KISAH DINDA Bagian 6
Bad Day
Siang itu, cuaca sedikit mendung. Aku sedikit cemas jika nanti turun hujan ketika jam pulang tiba. Sebenarnya aku bisa saja pulang lebih awal. Karena di jam pelajaran terakhir ini, guruku hanya memberikan tugas yang sebenarnya sudah kuselesaikan sejak tadi. Aku sibuk dengan handphoneku sendiri ketika teman-temanku sedang mencontek hasil kerjaanku.
Tak terasa bel tanda pelajaran usai telah berbunyi. Teman-temanku segera mengumpulkan tugas di meja guru dan bergegas pergi, dengan alasan siapa yang terakhir mengumpulkan harus membawa tumpukan hasil tugas tersebut ke ruang guru. Namun seperti biasa, temanku yang juga ketua kelas selalu mengalah dan mau menjadi sukarelawan untuk melakukan tugas tersebut.
"Eh, biar aku aja gas..." kataku kepada Bagas yang sedang merapikan tumpukan tugas di meja guru. Sementara temanku yang lain telah pergi meninggalkan kami berdua.
"Serius?" jawabnya. "Iya... gak papa... aku mau sekalian ke ruang guru kok..." jawabku. "Yaudah, bagi 2 aja kalo gitu..." katanya.
"Eh gausah... aku bisa sendiri kok... kamu pulang aja gapapa..." jawabku sambil mengambil alih tumpukan tugas tersebut.
"Yaudah kalo gitu.... aku duluan ya...." kata Bagas sambil meninggalkanku di dalam kelas sendiri.
Sambil membalasnya dengan senyum, aku memperhatikannya sampai benar-benar meninggalkan kelas. Setelah dia pergi, aku kembali ke tempat dudukku yang sedikit berada di paling belakang. Bukan untuk duduk atau apa, aku hanya ingin mengambil spot yang tidak dapat dilihat dari luar ruang kelas.
Setelah yakin orang-orang yang sedang lewat di depan ruang kelas tidak dapat melihat posisiku, kunaikkan rok panjang seragamku sampai ke pangkal paha hingga tanganku dapat meraih celana dalamku. Dengan cekatan, aku langsung menurunkan celana dalamku hingga lolos dari kakiku dan langsung mengembalikan posisi rokku seperti semula. Setelah itu, kumasukkan celana dalamku ke dalam tas. Barulah dengan kondisi tanpa celana dalam tersebut aku melanjutkan aktivitas selanjutnya.
Seperti itulah kebiasaanku sekarang ini. Jika sedang tidak berhalangan, aku selalu memilih pulang terakhir untuk menyempatkan diri melepas celana dalamku sebelum pulang. Memangterkesan seperti kurang kerjaan, siapapun yang tahu kebiasaanku ini pasti berpikir aku telah
gila. Tapi inilah hobiku, dan aku merasakan kesenangan dari aktivitas tersebut.
Mungkin kalian berpikir kesenangan apa yang di dapat dari melepas celana dalam. Sebagai
eksibisionis, hal sederhana namun aneh tersebut terasa begitu menyenangkan. Yang pertama
adalah rasa deg-degan yang timbul ketika dengan sembunyi-sembunyi aku menaikkan rokku
untuk melepas celana dalam, padahal di dekatku banyak orang yang sedang lalu-lalang. Yang
kedua adalah ketika aku berjalan di sekeliling orang-orang dengan tidak memakai celana
dalam.
Lalu kenapa aku tidak memakai celana dalam sejak awal saja? Kenapa aku masih tetap
memakai celana dalam ke sekolah kalau ujung-ujungnya aku ingin melepasnya?
Seperti kalian tahu, rok SMA kebanyakan sedikit ketat. Sehingga tidak hanya menampakkan
bentuk pinggul, tapi juga garis celana dalam yang tercetak dari dalam. Oleh sebab itu, jika aku
tidak memakai celana dalam, teman-temanku pasti akan curiga jika memperhatikannya.
Tapi bukan berarti aku tidak pernah mencobanya. Aku pernah beberapa kali mencoba ke
sekolah tanpa mengenakan pakaian dalam. Iya, tidak hanya celana dalam, tapi juga tanpa bra.
Biasanya hal ini kulakukan pada hari Jumat/Sabtu. Karena pada hari itu seragam yang dipakai
di sekolahku berupa baju semacam batik dan juga jam sekolah yang lebih pendek. Tentu saja
aku tidak berani menggunakan baju OSIS tanpa mengenakan bra karena bahannya yang
sedikit tipis. Walaupun sebenarnya area dadaku masih ketutup oleh jilbab, aku masih ragu
untuk melakukannya. Meskipun tanpa memakainya, aku masih tetap membawa pakaian
dalamku di dalam tas untuk berjaga-jaga. Aku juga menyediakan 2 buah plester luka yang
kugunakan untuk memplester putingku jika sewaktu-waktu mengeras dan juga menghindari
gesekan dengan baju seragamku yang bisa menyebabkan timbulnya nafsu.
****
Keesokan harinya....
Dinginnya pagi menusuk tubuh telanjangku ketika aku keluar dari kamar mandi di kamarku.
Kuusapkan handuk pada tubuhku untuk memastikan tidak ada lagi bulir-bulir air yang masih
menempel di kulitku. Tidak lupa juga kukeringkan daerah kemaluanku yang tadi baru saja
'kurapikan' rambut-rambut yang menutupinya.
Kubuka lemari pakaianku, kuambil satu pasang seragam dan langsung memakainya tanpa
didahului dengan pakaian dalam apapun. Hari ini adalah hari Jumat, aku sudah berancana
untuk tidak mengenakan pakaian dalam pada hari ini. Namun tidak seperti biasanya, aku tidak
akan membawa pakaian dalamku di dalam tasku. Karena seperti aksiku sebelumnya, pada
akhirnya pakaian dalam yang kubawa tersebut tidak jadi kupakai. Aku tetap tanpa pakaian
dalam sampai jam sekolah selesai dan bahkan sampai rumah lagi.Setelah semuanya siap dan memastikan penampilanku tidak mencurigakan, aku lanjut sarapan
dengan kedua orang tuaku dan langsung berangkat ke sekolah setelahnya.
Tidak terjadi suatu hal yang aneh di sekolah pada saat itu. Aku beraktivitas seperti biasanya
meski dibalik seragamku tidak ada pakaian dalam satupun yang menempel.
