Wednesday, March 30, 2022

KISAH KAK ALYA - Bagian 8

 “Sekarang gantian saya yang isi dompetnya non yah.. hehe, dijamin ampe luber lagi dah, hahaha!” terdengar suara pria yang lain.

“Uuugh... Pak Mamit nakal deek, mau ikut-ikutan bayar di dompet kakak niih.. boleh ngga sih dek? Hihihi...”

Suara percakapan yang terakhir kudengar ketika aku tergolek lemas tak berdaya, karena berikutnya aku hanya mendengar suara desahan dan lenguhan kakakku saja di sertai ledekan pria-pria itu yang cenderung melecehkan kakak kandungku.

Antara terima dan tidak terima mendengar kakakku diperlakukan seperti itu, toh akhirnya aku memang tak bisa berbuat apa-apa. Aku sendiri malah coli ketika kakakku sendiri tengah digagahi dua pria itu. Bahkan aku sampai coli dua kali, ketika panggilan pertama kakakku akhirnya terputus dan aku dihubungi kembali oleh kakakku yang ternyata justru Pak Has yang menggunakan hape kakakku untuk menghubungiku.

Aku ingat ketika Pak Has sambil terkekeh-kekeh menceritakan dengan detil apa saja yang tengah dialami oleh kakakku. Dia menjabarkan dengan detil bahwa kak Alya sambil terlungkup digenjot oleh Pak Mamit hingga tak mampu berkata apa-apa. Bahkan sengaja menempelkan hapenya dekat dengan kak Alya agar aku dapat mendengar suaranya yang sedang digenjot habis oleh pria sialan itu. Aku hanya bisa membayangkan seperti apa adegan yang sedang terjadi di sana yang justru membuat otongku kembali bangkit dan dengan tak berdaya aku pun kembali mengocoknya lagi.

Aku marah pada diriku sendiri, tapi aku tak mampu menahan diri ketika mendengar kakakku melenguh dan mendesah tak karuan hingga akhirnya melolong panjang yang dibarengi dengan muncratan pejuku di kasurku. Dan malam itu baru menunjukkan pukul delapan malam. Sedang kakakku baru diantar pulang hampir menjelang tengah malam.

https://goo.gl/sZKm82

Dan itu adalah kejadian seminggu yang lalu. Dimana semenjak kejadian itu banyak mengubah pandanganku terhadap kakak kandungku.

Malam ini aku sedang tidur-tiduran di ranjangku, sendirian tapi tidak seperti biasanya yang selalu mengganggu kakakku. Habisnya kak Alya sejak sesudah makan malam terus saja berada di kamarnya, gak mau diganggu. Katanya sih sedang sibuk bikin tugas kuliah. Padahal aku belum ngepejuin dia malam ini. Ya… hampir tiap malam aku pasti selalu menguras kantong zakarku dan memindahkan isinya ke tubuh kakakku itu. Sungguh hari-hari yang indah bila mengingat kembali kebiasaan kami di rumah apabila sedang hanya berdua..Tapi aku tidak menyangka kalau kakakku lebih nakal dari yang aku pikirkan. Ataukah dia

memang sudah nakal sejak dulu dan aku baru mengetahuinya? Aku pikir kejadian dengan

teman-temanku itu adalah satu-satunya, tapi ternyata terus berlanjut dan semakin parah.

Seharusnya aku marah ketika kakakku dilecehkan seperti itu, tapi entah kenapa aku juga

sangat horni membayangkan kakakku yang putih dan cantik sedang ditindih oleh orang-orang

seperti mereka. Aku benar-benar seperti sedang di antara dua sisi yang berjalan berdampingan.

Untung saja sampai saat ini dia masih tetap berbaik hati membolehkanku beronani di

depannya, hingga aku memuncrat-muncratkan pejuku dengan banyaknya menembak wajah

maupun tubuh kakak kandungku yang cantik ini. Hanya saja belakangan ini perasaanku seperti

teraduk-aduk.

Sebenarnya aku ingin sekali merasakan seperti yang orang-orang itu rasakan, tapi kak Alya

terus saja tidak membolehkannya dengan alasan kalau kami adalah saudara kandung.

