! Aku dapat merasakan kalau baju yang kupakai semakin menempel dengan tubuhku.
Aku yakin putingku saat ini sangat tercetak jelas dari luar bajuku.
Aku segera memutar tubuhku untuk membelakangi lelaki tadi. Aku tidak ingin dia melihat bagian
depan bajuku yang sudah tembus pandang ini. Aku juga berharap bagian belakang bajuku tidak
ikut basah juga, karena bisa saja dapat memperlihatkan belahan pantatku dan lelaki di
belakangku akan tahu jika aku tidak memakai apa-apa lagi dibalik baju ini.
Aku semakin takut jika hal yang tida kuinginkan terjadi, karena orang tersebut tidak kunjung
pergi. Apakah dia akan mendekapku dari belakang dan memperkosaku? Aku berusaha tidak
memikirkannya, tapi hal-hal yang menakutkan tersebut selalu membayangiku. Yang bisa
kulakukan adalah tetap mencoba menutupi bagian tubuhku sendiri dan memastikan dia tidak
melihatnya. Namun aku tetap pasrah dengan apa yang terjadi berikutnya. Aku hanya
bersiap-siap berteriak jika orang tersebut berbuat jahat kepadaku.
Tiba-tiba ada dua buah tangan merangkulku dari belakang. Aku sudah ingin berteriak sebelum
menyadari tangan tersebut merupakan tangan Kak Naya yang sedang memakaikan lagi
jaketku. Kulihat orang tadi masih berada di tempatnya.
"Heh mas! Kalo mau coli jangan disini! Mau aku teriak biar orang-orang pada datang kesini?!"
tiba-tiba Kak Naya meneriaki orang tersebut.
Coli? Jadi dari tadi orang tersebut diam-diam onani di sebelahku?
Orang tersebut bergegas pergi dengan motornya."Lonte sok jual mahal lu!" teriak orang tersebut sambil pergi meninggalkan kami.
Tiba-tiba tangisku pecah samibl memeluk Kak Naya.
"Kak... aku takut...." kataku sambil sesenggukan di pelukannya.
"Sst.. cup... udah... gak papa kok... orang tadi udah pergi..." katanya sambil mengelus-elus
rambut.
"Pliss... ayo pulang aja kak..." rengekku.
"Ayok... kita pulang.... tapi jangan nangis gitu dong.... nih benerin dulu jaketmu... eh kok bajumu
bisa basah gini?" katanysa sambil membantuku memakai jaket.
"Iya... tadi kecipratan air gara-gara ada mobil..."
"Oh... pantes...."
Kami pun segera pulang ke kos Kak Naya.
****
"Kok kak Naya bisa tau kalo cowok tadi lagi coli?" tanyaku yang saat ini sedang membilas
tubuhku yang kotor terkena cipratan air.
"Pas aku jalan dari warung tadi, aku liat dia ngeluarin tititnya di dalam jas hujannya.... makanya
aku langsung lari buat njemput kamu...." jawabnya dari luar kamar mandi.
"Makasih kak... kalo gak ada kak Naya, mungkin aku udah diperkosa sama dia...."
"Gak kok din... orang kayak gitu gak mungkin berani merkosa kamu... palingan dia muasin
nafsunya kayak tadi..." jelasnya.
"Tapi kok dia sampe berani coli gitu sih? Udah tau ditempat umum gitu...." tanyaku.
"Lah, kamu kan juga gitu... haha" jawabnya.
"Tapi aku... aku takut kak... kayaknya aku ga berani kayak tadi lagi deh..."
"Gak perlu takut dinda... justru menurutku kamu itu beruntung... aku malah pengen banget
kayak kamu tadi..."
"Pengen kayak aku?" tanyaku."Iya... aku pengen ada orang yang sampe coli gara-gara ngeliat aku... menurutku itulah tujuan
eksib sebenernya... gak ada kepuasan lain yang menandingi selain melihat orang lain
menikmati apa yang kita tunjukin... karena itu berarti mereka suka sama kita... dan berarti orang
tadi juga tertarik sama kamu..." jelas kak Naya.
"Iya sih kak... entah kenapa aku juga ngerasa puas tadi..." kataku.
"Nah kan? Sekarang tinggal bagaimana kamu ngontrol ketakutanmu... dan yang jelas, jangan
cengeng! Kamu tu cengeng banget... dikit-dikit nangis..." katanya.
Setelah selesai membilas tubuhku, aku kelaur kamar mandi masih dengan keadaan telanjang.
Kulihat kak Naya saat ini juga telanjang sambil tiduran menikmati tv. Tangannya sendiri terlihat
sedang memainkan kemaluannya. Mungkin saja dia sedang masturbasi, atau mungkin saja dia
cuma iseng.