Kulihat jam masih menunjukkan pukul 10 pagi ketika aku keluar kelas. Aku keluar lebih cepat
karena kelas dibubarkan lebih awal karena para guru ada agenda lain. Karena masih terbilang
pagi, kuputuskan untuk mampir ke tempat Kak Naya.
Meskipun masih pagi, matahari mulai terik. Terbukti keringatku sudah bercucuran ketika sampai
di tempat Kak Naya. Ketika sampai di kamarnya, aku langsung masuk begitu saja karena
memang sudah biasa. Begitu masuk, aku mendapati kamar Kak Naya kosong. Namun aku
mendengar suara keran air dari dalam kamar mandi yang tertutup pintunya. Tumben Kak Naya
menutup pintu kamar mandinya, pikirku.
Setelah menutup kembali pintu kamar, langsung kunyalakan kipas angin yang ada di kamar Kak
Naya. Langsung kurebahkan tubuhku di tempat tidur sembari kedua tanganku mulai membuka
kancing bajuku. Setelah semuanya terlepas, kusibakkan bajuku sehingga tubuh bagian atasku
benar-benar terbuka. Membuat sejuknya hembusan kipas angin langsung menyentuh kulit perut
hingga area dadaku yang sudah tidak tertutup apa-apa. Kunikmati saat-saat ini dengan
memejamkan mata.
Kudengar suara air keran dari kamar mandi telah berhenti. Sesaat kemudian juga kudenga
suara pintu kamar mandi terbuka. Sepertinya Kak Naya sudah selesai.
"Tumben pintunya ditutup kak... " kataku sambil tetap memejamkan mata.
Tidak ada balasan dari Kak Naya. Sesaat kemudian aku malah mendengar suara yang tidak
kusangka.
"Ehem, sorry din..." katanya.
Aku terkejut, karena jawaban yang kudengar bukanlah suara Kak Naya. Jelas-jelas ini adalah
suara cowok! Segera aku membuka mata dan melihat siapa orang tersebut.
"Kak Chandra?!" teriakku kaget melihat sosok yang keluar dari kamar mandi tadi ternyata
adalah Kak Chandra. Dengan panik aku segera mengancingkan bajuku lagi.
"Sorry din... tadi aku gak sengaja liat....." katanya yang saat ini membalikkan badan berusaha
untuk melihatku dengan kondisi setengah telanjang ini.
Kenapa Kak Chandra bisa masuk kesini? Bukannya tidak boleh ada cowok yang masuk ke
kosan ini? Ah.... sial, pasti Kak Chandra melihat dadaku. Aku mengutuk diriku sendiri, karenakecerobohanku ini membuat Kak Chandra melihat ketelanjanganku. Ini adalah pertama kalinya
ada cowok yang melihat langsung tubuh telanjangku meski hanya setengahnya.
Tidak terasa aku mulai menitikkan air mata. Aku memang cengeng. Aku memang aneh, punya
kesukaan memamerkan tubuh tapi takut jika tubuhku dilihat orang secara langsung. Mungkin
inilah konsekuensi dari apa yang kulakukan. Meskipun tidak dalam kondisi yang 'sengaja' untuk
memamerkan, malah ada orang yang dapa melihat bagian tubuh telanjangku. Siapa yang
menyangka kalau tiba-tiba ada Kak Chandra di kamar Kak Naya? Padahal aku sudah biasa
bertelanjang di kamar Kak Naya, namun sepertinya hari ini adalah hari sialku.
Yang paling kutakutkan adalah bagaimana Kak Chandra memandangku sekarang. Aku
kepergok tidak mengenakan bra, seenaknya saja membuka baju di kamar orang. Apa yang
akan dipikirkan Kak Chandra setelah melihatku tadi? Apakah Kak Chandra akan mengecapku
sebagai cewek yang tidak baik-baik?
"Udahan din?" tanya Kak Chandra bermaksud menanyakan apakah aku sudah memakai lagi
bajuku.
Aku tidak menjawabnya. Hanya suara sesenggukan akibat tangisku.
Kak Chandra mencoba membalikkan badan untuk melihatku. Sesaat kemudian dia
menghampiriku yang terduduk melipat kakiku di depan dadaku seolah-olah melindungi tubuhku
dari tatapan Kak Chandra meski sebenarnya bajuku sudah terkancing lagi.
"Din... sorry banget..... aku nggak sengaja tadi... aa-aku gak tau kalo tadi ada kamu disini..."
katanya yang sekarang duduk di sebelahku.
Aku tetap tidak menjawabnya. Aku tetap menundukkan kepalaku berusaha agar wajah maluku
tidak dilihat olehnya. Sesekali aku menyeka air mataku.
"Din... aku harus ngapain? Tampar aku deh kalo emang aku udah kurang ajar... please maafin
aku...." lanjutnya.
Aku masih tetap membisu.
"Yaudah deh din... kayaknya mending aku pulang aja... tapi sekali lagi, aku minta maaf yang
sebesar-besarnya...." katanya sambil beranjak pergi dari kamar.
"Kak..." kataku pada Kak Chandra sebelum dia pergi.
"Iya?""Jangan bilang-bilang Kak Naya..." kataku lirih.
Kak Chandra mengangguk dan setelah itu dia pergi meninggalkanku sendiri di dalam kamar.
****
Tak lama setelah itu, Kak Naya kembali ke kamar. Sebelumnya aku telah menyeka air mata dan
berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
"Lho? Kamu disini din? Udah dari tadi?" kata Kak Naya terkejut dengan kehadiranku.
"Belum lama sih kak.." jawabku.
"Trus Chandra mana?" tanyanya.
"Ee.... udah pergi kak... katanya buru-buru tadi..." jawabku.
"Lho gimana sih? Udah dibeliin makanan malah pergi... Udah lama perginya?" tanyanya.
"Barusan aja kok..." jawabku.
Kak Naya terlihat mengambil handphonenya. Mungkin dia sedang menelpon Kak Chandra.
"Duh... kemana sih ini anak... pergi gak bilang-bilang, telpon gak diangkat..." ketus Kak Naya.
"Udah kak... mungkin Kak Chandra emang ada urusan mendadak... tadi dia juga gak ngomong
apa-apa kok, langsung nyelonong gitu aja pas aku datang..." jelasku yang sedikit berbohong.
"Yaudah lah.... kamu aja deh yang makan nih makanan... sayang, udah kebeli..." katanya.
Kami lanjut menyantap makanan yang dibeli Kak Naya.