Sungguh bikin kesal, tapi biar deh daripada gak dapat sama sekali, apalagi aku memang selalu

tidak tahan bila berkhayal sedikit tentang kakakku sendiri. Ah, aku ingin pejuin dia lagi nih

sebelum tidur.

Akupun bangkit dari tempat tidurku, keluar kamar, dan segera menuju ke kamarnya. Aku harap

kak Alya sudah selesai bikin tugas sehingga aku bisa bermanja-manjaan lagi dengannya.

“Tok tok tok…” ku ketok pintu kamarnya.

“Siapa?” tanya kak Alya kemudian. Apaan sih kakakku ini. Udah tahu di rumah cuma ada kita

berdua, siapa lagi emang kalau bukan aku? -_-

“Aku kak…” jawabku malas, terdengar dia seperti tertawa kecil di dalam.

“Oh… Ada apa dek?”

“Itu… Aku boleh masuk nggak kak?”

“Mau ngapain? Kan kakak udah bilang kalau kakak lagi sibuk, bandel banget sih kamu

dibilangin”

“Eh, i..itu.. pengen main game di tabletnya kakak, penasaran nih belum tamat” alasanku

mengada-ngada. Tentu saja dia tahu kalau itu cuma alasanku saja.

“Huuu… gayamu dek. Jujur aja deh… mau ngapain, hayo? kepengen yah? hihihi”

“Hehehe… iya nih… boleh ya kak?”

“Nggak!” Ugh kak Alya..

“Yaah… janji gak bakal ganggu kok kak… Please… bolehin aku masuk yah…”

“Dasar kamu ini, emang susah dilarang kalau lagi kepengen, hihihi.. Tunggu setengah jam lagi

yah..” ujarnya kemudian.“Janji yah kak setengah jam lagi?”

“Iya… adek kakak ini cerewet banget sih…”

“Hehehe.. makasih kak…” Ya sudahlah kalau dia bilang setengah jam lagi. Aku rela menunggu

kak Alyaku yang seksi demi ngepejuin dia. Sambil menunggunya aku habiskan waktu saja dulu

menonton tv.

Sekitar setengah jam kemudian kak Alyapun keluar dari kamarnya. Seperti biasa, dia selalu

kelihatan cantik. Tapi tumben kali ini dia muncul dengan pakaian yang cukup sopan. Dia

memakai baju kaos biru lengan pendek dan rok yang panjangnnya di bawah lutut. Hmm..

mungkin karena hawa malam ini cukup dingin karena baru saja turun hujan.

“Kamu lagi ngapain dek? Belum bobok?”

“Aku kan nungguin kakak, gimana sih” ujarku kesal.

“Eh, iya yah… hihihi. Eh dek, temenin kakak cari minuman ke minimarket dong… Capek nih

habis ngerjain tugas, kakak jadi haus”

“Yah… kok sekarang sih kak… tengah malam gini ngapain sih keluar? Minum air putih aja deh”

tolakku karena aku ingin segera bermanja-manjaan denganya. Sudah gak kuat lagi nahan dari

tadi.

“Gak puas kalau cuma minum air putih aja, ayo dong dek.. temenin kakak yah?” pintanya lagi

manja.

“Duh… Iya deh kak. Cuma nyari minum aja kan? Ga ada niat yang lain-lain?” tanyaku penuh

selidik. Meskipun aku selalu penasaran dengan tingkah kak Alya yang tidak tertebak, tapi aku

agak cemas juga kalau kak Alya mengulangi aksi nekatnya seperti sebelumnya. Tetap sih aku

konak, tapi aku merasa aksi nekatnya yang keliling komplek dengan pakaian nyaris telanjang

waktu itu terlalu beresiko. Aku tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada kakakku

tercinta ini.