"Kak..." kataku.
"Iya ambil aja terserah kamu din... pilih yang kamu suka aja..." jawabnya. Sepertinya dia telah
tahu kalau aku akan meminjam bajunya lagi.
Namun setelah kupikir-pikir dan melihat kak Naya dengan santainya bertelanjang di tempat
tidur, kuputuskan untuk tidak memakai baju dan menyusulnya di tempat tidur.
"Lho kok gak jadi?" tanyanya yang sedikit menggeser posisi tubuhnya agar tempat tidurnya
muat aku tempati.
"Gak kak... nanti malah nambahin cucian kak Naya aja..." jawabku.
"Aku kan cuma becanda din... kamu boleh kok mau pake apa aja... kecuali... beha" jawabnya.
"Emang kenapa kalo aku pinjem beha kak Naya?" tanyaku.
"Gak kenapa-kenapa... cuma takutnya kegedean di kamu.... haha" sindirnya.
"Hih....! Kita liat aja... kalo aku nanti udah gede, punyaku bakal lebih gede dari punya kak
Naya!" jawabku kesal.
"Emang masih bisa tumbuh lagi? haha"
Karena gemas, kucubit puting kak Naya. Tapi bukannya kesakitan, kak Naya malah tertawa
kegelian.Setelah itu suasana menjadi canggung. Kami berdua tidur seranjang dengan keadaan tidak
berbusana. Sedangkan kak Naya sendiri terlihat sedang asyik bermasturbasi.
"Kak..." kataku.
"Iya?" jawabnya sambil tanpa menghentikan gerakan tangannya.
"Kak Naya lagi masturb?" tanyaku.
"Iya... kenapa?" jawabnya.
"Yaudah, gajadi kalo gitu..."
Kak Naya tetap melanjutkan aksinya tersebut. Sedangkan aku mencoba menonton tv, namun
tanganku mulai membelai kemaluanku sendiri. Jika Kak Naya aja dengan santainya
bermasturbasi di sampingku, kenapa aku harus canggung ikut bermasturbasi juga? Pada
akhirnya aku juga ikut bermasturbasi seperti kak Naya.
Di tengah-tengah masturbasiku, tiba-tiba aku merasakan ada tangan lain yang menyentuh
kemaluanku. Tangan siapa lagi jika bukan tangan kak Naya? Bedanya, aku tidak menepis
tangannya tersebut. Tanganku malah 'mengalah' agar memberi kesempatan tangan kak Naya
untuk membelai kemaluanku.
Aku merasakan sentuhan tangan kak Naya memang beda. Bahkan aku sampai sedikit
menggelinjang ketika Kak Naya menyentuh titik sensitifku.
"Enak din?" tanyanya dengan senyumnya sambil menatap mataku.
Aku hanya mengangguk.
Tiba-tiba kak Naya menghentikan aksi tangannya. Tentu aku kecewa akan hal itu. Namun
ternyata tidak. Dia bangun dari posisi tidurnya dan duduk disamping pinggangku. Kedua
tangannya sedikit mendorong pahaku agar sedikit membuka kakiku lebih lebar. Setelah itu, dia
kembali melakukan sentuhan-sentuhan lembut di kemaluanku.
Rasa yang ditimbulkan dari sentuhan tangan sendiri dibandingkan dengan tangan orang lain
tentu berbeda. Sentuhan orang lain membuat aku tidak bisa mengontrol efek yang ditimbulkan.
Itulah yang kualami sekarang. Apalagi sentuhan tersebut datang dari Kak Naya yang mungkin
sudah sangat berpengalaman dengan hal ini.
Hingga akhirnya aku tak sanggup lagi menahannya. Dalam sekejap vaginaku berkedut, tubuhku
menggelinjang, namun Kak Naya tidak menghentikan sentuhannya di kemaluanku. Bahkan
kakiku kurapatkan hingga menjepit tangannya. Kugunakan tanganku untuk menutup mulutku
agar tidak ada yang mendengar teriakan kenikmatan orgasmeku."Ah... plis,... udahan kak... ah..." kataku di sela-sela lenguhanku.
Akhirnya kak Naya menghentikan aksinya. Rupanya bukan aku saja yang ngos-ngosan dibuatnya, tapi dia juga terlihat kecapean. Mungkin karena dia juga baru merasakan orgasme sebelum mengerjaiku. Dia kembali merebahkan tubuhnya disamping tubuhku yang berkeringat ini.
"Gimana?" tanyanya. Aku tidak menjawabnya karena aku masih kesulitan mengatur nafasku sendiri. "Enak kan jadi lesbi?" katanya diikuti dengan senyuman khasnya. Bersambung
Labels: KISAH DINDA


0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home