"Kak.."
"Ya?" jawabnya.
"Kok Kak Chandra bisa masuk kesini sih?" tanyaku.
"Ohh.. udah 3 hari ini satpam kos gak ada... katanya sih lagi pulang kampung... jadi ya gitu...
tuh anak kamar bawah pada bawa masuk cowoknya semua..." jawabnya.
"Trus Kak Chandra udah disini dari kapan?" tanyaku.
"Kemaren""Kak Chandra nginep?" tanyaku.
"Iya..." jawabnya santai.
"Berarti Kak Naya sama Kak...." kataku yang segera dipotongnya.
"Heh! Gausah mikir yang macem-macem! Kita gak ngapa-ngapain...! kemaren Chandra cuma
main aja... trus malemnya pas mau pulang gak aku bolehin, soalnya ujan... jadi ya aku suruh
nginep aja...." jelasnya.
"Trus kalian ngapain aja?" tanyaku.
"Ih, kepo banget sih... ya banyak.. ngobrol, nonton film..." jawabnya ketus.
"Kak Naya pake baju kan?"
"Pake.... Chandra juga pake....." jawabnya kesal.
"Pake baju apa?" tanyaku lagi.
"Tuh!" kata kak Naya sambil menunjuk setelan baju tidur berupa kaos lengan pendek dan
celana panjang yang tergantung di belakang pintu.
"Pake daleman gak?"
"Gak! Udah ah... nanya mulu kayak wartawan... kan udah aku jelasin, kita gak
ngapa-ngapain...!" jawabnya kesal.
"Kalian tidur seranjang?"
"Gak Dinda.....! Chandra tidur di bawah... aku di kasur.... udah ah..." jawabnya.
"Ya maap... aku kan cuma penasaran..." kataku.
****
Malamnya, ketika aku hendak tidur, aku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Betapa
malunya aku ketika Kak Chandra melihat dadaku.
Namun aku berpikir. Bukankah ini sebenarnya yang aku inginkan? Bukankah ini yang sering
jadi fantasiku? Lalu haruskah aku menyesalinya?Itulah yang aneh. Aku memang shock ketika kejadian tadi siang, namun tidak sedikitpun rasa
penyesalan dengan apa yang telah aku lakukan. Rasa malu pasti ada. Namun dibalik rasa malu
itu, terselip sedikit rasa senang. Senang karena aku telah berhasil mewujudkan salah satu
fantasiku. Senang juga karena yang melihatku tadi adalah Kak Chandra, dan bukan orang
asing.
Aku terus membayangkan bagaimana ekspresi Kak Chandra ketika melihatku tadi. Apakah dia
terkejut? Sepertinya iya. Lalu, apakah dia suka dengan bentuk tubuhku? Apakah dia
terangsang setelah melihatku? Ah, kenapa aku selalu terbayang-bayang dengan wajah Kak
Chandra?
Tanpa disadari tanganku mulai bergerilya di kemaluanku. Aku memang sedang dalam kondisi
telanjang, karena memang sudah kebiasaanku untuk tidur dengan bertelanjang.
Ah... kenapa aku terangsang dengan hanya memikirkan Kak Chandra? Apakah aku
menyukainya? Ah jangan! Kak Chandra sudah punya pacar, dan pacarnya adalah kakak
sepupuku sendiri.
Aku berusaha menampik pikiran-pikiran tersebut. Namun aku malah semakin terbayang dengan
sosok Kak Chandra. Betapa gentle-nya dia tadi ketika meminta maaf kepadaku, betapa baiknya
perlakuannya kepadaku selama ini... Ah tidak! Aku tidak bisa menghentikan ini.
Aku malah mulai membayangkan bagaimana jika Kak Chandra saat ini di sebelahku,
menontonku melakukan masturbasi, dengan ekspresi wajahnya ketika melihatku telanjang
tadi.... Ah... aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Hingga akhirnya aku mengalami orgasme.
Sebuah orgasme cepat yang bisa dibilang dikarenakan sosok Kak Chandra yang hadir dalam
fantasiku. Sepertinya aku memang memiliki rasa padanya.
Sembari mengatur nafas setelah orgasme tadi, perlahan bayang-bayang Kak Chandra mulai
berubah. Aku seperti mencemaskan sesuatu. Aku takut, takut jika Kak Chandra mungkin akan
mengubah perlakuannya kepadaku setelah kejadian tadi. Takut jika Kak Chandra akan
mengecapku sebagai cewek murahan. Dan takut jika Kak Chandra akan selalu menghindar
dariku.
Ah... kini aku merasa menyesal. Tidak seharusnya aku memperlakukannya seperti tadi,
seolah-olah kejadian tadi adalah salah Kak Chandra sehingga harus membuatnya meminta
maaf kepadaku. Padahal yang seharusnya minta maaf adalah aku. Akulah yang salah, akulah
yang ceroboh.
Haruskah aku meminta maaf ke Kak Chandra? Ah, tapi aku tidak punya kontaknya. Jika aku
minta kontak ke Kak Naya, pasti dia akan curiga. Dan dari semua yang membuatku sedih
adalah aku kembali menyadari jika Kak Chandra adalah pacar Kak Naya yang tidak seharusnyaaku kagumi. Mungkin sebaiknya aku mundur, sebaiknya aku menghindari pertemuan dengan
Kak Chandra agar perasaan ini segera hilang.
****
Sebulan kemudian, aku sudah sedikit melupakan kejadian tersebut. Aku masih sering main ke
tempat Kak Naya, hanya saja sebelum ke tempatnya aku pasti bertanya terlebih dulu ke Kak
Naya apakah dia ada di kos atau tidak. Tidak hanya untuk mencari tahu apakah Kak Naya di
kos atau tidak, tapi lebih tepatnya untuk mencari tahu apakah dia sendiri di kamar atau tidak.
Tentunya aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi.
Selama main ke tempat Kak Naya aku juga masih melakukan kebiasaan yang sama, yaitu buka
baju seenaknya meski tidak sampai telanjang bulat seperti Kak Naya. Beberapa hari yang lalu
aku juga kembali menginap di tempat Kak Naya. Hampir sama seperti kegiatan menginapku
sebelumnya, kami menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bertelanjang hingga tidur.