“Hihihi, emangnya kamu ngarepin apa, hayo? Iya.. kakak beneran haus kok dek.. Bentar ya

kakak ambil mantel dulu”

Kak Alyapun pergi ke kamarnya. Beberapa saat kemudian ku lihat dia kembali dengan memakai

mantel panjang rapat berwarna ungu yang menutupi hampir seluruh tubuhnya hingga sebetis

kakakku. Fiuh.. leganya, sejenak ku pikir kak Alya bakal muncul dengan pakaian yang

memamerkan aurat-auratnya, untung saja tidak.

“Yuk dek,” ajaknya mengulurkan tangannya padaku sambil tersenyum manis.

“Iya kak…” Akupun menggapai tangannya. Dia lalu menarik tanganku menuntunku sampai ke

luar rumah.Tampak suasana yang sudah sangat sepi dan gelap di luar sini. Mana hawanya dingin banget

pula. Aku pengen cepat-cepat saja ke mini market dan segera kembali ke rumah, terus

manja-manjaan deh dengan kakakku. Setelah mengunci pintu kamipun segera menuju ke mini

market.

“Sepi yah dek?”

“Iyalah… namanya juga tengah malam gini”

“Berarti udah gak ada orang lagi kan di luar?”

“Kalau iya memangnya kenapa kak?”

“Umm.. kalau kakak telanjang kira-kira ada yang lihat gak yah….” ujarnya genit sambil

tersenyum nakal padaku. Duh… kak Alya ini, jangan mulai deh.

“Jangan macam-macam donk kak…”

“Kenapa? Gak bakal ada yang lihat tuh kayaknya… udah pada bobok”

“Iya sih, tapi kan belum tentu gak ada orang yang bakal lewat nanti. Udah deh kak jangan yang

aneh-aneh”

“Hihihi.. takut benar sih kamu. Iya deh iya… kakak gak telanjang dulu, hihihi” Ugh… Kak Alya.

Apa dia benar-benar berniat bertelanjang di tempat umum lagi? Kakakku ini sungguh membuat

aku gemas! Meskipun aku penasaran dan horni juga, tapi gila aja kalau dia benaran bakal

telanjang lagi di luar sini, di lingkungan komplek perumahan kami yang orang-orangnya

mengenal kakakku sebagai gadis baik-baik, sopan dan alim. Kalau kakakku ketahuan keliling

komplek bertelanjang bulat gimana coba, bisa rusak nama baik orangtua kami. Nasib baik

waktu itu aksinya tidak ketahuan, aku tidak ingin dia mencoba mengulanginya lagi, karena

belum tentu selanjutnya bakal seberuntung waktu itu.

Kak Alya berjalan lebih dulu di depanku. Dari dulu kalau kami jalan bareng memang selalu dia

yang di depan. Baik ketika jalan ke mall, jalan ke sekolah, atau kemanapun selalu begitu.

Kakakku di depan dan aku mengikutinya di belakang, bukan beriringan. Hal itu karena dulu

kalau kami jalan beriringan aku selalu tanpa sadar berjalan lebih cepat sehingga kakakku harus

sering tergopoh-gopoh menyusulku. Aku tidak bisa mengimbangi langkah kak Alya yang kecil

dan pelan. Akhirnya entah mulai kapan, kak Alya memutuskan kalau kita jalan berdua, dia

harus di depan sedangkan aku harus ngikutin di belakang supaya bisa menyesuaikan langkah

dengannya. Dilarang keras menyelipnya. Akhirnya lama-lama jadi terbiasa jalan berdua seperti

ini.

Kami terus berjalan. Ku lihat dia membuka tali mantelnya yang tadinya terikat sehingga kini

mantelnya terbuka. Menurutku tidak aneh, tapi lama-kelamaan agak janggal karena kak Alya

sering memelankan langkahnya sambil tengok-tengok. Kalau di depan terlihat ada kendaraan,

dia akan melambat untuk menunggu kemana arah kendaraan itu. Kalau ternyata kendaraan itu

tidak menuju ke arah kami, hanya lewat di depan dan menghilang di tikungan jalan, kakakkupun

kembali berjalan dan mempercepat langkahnya seperti khawatir disalip olehku, kadang sambil

menengok ke belakang dan senyum-senyum nakal padaku.“Ada apa sih kak?” tanyaku heran melihat tingkahnya.