Bedanya, kali ini kami tidak 'main lesbi'. Main lesbi adalah istilah yang dipakai Kak Naya ketika
kami saling menyentuh tubuh kami masing-masing. Namun sebenarnya tentu saja kami bukan
lesbian. Kak Naya masih menyukai lawan jenis, terbukti dengan adanya pacar, yaitu Kak
Chandra. Sedangkan aku juga masih merasa menyukai lawan jenis, meskipun sosok laki-laki
yang kusukai adalah pacar orang haha. Kami 'main lesbi' semata-mata karena kedekatan kami,
saling terbuka satu sama lain, dan sama-sama menyukai hal yang sama khususnya dalam hal
seks.
Aku akui kenapa kami sama-sama menyukai hal tersebut adalah karena peran Kak Naya yang
memperkenalkanku dengan dunia tersebut. Baik dari masturbasi, kebiasaan untuk memakai
baju seadanya, hingga suka memamerkan tubuh di tempat umum, semua karena Kak Naya
yang mengajariku.
Dimulai dari masturbasi. Untuk sekarang, bisa dibilang masturbasi adalah kebutuhan yang
harus dipenuhi olehku. Jika tidak berhalangan, aku bisa melakukan masturbasi 3 kali dalam
seminggu atau bahkan hingga beberapa kali dalam sehari jika benar-benar dalam keadaan
diluar kontrol.
Sedangkan untuk kebiasaan memakai pakaian 'seadanya', juga makin sering kulakukan setelah
melihat Kak Naya dengan kebiasaan tersebut. Selain sering menikmati ketelanjangan ketika di
dalam kamar, aku juga makin sering untuk tidak memakai pakaian dalam dalam keseharianku
baik di dalam maupun di luar rumah.
Terakhir, kesukaan untuk memamerkan tubuh di tempat umum atau yang biasa disebut
eksibisionis. Dalam hal ini aku tidak segila Kak Naya. Aku tidak memiliki keberanian seperti Kak
Naya untuk melakukannya. Namun kegiatan ini adalah salah satu fantasi yang paling sering
bayangkan ketika bermasturbasi. Jadi bisa dibilang aku sangat ingin melakukannya, namun aku
takut.Kebanyakan, eksib yang tergolong sangat nekat untuk dilakukan, aku lakukan bersama Kak
Naya. Beberapa yang kulakukan sendiri, paling mentok paling hanya ke sekolah tanpa pakaian
dalam. Padahal dalam fantasiku, aku selalu ingin merasakan bagaimana jika aku bertelanjang
di sekolah. Aku memang memiliki obsesi yang simple, yaitu ingin merasakan bagaimana
rasanya bertelanjang di tempat-tempat yang paling sering kukunjungi, salah satunya sekolah.
Aku memang pernah bertelanjang di sekolah bahkan dengan masturbasi. Namun itu hanya
kulakukan di dalam toilet. Tentu saja fantasiku lebih dari itu. Aku selalu membayangkan
bagaimana rasanya beraktifitas di sekolah tanpa memakai baju sehelaipun. Bertelanjang saat
mengikuti pelajaran di dalam kelas, jajan di kantin, dan aktivitas lainnya. Jelas aku tidak
mungkin melakukan hal tersebut, namun seharusnya aku bisa untuk sekedar bertelanjang di
tempat-tempat tersebut secara sembunyi-sembunyi. Hingga tibalah hari ini....
Hari ini adalah hari Sabtu, awalnya aku tidak ada sedikitpun niatan untuk 'iseng' di sekolah. Aku
tetap mengenakan pakaian dalam yang lengkap saat ke sekolah. Namun keinginan untuk
'beraksi' itu timbul ketika jam pelajaran telah usai. Aku tidak lagi melakukan ritual melepas
celana dalam di kelas setelah sekolah usai. Aku ingin sesuatu yang lain.
Ketika teman-temanku menuju tempat parkir dan gerbang sekolah, aku malah menuju kantin
yang letaknya di bagian belakang. Aku menuju kesana karena aku memang ingin membeli
sesuatu untuk diminum.
Ketika sampai sana, kulihat semua warung di kantin sudah mulai tutup, kecuali 'kantin kejujuran'
dimana kantin ini tidak memiliki penjaga. Kantin ini memang disediakan oleh sekolah untuk
melatih kejujuran siswanya. Bagi yang hendak membeli di kantin, tinggal mengambil
makanan/minuman yang ingin dibelinya, setelah itu langsung meninggalkan uang sesuai harga
ke tempat yang sudah sediakan. Aku segera masuk ke kantin yang berbentuk seperti kios
tersebut untuk membeli minum.
Ketika hendak mengambil minuman kemasan botol dari lemari pendingin, aku merasa tempat
ini adalah tempat yang pas untuk melakukan aksi. Bagian depan kantin ini tertutup oleh rak
makanan yang menutupiku dari pandangan luar meski hanya sebatas pinggang.
Sebenarnya kantin ini menghadap langsung ke arah tempat parkir siswa, dimana saat ini
sedang ramai oleh siswa yang sedang mengantre keluar sekolah. Tapi karena jarak tempat
parkir tersebut yang cukup jauh dengan posisi kantin, sepertinya orang-orang yang sedang
berada disana tidak akan terlalu memperhatikan ke arah posisiku ini. Yang menjadi masalah
sebenarnya adalah ada 3 orang di depan kantin yang sedang membereskan
warung-warungnya.
Dengan terus memperhatikan mereka, perlahan aku sedikit merundukkan tubuhku. Setelah
memastikan mereka tidak dapat melihat bagian bawah tubuhku, perlahan kunaikkan ujung rok
seragamku. Perlahan namun pasti, ujung rokku kunaikkan hingga pahaku. Aku tidak berani
menaikkannya terlalu tinggi karena aku merasa itu terlalu beresiko. Setelah kurasa cukup tinggi,tangan kiriku menahan ujung rok sementara tangan kananku masuk ke dalam rok untuk
menggapai pinggiran celana dalamku.
Tanganku agak kesulitan untuk menurunkan celana dalamku, karena kurang leluasa untuk
menggapainya. Namun setelah sedikit menaikkan rokku lebih ke atas serta merapatkan kedua
kakiku, akhirnya sedikit demi sedikit aku dapat menurunkan celana dalamku.
Ketika aku sudah berhasil menurunkan celana dalamku hingga paha, tiba-tiba muncul
seseorang dari samping kantin. Aku tidak menyangka akan ada orang yang datang dari arah
tersebut, karena aku hanya mengawasi 3 orang yang tadi ada di depan kantin. Orang tersebut
adalah salah satu guru di sekolahku, Pak Yuda namanya.