“Nggak ada kok, hihihi” jawabnya centil cekikikan. Sungguh bikin gemes. Rasanya aku melihat

rona wajah kak Alya memerah, tapi aku tidak begitu yakin. Aku berusaha tidak berpikir yang

macam-macam.

Kami semakin jauh dari rumah. Sekarang di depan tampak ada tukang nasi goreng. Agak jauh

tapi jelas menuju ke arah kami. Namun lagi-lagi kakakku menengok ke belakang dan tersenyum

kecil padaku. Kali ini aku yakin kalau wajah kak Alya bersemu merah. Dia lalu mempercepat

langkahnya sehingga ujung-ujung mantelnya jadi agak berkibar. Aku sampai dapat melihat betis

putih kak Alya tersingkap agak tinggi hingga ke atas lutut. Lho? Bukannya tadi sebelum pergi

kak Alya memakai rok panjang? Apa dia diam-diam sudah menggantinya dengan rok mini atau

celana pendek?

Kak Alya memperlambat langkahnya lagi. Tukang nasi goreng itu semakin dekat. Jalanan yang

kami lewati agak gelap karena lampu jalan hanya menyala sebagian kecil. Begitu jarak kami

dan tukang nasi goreng itu semakin dekat, kak Alya kembali menutupkan mantelnya

rapat-rapat, tidak diikat, melainkan sekedar memegangi dengan tangannya, dan lagi-lagi dia

melirik ke belakang tersenyum padaku. Senyum yang membuat aku berdebar-debar karena aku

tidak tahu apa maksud senyumannya itu.

“Nasi goreng neng?” Tanya tukang nasi goreng itu sambil tersenyum mesum. Aku yang

sekarang berdiri di samping kak Alya kini mulai curiga melihat kakakku mendekapkan

tangannya rapat-rapat memegangi mantelnya.

“Hihihi, nggak bang, makasih...” jawab kak Alya centil. “Udah kenyang, lagian malam-malam

makan nasi goreng ntar gendut bang” sambungnya lagi. Duh, kakakku ini, kalau nggak mau beli

ya tinggal bilang ‘nggak’ aja, gak usah berhenti dan ngajakin ngobrol sambil kecentilan gitu!

“Emang sekarang udah jam berapa neng?”

“Hmm.. jam berapa yah… bentar bang” kak Alya lalu berusaha mengambil hape yang ada di

saku mantelnya. Untuk mengambil hape di sakunya kak Alya harus mengendorkan

pegangannya pada mantel sehingga bagian kerahnya agak terbuka. Oleh karenanya belahan

dada kakakku itu jadi tampak dengan jelas! Terang saja tukang nasi goreng menelan ludah

dibuatnya, tapi kak Alya tetap terlihat cuek. Duh, kak Alya…

“Jam setengah dua belas bang. Udah malam kan? Masa jam segini makan nasi goreng sih…

hihihi” ujar kak Alya kemudian dengan ramahnya. Aku yakin kalau kak Alya memang berniat

menggoda tukang nasi goreng itu. Begitupun dengan tukang nasi goreng itu yang tentunya

sangat beruntung bisa bertemu dan ngobrol dengan gadis secantik kakakku. Tapi yang bikin

aku penasaran, sebenarnya apa yang dikenakan kak Alya dibalik mantelnya itu? Sepertinya

tidak hanya aku yang penasaran, tapi juga si tukang nasi goreng. Matanya terlihat berusahamengintip ke balik kerah mantel kakakku yang terbuka. Aku mulai curiga kalau jangan-jangan

kak Alya tidak memakai apapun lagi dibaliknya!? Duh… Aku jadi tegang membayangkannya.

“Memangnya neng mau kemana malam-malam begini?” tanya si tukang nasi goreng yang

sepertinya ingin menahan kakakku lebih lama. Tapi kak Alya sendiri malah tetap meladeninya.

“Mau cari minuman bang ke minimarket sama adek, iya kan dek?” jawabnya sambil melirik

tersenyum padaku.