Seperti dugaanku, beliau akan menuju ke tempat yang kudatangi sekarang untuk menutup kios.
Pak Yuda memang bertugas untuk mengelola kantin kejujuran ini. Dengan panik, langsung
kukembalikan lagi posisi rokku, padahal celana dalamku masih 'nyangkut' di pahaku. Untungnya
aku masih punya waktu untuk membetulkan posisi rokku karena beliau sempat berhenti untuk
menyapa salah satu penjaga kantin.
"Eh pak.. udah mau ditutup ya?" sapaku kepada Pak Yuda saat masuk ke kios.
"Iya... udah belum belinya?" jawabnya.
"Ini, tinggal bayar kok..." kataku sambil meraih uang dari saku rokku dan meletakkannya ke
kotak yang sudah disediakan. Setelah itu, aku bergegas pergi.
"Lho, gak mau ambil kembaliannya?" tanya Pak Yuda.
"Ah gausah pak, gapapa kok.." jawabku, dan langsung bergegas pergi.
Jika ada yang memperhatikanku berjalan, pasti dia akan melihat keanehan dengan gerakanku.
Itu karena celana dalamku yang tertahan di pahaku. Seiring dengan langkah kakiku, celana
dalamku makin lama makin melorot. Aku sebisa mungkin menahannya agar tidak jatuh sampai
ujung kakiku. Karena jika terjatuh, pastilah celana dalam tersebut akan terlihat oleh orang lain.
Dengan berjalan sangat hati-hati, aku menuju salah satu tempat duduk di lorong sekolah. Aku
sudah tidak dapat lagi menahan celana dalamku yang sudah diujung betis. Aku duduk di tempat
duduk panjang tersebut sambil melihat keadaan sekitar. Sebenarnya kondisi sekolah sudah
sedikit sepi karena kebanyakan sudah pada pulang.
Saat mendapati lorong sekolah sudah tidak ada lagi yang lewat, aku segera melepas celana
dalamku. Dengan menggerakkan kedua kaki sedemikian rupa, hingga akhirnya celana dalamku
jatuh ke mata kaki ku. Dengan cepat langsung kuambil celana dalamku dan memasukkannya
ke dalam tas.Sekarang aku sudah tidak bercelana dalam seperti biasanya. Hanya saja yang kulakukan
sekarang lebih mendebarkan dan merepotkan dari yang sebelumnya biasa aku lakukan.
Pertanyaannya adalah, sekarang apa? Apakah aksiku berhenti dengan begini saja dan pulang,
atau aku harus mencoba tantangan lain?
Aku sempat termenung agak lama di lorong sekolah tersebut, memikirkan apa yang akan
kulakukan berikutnya. Hingga akhirnya aku beranjak, dan berjalan menyusuri lorong sekolah.
Kulihat keadaan sudah benar-benar sepi, aku sudah tidak lagi menemui seseorang di area
lorong. Mungkin beberapa guru masih berada di ruang guru, namun aku memilih berjalan
menjauhi ruang guru. Hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang penjaga sekolah yang
sedang mengunci pintu ruang-ruang kelas.
Penjaga sekolah tersebut mengunci setiap pintu ruang kelas yang dilewatinya. namun ketika dia
sampai ke ruang kelas yang tepat berada di sebelahku, dia hanya menutup pintunya, tanpa
menguncinya.
"Kok yang ini gak dikunci pak?" aku menegurnya yang terlihat sedang tergesa-gesa.
"Oh yang ini emang udah rusak pintunya, udah biasa gak dikunci..." jawabnya yang langsung
dilanjutkan berjalan menuju ruang kelas berikutnya.
Tiba-tiba aku mendapat ide.
Aku hanya berdiri di depan ruang kelas yang tidak dikunci tersebut sambil melihat si penjaga
sekolah menyusuri tiap ruang kelas. Ketika dia sudah sampai ruang kelas terakhir, dia kembali
berjalan menuju arahku.
"Lho kok gak pulang?" tegurnya ketika kami kembali berpapasan.
"Eh gak pak, udah ada janji mau ngerjain tugas bareng temen di sekolah..." jawabku asal.
"Oh... nanti kalo mau pulang lewatnya gerbang belakang aja ya.... gerbang depan udah di kunci
soalnya..." jelasnya.
"Iya pak... makasih..."
Si penjaga sekolah pun meninggalkanku. Setelah kulihat dia berbelok ke lorong sekolah yang
lain, dengan diam-diam aku membuka pintu ruang kelas yang tidak dikunci. Setelah
memastikan tidak ada yang melihat, aku pun menyelinap masuk ke dalam ruang kelas tersebut
dan langsung menutup pintunya.Suasana ruang kelas ini sangat gelap jika lampu di ruangan tidak dinyalakan. Itu karena di sisi
lain ruang ini merupakan sebuah tembok pagar setinggi 2 meter yang membatasi area sekolah
dan jalan raya. Membuat cahaya dari luar terhalang untuk masuk.
Sebenarnya aku sedikit ngeri ketika berada di dalam ruang ini sendirian. Kalau bukan karena
obsesi gilaku, aku tidak akan berani berada disini.
Aku mulai mengeksplor ruang ini. Aku menuju jendela besar yang mengarah langsung ke
tembok pagar. Jendela ini bisa dibuka lebar yang bahkan bisa untuk menyelinap masuk ketika
terbuka. Dari jendela ini, kulihat jarak antara ruang kelas dan tembok mungkin tidak sampai 1
meter. Bagian bawahnya sudah ditumbuhi rumput liar, dan banyak sampah kertas yang pasti
dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Celah sempit ini memanjang dari ujung
hingga ke ujung sekolah yang lain.
Aku kembali ke jendela depan dan melihat keadaan di luar sudah sepi. Mungkin tidak akan ada
lagi yang melintas di depan ruang kelas ini, karena ruang ini berada sedikit paling ujung. Hanya
yang akan menuju toilet yang memiliki alasan untuk melewati lorong di depan ruang ini.
Tanpa pikir panjang, kuangkat rokku hingga perut, menampakkan bagian tubuhku yang sudah
tidak tertutup apa-apa. Aku duduk diatas meja di dekat jendela, dengan kulit pantat yang
lansung menempel dengan meja. Sambil tetap mengawasi keadaan luar, tanganku mulai
membelai kemaluanku yang ternyata sudah basah oleh lendirku sendiri.
Aaahh...
Tidak butuh waktu lama untuk membuat jari tangan kananku terlumuri lendir ketika membelai
belahan kemaluanku. Sementara tangan kiriku yang dari tadi menahan rokku agar tetap
terangkat mau tidak mau harus membantuku menahan tubuhku yang sudah mulai tidak kuat
menahan gempuran kenikmatan. Memang tidak biasanya aku masturbasi dengan posisi duduk
seperti ini. Biasanya aku akan duduk sambil bersandar, atau dengan posisi tidur sekalian. Kali
ini tangan kiriku harus menopang tubuhku agar tidak terjatuh ke belakang, membuat rok
panjangku tidak lagi trtahan pada posisinya dan menganggu tangan kananku yang sedang
bertugas di kemaluanku.
Merasa tidak puas, aku pun turun dari meja. Kulepaskan ikat pinggang yang melingkar di
pinggangku dan memasukkannya ke dalam tas. Sejurus kemudian, aku langsung melepas kait
rokku dan menurunkan resletingnya. Dengan satu tarikan, rok panjangku terlepas dan jatuh ke
lantai. Sekarang aku sudah benar-benar setengah telanjang.
Aku sangat was-was, dan kembali melihat kadaan luar untuk kesekian kalinya. Karena ragu,
aku menggeser salah satu meja terdekat ke arah pintu agar mengganjalnya. Ini kulakukan agar
setidaknya memberiku rasa lebih aman.Haruskah aku melepas semua pakaianku? Aku kembali dilanda keraguan. Aku ingin sekali
melepas semua bajuku, namun aku masih takut jika ada orang yang akan memergokiku.
Apalagi pada saat aku kembali melihat ke jendela, aku masih melihat beberapa orang yang
masih lalu-lalang gedung lain, meskipun tidak terlalu sering. Akhirnya karena ragu, aku masih
tetap memakai bajuku. Setidaknya aku masih dapat menikmati ke-setengah-telanjangan-ku di
ruangan ini.
Dengan setengah telanjang, aku berkeliling menyusuri tiap sudut ruang. Duduk di salah satu
kursi, dan berpura-pura mengikuti pelajaran. Inilah salah satu fantasi yang biasa aku bayangkan
ketika bermasturbasi. Kemudian aku kembali maju ke depan. Kini aku membayangkan
seolah-olah aku sedang disuruh maju kedepan oleh guruku. Aku berpura-pura menulis sesuatu
di papan tulis, sambil membungkuk dan dengan sangaja memamerkan pantatku. Aku
membayangankan bagaimana rasanya jika hal ini benar-benar terjadi, bagaimana rasanya jika
pantatku benar-benar sedang menjadi tontonan oleh teman-temanku.
Selanjutnya, aku menuju meja guru. Sambil berdiri membelakangi kelas, aku
menggesek-gesekkan kemaluanku pada salah satu sudut meja guru. Sedikit geli, namun
bukannya enak, malah sakit yang kudapat. Kemudian, aku melihat sebuah spidol besar
tergeletak di meja. Kuhentikan aksiku dan mengambil spidol tersebut.
Dengan spidol di tangan, aku duduk di kursi guru. Yang dilanjutkan dengan mengangkat kedua
kakiku ke atas meja. Aku agak kesulitan menaikkan kakiku karena meja guru ini terbilang tinggi,
ditambah ada vas bunga yang membuatku harus hati-hati agar tidak menyenggolnya. Akhirnya
dengan susah payah, kedua kakiku sudah berada diatas meja, membuatnya mengangkang
sangat lebar karena masing-masing kakiku berada di ujung meja.
Dengan posisi seperti ini, kutempelkan spidol yang kubawa dan menggesek-gesekkannya pada
permukaan kemaluanku. Tanganku membuka sedikit permukaan kemaluanku, agar spidol yang
kutempelkan secara vertical dapat menyentuh titik sensitifku. Selain menahan desahan, aku
juga senyum-senyum sendiri. Karena apa yang kulakukan sekarang mengingatkanku pada
peristiwa pertama kali aku mengenal masturbasi.
Semakin lama permukaan spidol yang kupegang semakin licin karena terlumuri lendir yang
keluar dari kemaluanku. Hingga membuatku sedikit kesulitan untuk memegangnya. Tiba-tiba
jariku tidak dapat lagi mengendalikan spidol yang kupegang. Aku malah tidak sengaja membuat
tutup spidol tersebut terbuka, dan menyebabkan sebuah coretan memanjang di atas
kemaluanku karena terkena ujung spidol yang saat ini terjatuh ke lantai.
Melihat ada coretan di perutku, malah membuatku sedikit iseng. Kuambil lagi spidol yang
terjatuh tadi. Kulanjutkan coretan tersebut dengan menambahkan berbagai ornamen dengan
spidol yang kupegang. Jadi sementara tangan kiriku melanjutkan tugas pada kemaluanku,
tangan kananku malah mencoret-coret tubuhku sendiri dengan spidol. Coretan kubuat ternyata
juga tidak sengaja mengenai ujung bajuku. Hal ini malah membuat keinginan untuk membuka
baju kembali timbul.Setelah berpikir sejenak dan menyadari keadaan luar sudah benar-benar sepi, akhirnya
kuberanikan diri untuk membuka bajuku. Masih dengan posisi duduk mengangkang dengan
kedua kaki di atas meja, satu persatu kubuka kancing bajuku dimulai dari yang paling bawah.
Hingga akhirnya semua kancing bajuku terlepas, kusibakkan bajuku meski
tanpa
melepaskannya. Kini telah terlihat perut rataku dan sebuah bra yang menutupi buah dadaku.
Tanganku kembali mengelus-elus kemaluanku, sementara tangan satunya kembali
mencoret-coret tubuhku yang sekarang sudah sampai perut bagian atas. Kuangkat cup braku
sehingga payudaraku menyembul keluar dari bawahnya. Akhirnya dadaku berikut putingnya
juga tak luput dari kejahilan tanganku dengan spidol. Entah bagaimana reaksi orang ketika
melihat kondisiku sekarang ini. Setengah telanjang, dan dengan tubuh penuh coretan.
Lama-lama, aku merasa pegal juga dengan posisi seperti ini. Kuturunkan kakiku, dan beranjak
berjalan menuju ke jendela lagi. Aku tidak lagi melihat keberadaan orang dari sudut pandangku
sekarang. Hal ini membuatku semakin nekat.