“I..iya. Kak… udah yuk… jalan lagi, ntar kemalaman” ajakku. Aku tidak mau berlama-lama di

sini. Namun kak Alya belum mau beranjak juga, sepertinya masih belum puas menggoda si

tukang nasi goreng. Si tukang nasi goreng itu tampaknya juga ingin berlama-lama ngobrol

dengan kakakku, bahkan dia kelihatan tidak begitu memperdulikanku saat aku mengajak

kakakku untuk pergi dari sini.

“Oh… mau ke minimarket ya neng? Haus yah malam-malam?”

“Iya bang… minimarketnya masih buka kan bang? Ya iyalah, kan 24 jam, hihihi” ujar kak Alya

yang masih saja beramah-ramah pada bapak penjual itu. Udahan dong kak!

“Hahaha, si neng... tapi ada apa sih kok lihat ke bawah terus?”

“Ah, nggak… mastiin aja kalau kakinya bapak napak ke tanah, hihihi”

“Idih si neng, masak bapak dikira setan. Yang patut dicurigai tuh neng, kok tengah malam di luar

bisa ketemu cewek kayak neng, udah cantik, putiih mulus, rambutnya panjang. Jangan-jangan

neng sundel bolong lagi, hayo liat punggungnya... hehe”

“Iihh… abang gak sopan nih mau lihat-lihat punggung orang!”

“Lho, tadi si neng sudah ngecek kaki saya napak apa nggak. Sekarang biar adil boleh dong

saya ngecek punggung neng bolong apa nggak, hehe” ujar si tukang nasi goreng yang tentunya

punya maksud mesum. Sialan. Aku harap kak Alya tidak benar-benar akan membuka

mantelnya, karena apapun itu dibaliknya pastinya akan membuat heboh nantinya. Apalagi kalau

sampai memperlihatkan punggungnya segala.

“Beneran abang mau lihat? Ntar kalau beneran bolong abangnya bakal lari pontang-panting

lagi, hihihi”

“Ah, kalau hantunya secantik neng sih saya pasrah aja dah… Ayo dong neng buka mantelnya”

pinta tukang nasi goreng itu lagi yang sepertinya ngebet banget ingin tahu apa yang dikenakan

kakakku di balik mantelnya. Aku sebenarnya juga penasaran, tapi tentunya aku tidak ingin kak

Alya benar-benar akan membuka mantelnya di hadapan orang ini. Gila aja kalau dia sampaimembuka mantelnya. Kalau ternyata kakakku memang tidak memakai apa-apa dibalik mantel

itu entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Aduh… abang ini. Hmm… gimana yah... Tuh dek, abang ini pengen lihat dibalik mantel kakak

ada bolongnya atau nggak, kasih lihat nggak sih dek?” tanya kak Alya senyum-senyum padaku.

Tentu saja aku menolak.

“Eh, jangan kak! Ngapain juga sih diturutin becandaan abang ini”

“Hihihi… tuh bang… gak dibolehin sama adek”

“Yahh si neng, malu yah? Jangan-jangan si neng gak pake apa-apa lagi? Hehe…” si bapak

penjual itu menebak seolah yakin betul yang aku sendiri tak tahu dari mana dia bisa berpikiran

seperti itu. Tapi melihat sikap si bapak yang terus memaksa kak Alya untuk memperlihatkan

punggungnya jangan-jangan di kejauhan tadi dia memang melihat sesuatu. Apa kak Alya benar

tidak memakai apa-apa di balik mantel itu?

“Adeek, gimana donk niih? Si abang maksa banget deh kayaknya” kak Alya bertanya padaku

tapi bukan seperti dilanda panik karena dipaksa si bapak penjual nasgor itu, malah senyum

genit gak jelas. Justru aku yang panik dan khawatir kalau kakakku akan berbuat nekat meladeni

si bapak itu.

“Ayoh neng..” si penjual makin ngelunjak memaksa kak Alya untuk membuka mantelnya untuk

memperlihatkan punggung kak Alya.

“Adek, sini deh..” panggil kakakku setengah berbisik. Entah apa yang sedang kak Alya ingin

sampaikan sampai harus bersuara agak berbisik. Yang aku yakin pasti selalu membuatku

tegang dan tak berkutik.

“Duh kak, apaan lagi?”

“Kamu bantuin kakak yah dek..”

“Bantuin apaan sih kak?” tanyaku penasaran dengan nafas mulai memburu, entah karena

terburu panik atau hal yang lainnya kini sudah makin tak jelas.

“Ummm... kamu bantu pelorotin mantel bagian belakang kakak yah, hihi..”

“Hah?! Ah, gak mau kak!”

“Yaah adeek, entar abangnya gak pergi-pergi loh.. mau yah?”

Kak Alya selalu memberikan pilihan yang sulit buatku, dan aku sudah sangat panik apabila

memang benar kak Alya tak memakai apa-apa di balik mantel ini, maka kakakku akan jadi

tontonan buat si bapak itu. Tapi membayangkan memelorotkan mantel kakakku sendiri supaya

bisa dilihat orang lain, gejolak batinku benar-benar tercampur aduk makin kacau. Kakakku yang

cantik dan putih, akan kuperlihatkan punggung polosnya pada si bapak sialan itu.Tanpa menunggu persetujuan dariku, sepertinya kak Alya tau betul kalau aku juga setengah

menikmati adegan ini yang mana kakakku langsung mengambil posisi memunggungi bapak itu.

Sedang aku entah sadar atau tidak kini sudah memegang kerah belakang mantel kak Alya.

“Kaak.. kakak serius nih?” sambil menatap wajah kakakku yang sama sekali tak menyimpan

kecemasan, malah melempar senyum manis dan kedipan sebelah mata. Apa maksudnya?

Lalu dengan perlahan kak Alya menyibakkan rambut panjangnya kedepan dan membuka

mantel bagian depannya yang tak terlihat oleh si bapak itu, tapi aku yang berdiri di samping kak

Alya melihat jelas apa yang dikenakannya malam ini di balik mantel ungu itu. Kak Alya tak

mengenakan apa-apa! Mendadak jantungku merasa seperti berhenti hingga lupa bernafas. Aku

melihat jelas susu kak Alya yang putih dengan puting merah kecoklatan mengacung keras

ketika membuka lebar mantelnya. Ough.. Celanaku..

“Adeek.. tarik kebawah doonk..” pinta kak Alya dengan suara manja kepadaku. Aku

benar-benar seperti terhipnotis karena godaannya. Dan aku malah benar-benar menarik

kebawah kerah belakangnya yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan leher jenjang dan

mulus kak Alya, sungguh aku bisa melihat bulu-bulu halus yang tumbuh pada tengkuknya. Kak

Alya benar-benar seksi. Aku bahkan seperti tak mendengar celotehan si penjual sialan itu lagi.

Sebagai sesama lelaki aku tahu betul ia pasti sedang menikmati pemandangan ini dengan leher

tercekat.

“Uugh.. kaak, udah yah?”

“Kalo kakak bilang udahan, adek bener mau udahan? Hihihi...” kak Alya seperti tahu betul kalau

aku sedang perang bathin. Apalagi kini aku seperti sedang menelanjangi kakak kandungku

sendiri di hadapan orang lain. Sensasi ini justru malah membangkitkan hasratku untuk terus

memeloroti mantel kakakku.

“Kaak..”

“Apa deek?”

“Punggung kakak putih banget kaak..” tanpa sadar aku malah berceloteh sendiri dan sudah

menurunkan kerah kak Alya sampai kepunggungnya, kak Alya benar-benar merawat tubuhnya

hingga terlihat seksi seperti ini.

“Hihihi.. adek suka yah?”

“Suka kaak..”

“Dek, liatin deh abangnya..” perintah kak Alya sambil menatap genit padaku untuk melihat

reaksi si abang, karena jelas sudah kak Alya memang niat membuat si abang ketar-ketir

dengan pemandangan ini.