Aku naik ke salah satu meja terdekat dengan jendela. Dengan berdiri, aku bergoyang-goyang
layaknya penari striptis. Perlahan-lahan, kulucuti bajuku sekaligus dengan branya. Dengan
hanya menyisakan jilbab dan sepatu yang masih menempel, aku membayangkan jika saat ini di
luar jendela sedang banyak orang yang sedang memujaku.
Tida-tiba aku mendengar langkah kaki. Aku segera berjongkok dan berusaha tidak bersuara.
Jantungku sangat berdebar-debar ketika suara langkah kaki tersebut semakin lama semakin
keras. Dan benar, ada seseorang yang sedang lewat di depan ruang!
Keringatku mulai mengucur deras ketika aku dapat melihat wajah cowok tersebut dengan jelas
dari posisiku. Dan seharusnya dia pun juga dapat melihatku dengan jelas, mungkin tidak hanya
kepalaku, tapi juga separuh badanku. Tapi untungnya dia tidak menoleh ke arahku, dia hanya
berjalan begitu saja tanpa mengengok ke arah jendela.
Fiuuh....
Aku lega orang tersebut tidak melihatku. Tapi bukan berarti aku tidak deg-degan lagi. Tentu saja
aku takut jika akan ada orang lagi yang melintas.
Akhirnya, masih dengan di atas meja, kuposisikan tubuhku tidur terlentang menghadap jendela.
Kuganjal kepalaku dengan tas. Sementara kakiku kutekuk, membuatnya mengangkang yang
mengarah langsung ke jendela.
Segera kutuntaskan masturbasiku yang belum selesai dengan kembali melakukan penetrasi ke
kemaluanku juga dengan dadaku. Sesaat kemudian, aku kembali mendengar langkah kaki. Dari
celah antara kedua pahaku, aku dapat melihat rambut seseorang yang sedang berjalan.Sepertinya ini adalah cowok tadi yang mungkin baru kembali dari toilet. Namun tanpa kuduga,
cowok tersebut menghentikan langkahnya tepat di depan jendela!
Apakah dia menyadari keberadaanku?
Aku tidak melihat jika dia seperti menyadari keberadaanku. Aku hanya melihat bagian atas
kepalanya saja yang diam tidak bergerak. Mengetahui hal ini, bukannya aku menghentikan
aksiku, aku malah makin mempercepat gerakan tanganku di selangkanganku.
Uuuhh...
Akhirnya aku mencapai puncaknya. Aku mendapatkan orgasme di sekolah. Fantasiku selama
ini akhirnya menjadi kenyataan. Ditambah lagi aku mendapatkan orgasme dengan keberadaan
orang yang mungkin hanya berjarak 1 meter dari kemaluanku. What a day...
Dengan masih mengatur nafas, aku masih memperhatikan kepala cowok tadi. Apa yang sedang
dilakukannya? Kenapa dia diam saja?
Sesaat kemudian aku mendengar dia menyapa seseorang. Aku juga mendengar suara langkah
lain. Sepertinya temannya juga menuju kemari.
Tiba-tiba kepala cowok tersebut mengihang dari jendela. Apakah dia pergi? Bukankah
temannya tadi menghampirinya? Apakah dia pergi bersama temannya?
Perhalan, aku bangun dari posisi tidurku dan ingin mengintip keluar jendela. Dengan hati-hati,
aku mendekatkan kepalaku dengan jendela.
Rupanya, cowok tadi masih di posisinya. Hanya saja sekarang dia duduk di kursi bersama 3
orang temannya. Iya, ternyata tidak hanya 1, namun ada 3 orang yang menghampirinya.
Bahkan aku mengenali salah satu orang tersebut. Dia adalah Bagas, ketua kelasku!
Sial, mereka malah ngobrol di depan kelas. Lalu bagaimana caraku keluar dari sini? Kalau aku
keluar, pasti Bagas akan menanyaiku kenapa aku di dalam dan apa yang kuperbuat di dalam.
Ah sial...
Sementara aku harus segera pergi dari sini agar hal-hal lain yang tidak dinginkan terjadi. Tapi
lewat mana? Tiba-tiba aku teringat dengan jendela besar yang mengarah ke tembok pagar.
Haruskah aku melompat lewat jendela itu? Meskipun aku tidak tahu celah sempit antara gedung
sekolah dan pagar tembok pagar akan berhenti dimana, sepertinya itu memang jalanku
satu-satunya.Aku segera turun dari meja dengan hati-hati. Kupungut bajuku dan langsung memakainya tanpa
memakai bra terlebih dahulu. Dengan tergesa-gesa, kuambil tasku beserta rok dan braku dan
berjalan ke arah jendela belakang. Aku sengaja tidak memakai rok terlebih dahulu karena pasti
akan mempersulit ketika aku melompati jendela.
Kubuka jendela besar tersebut. Sialnya, jika kuganjal jendela tersebut dengan ganjal jendela
yang ada, malah membuat celah yang dihasilkan menjadi sempit dan tidak dapat dilewati. Mau
tidak mau aku harus menahan jendela tersebut dengan tanganku.
Kulemparkan tas, rok dan braku ke luar jendela terlebih dulu. Sebelum dilanjutkan dengan
memindahkan tubuhku.
Dibantu dengan menaikki kursi yang kuambil. Aku mengeluarkan kaki kananku terlebih dulu
sementara tanganku menahan jendela. Hal ini mau tidak mau membuat selangkanganku harus
bergesekan dengan kusen jendela. Padahal kusen tersebut penuh dengan debu.
Dengan susah payah aku mengeluarkan tubuhku dari jendela ini. Ditambah lagi jendala yang
harus kutahan ini lumayan berat. Ternyata posisi jendela ini lumayan tinggi. Kakiku tidak dapat
menjangkau tanah. Membuatku harus melompat jika ingin keluar.
Ketika aku mencoba melompat, pantatku harus tergores sesuatu yang membuatnya sedikit
berdarah.
"Ah... kok gini amat ya...." pikirku mengasihani diriku sendiri yang harus bersusah payah setelah
melakukan aksi.
Setelah aku berhasil menganjakkan kakiku di tanah, dengan hati-hati aku menutup kembali
jendela. Dan segera kuambil barang-barangku dan berlari kecil menyusuri celah yang semakin
lama semakin sempit ini.
Rupanya celah ini mengarah kangsung ke arah tempat parkir. Setelah melihat keadaan tempat
parkir sepi, aku langsung keluar dari celah sempit tadi sebelum akhirnya aku menyadari jika aku
masih belum memakai rok!