Saat aku melihat si abang yang sedang melongo sambil memegang pegangan gerobaknya

melihat punggung putih kak Alya, tiba-tiba aku agak dikejutkan dengan hembusan angin di

kakiku seolah ada yang jatuh di bawah sana. Saat kulihat kebawah, aku melihat mantel kak

Alya sudah berada di kakinya yaitu di atas aspal. Kak Alya menjatuhkan mantelnya!“Kak!”

“Aduuh.. melorot deh deek, ambilin doonk, hihi.. dingin niih..” katanya sambil ketawa cekikikan

sambil tersenyum geli. Kakakku benar-benar gila dan nekat! Bahkan di depan bapak penjual

nasi goreng kakak memperlihatkan tubuh belakangnya, yang mana kini si bapak itu tahu bahwa

kak Alya memang bugil!

Sepintas kulihat si bapak penjual itu masih melongo dan melotot melihat kakakku yang bugil

membelakanginya. Malahan seperti orang yang tersedak biji salak. Dari tengkuk, punggung,

pantat, sampai paha dan kakinya yang jenjang dan putih bersih terlihat jelas oleh si bapak itu.

Dengan cepat aku mengambil lagi mantel itu dari bawah dan memakaikan kembali ke tubuh

kakakku yang agak menggigil kedinginan dan berniat untuk segera pergi dari sini dengan

menariknya, tapi kak Alya malah mendekati si bapak itu.

“Bang.. gak bolong kan punggungnya?”

“Eh, A-anu.. ngga neng, hehe.. bening..”

“Yang bolong bukan punggungnya, tapi yang dibawah, hihihi..”

“Hah?!”

“Daag abaang..” celoteh kak Alya yang langsung menghampiriku dan memegang tanganku

meninggalkan si abang yang tengah terbengong-bengong seperti tak mempercayai bila ia akan

benar-benar melihat seorang cewek cantik yang mau bugil di depannya.

Sampai di persimpangan kami berbelok dan sudah meninggalkan tukang nasi goreng tadi.

Sambil terus berjalan aku semakin tak nyaman dengan situasi yang makin memanas ini.

bahkan saking panasnya sepertinya aku hampir pingsan setiap kali mendapat serangan siksaan

dari kakakku yang nakal ini.

“Kak… pulang aja deh kalau gini…” pintaku cemas takut-takut terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Apalagi setelah tahu kalau kakakku tidak memakai apa-apa lagi dibaliknya.

“Hihihi… kamu ini penakut banget sih” jawab kak Alya santai, tapi aku tahu dia tidak sesantai itu

juga, dia pastinya sangat berdebar-debar juga saat ini. Terutama kejadian barusan dimana kak

Alya langsung pergi meninggalkan si penjual nasgor itu sendirian. “Udah dekat tuh ke

minimarket masak pulang sekarang sih?” ujarnya lagi.

“Iya.. tapi pakaian kakak kayak gitu…” jawabku yang masih ragu untuk meneruskan

petualangan malam ini.

“Huuuu… seperti tadi tuuh, padahal kamu suka kan?” goda kak Alya. Tebakannya memang

tidak salah, walaupun aku begitu cemas, namun aku memang sudah konak dari tadi melihat

tingkah nakal kakak kandungku ini. Kak Alya senyum-senyum manis melihat aku yang hanya

terdiam, sepertinya dia tahu isi pikiranku.Dia lalu mulai berjalan lagi. Akupun ternyata mengikutinya juga akhirnya. Aku harap kakakku

tidak akan berbuat yang akan membuat jantungku copot.

“Bentar dek” ujar kak Alya menyuruh berhenti saat kami sampai di perempatan jalan yang

lampu jalannya menyala terang.

“Ada apa kak?” tanyaku heran. Dia tidak menjawab dan hanya senyum-senyum padaku. Dia

berniat menggodaku! Apa yang akan diperbuatnya? Dadaku sungguh berdebar kencang.

Kak Alya lalu celingak-celinguk memperhatikan setiap sudut jalan. Setelah memastikan kondisi

sepi dia kini malah berdiri tepat di bawah sorotan lampu jalan dan…

“Dek…”

“Ya kak?”

“Tangkep nih!” BUK! Kak Alya melemparkan mantelnya padaku! Dia kembali bertelanjang bulat!