Aku segera berbalik arah dan kembali masuk ke celah tadi. Dan dengan susah payah aku
memakai rokku karena posisiku yang kurang leluasa. Setelah memakai rokku, braku masih
berada di tanganku. Tiba-tiba aku ingat ide gila yang diutarakan Kak Naya ketika aksi kami di
pantai.
Braku tidak jadi kumasukkan ke dalam tas, namun kulemparkan ke arah tanah yang ditumbuhi
rumput liar. Braku tergeletak berada diantara sampah-sampah kertas layaknya sampah juga. Ini
adalah bukti, jika aku pernah 'telanjang' disini. Entah siapapun yang mungkin nanti akan
menemukannya, dia tidak akan tahu jika bra ini adalah milikku.Aku kembali menuju tempat parkir dan mencari posisi motorku, sebelum akhirnya aku ingat jika
hari ini aku tidak membawa motor! Itu karena motorku sedang dipinjam papaku untuk
urusannya. Pagi tadi aku diantar papaku ke sekolah, sedangkan harusnya pulangnya aku
dijemput oleh Kak Naya. Ah sial, kenapa aku bisa lupa semuanya?
Aku langsung mengambil handphone dari tasku. Dan ternyata terdapat 9 kali panggilan tak
terjawab dari Kak Naya. Segera saja kutelepon balik Kak Naya....
"Halo?!" kataku di telepon.
"Halo." jawab Kak Naya.
"Kak Naya dimana?" tanyaku.
"Dimana? Kamunya yang dimana! Aku udah nungguin di gerbang dari tadi! Kamu ditelepon gak
diangkat-angkat..." jawabnya marah-marah.
"Sorry kak... aku tadi ada urusan.... trus kak Naya dimana sekerang?"
"Aku udah dikampus lah... kuliah..." jawabnya.
"Trus aku pulangnya gimana kak?" tanyaku.
"Kamu sih... aku suruh Chandra jemput kamu aja ya..." jawabnya.
"Eh, kalo gitu gausah aja ka...." kataku yang segera dipotong olehnya.
"Udah ah... dosennya udah dateng nih... kamu nanti nunggu depan aja.." jawabnya yang
langsung menutup teleponnya.
Kak Chandra? Sial... padahal aku sedang tidak ingin bertemu dengannya...
Kak Naya sepertinya tidak menghiraukan perkataanku. Lalu apa yang harus kuperbuat
sekarang? Haruskah aku ikut dengan Kak Chandra? Sesaat kemudian handphoneku kembali
berdering.
Kulihat di layar, nomor yang asing. Ketika kuangkat... benar dugaanku. Aku mendengar suara
Kak Chandra di ujung telepon.
"Halo?" kata Kak Chandra.
"Ha..halo" jawabku gugup.
"Kamu dimana sekarang din? Aku udah di depan gerbang nih..." katanya."Ee.. ke gerbang belakang aja kak..."jawabku.
"Oke..." katanya yang langsung menutup teleponnya.
Beberapa saat kemudian Kak Chandra menghampiriku yang sudah berdiri menunggunya di
depan gerbang.
"Yuk.." katanya.
Tanpa menjawab apa-apa, aku langsung naik ke motornya. Selama perjalanan pun kami tidak
berbicara sepatah kata pun. Tiba-tiba aku langsung ingat kejadian memalukan sebulan yang
lalu. Aku yakin Kak Chandra saat ini juga mengingatnya.
This is akward...
Suasana benar-benar canggung. Tak sepatah katapun keluar dari mulut kami katika kami
berboncengan menuju rumahku. Mungkin saat ini mukaku sedang merah padam menahan
malu. Apa ya, yang sedang dipikirkan oleh Kak Chandra? Apakah dia mengingat-ingat kejadian
sebulan lalu?
Hingga akhirnya kami telah sampi di depan rumahku.
"Makasih ya kak... maaf ngerepotin...." kataku sesaat setelah turun dari motornya.
"Gak kok din.... kebetulan aku tadi lagi di deket sekolahmu...." jawabnya.
Lalu kecanggungan kembali terjadi. Lagi-lagi kami terdiam. Aku hanya menatap kosong ke
tanah, tanpa berani melakukan kontak mata dengannya.
"Emmm... kalo gitu aku langsung aja ya..." kata Kak Chandra memecah kesunyian.
"Eh kak..." kataku mencoba menahan Kak Chandra pergi.
"Ya din?"
"Mmmm... eee... anu.... soal kejadian di kos Kak Naya waktu itu..." kataku sambil gugup.
"Din... aku kan udah minta maaf.... aku bener-benar gak sengaja waktu itu..." jawabnya.
"Gak kak... harusnya aku yang minta maaf.... itu bukan salah kak Chandra kok... maaf kalo aku
udah marah ke Kak Chandra..." jelasku."Gak papa din... wajar kok kalo kamu marah.... aku gak nyangka aja bakal kejadian kayak gitu...." jawabnya.
"Eh... Kak Chandra gak cerita ke Kak Naya kan?" "Gak kok din... aku gak cerita ke siapa-siapa..." jawabnya. "Makasih kak..." "Eh... tapi.... ada yang mau aku tanyain... tapi kau jangan marah ya..." kata Kak Chandra. Aduh. Apakah Kak Chandra akan menanyakan kenapa aku tidak memakai bra waktu itu? "Ee.. nanya apa kak?" tanyaku. Aku sedikit deg-degan menunggu apa yang akan dia tanyakan.
"Anu.... kok kayaknya ada yang aneh ya sama baju kamu..." jawabnya. Sontak aku langsung melihat bajuku sendiri. Ternyata aku mendapati baju seragamku tidak terkancing sempurna!
2 kancing teratas bajuku tidak masuk ke lubang yang seharusnya, membuat sebuah celah yang cukup lebar tepat di daerah belahan antara kedua payudaraku! Kak Chandra pasti dapat melihat langsung kulit dadaku. Malah mungkin semua orang dapat melihatnya! Karena secara tidak sadar bajuku sudah terbuka selama perjalanan dari sekolah menuju rumahku. Pasti ini karena aku terburu-buru memakainya.
Ah sial.... kenapa ini harus terjadi lagi? lalu apa yang harus kujelaskan ke Kak Chandra? Sebulan lalu dia sudah mendapatiku tidak memakai bra di balik seragam sekolahku, dan kali ini terjadi lagi.... dan bahkan lebih parah.
Bersambung.
Labels: KISAH DINDA


0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home