Bugil polos tanpa sehelai benangpun di tubuhnya! Badanku langsung panas dingin. Kakakku

benar-benar nekat! Jelas aku jadi panik bukan main dibuatnya, namun sekaligus konak berat di

saat yang sama. Melihat ekspresiku yang tidak karuan ini kakakku malah tertawa cekikian.

“Dek… fotoin kakak dong…” pintanya kemudian sambil mengulurkan hapenya padaku. Hah?

Apa-apaan sih kakakku ini? Dia minta difotoin pake hapenya dengan pose bugil di tengah

perempatan jalan di bawah penerangan lampu jalan! Badanku semakin lemas dibuatnya. Dia

seakan-akan tidak memberiku kesempatan untuk bernafas lega dengan aksi-aksi nekatnya.

“Kak Alya!”

“Apa? Fotoin dong dek…” pintanya lagi sambil masih mengulurkan hapenya padaku.

“Please kak… pakai dong mantelnya…” ujarku memohon. Aku ingin dia menyudahi aksi

nekatnya ini.

“Gak mau sebelum kamu fotoin kakak dulu”

“Masa gitu sih kak!?”

“Ya udah, kalau gitu kakak telanjang terus di sini” katanya dengan gaya mengancam. Ugh…

sungguh aku dibuat gemas dengan ulahnya.

Akupun tidak punya pilihan lain. Daripada semakin lama kami di sini kuturuti saja deh

permintaannya. Aku ambil hape dari tangannya lalu menjepretnya beberapa kali. Perasaanku

sungguh campur aduk antara cemas dan horni. Sungguh pemandangan yang tidak lazim,

seorang gadis cantik dengan kondisi bertelanjang bulat di tengah jalan, sedang difotoin oleh

adek laki-lakinya sendiri. Kak Alya bergaya-gaya bak foto model professional. Sambil

memotretnya, aku berkali-kali celingak-celinguk untuk memastikan kondisi tetap sepi. Sungguh

nekat dan bahaya sekali! Tapi aku sungguh konak bukan main.

“Duh kak, konak berat nih…” keluhku.

“Hihihi, ya udah dek dikocok aja”“Gila di tempat umum gini. Yuk pulang aja yuk kak, kita ngentot di rumah” ujarku yang sudah

sangat horni.

“Hihihi, maunya kamu tuh… Enak aja ngentot-ngentot. Udah dekat nih minimarketnya, yuk

lanjut” katanya sambil beranjak dari bawah lampu jalan.

“Ta..tapi dipake dulu lagi dong mantelnya kak..”

“Ogah ah, gerah nih dek…”

“Hah? Apanya yang gerah sih… Ayo donk kak, tadi udah janji lho gak bakal macem-macem”

Aku sendiri tidak tahu apa aku tulus atau tidak meminta kak Alya mengenakan mantelnya

kembali, secara aksi kakakku ini sukses membuat adik kecil di balik celanaku berontak hebat.

Tapi di sisi lain aku sungguh mencemaskan apa yang akan terjadi. Aneh memang, karena

semakin aku mencemaskan kakakku, aku juga semakin horni.

“Cepetan ah kak, pakai mantelnya” pintaku lagi memaksa.

“Malas ah…” jawabnya enteng, bahkan sambil berlari. Gila kak Alya!

“Kak!”

Aku berusaha mengejarnya, tapi semakin aku mencoba mengejar, dia malah semakin cepat

berlari.

“Kak… mantelnya!” teriakku tertahan, tapi dianya malah menolehkan kepalanya ke belakang

sambil memeletkan lidah dan terus berlari. Ya ampun kakakku ini!

Hingga akhirnya kak Alya kecepekan sendiri dan berhenti. Dia mengulurkan tangan mengambil

mantelnya yang ku berikan padanya.

“Jadi adek mau kakak pake ini lagi?” katanya sambil senyum-senyum nakal.

“Iya kak cepetan…”

“Hmm…” Bukannya segera mengenakan mantelnya. Kak Alya malah tengak tengok lalu

mengerling padaku. Apa yang dia lakukan selanjutnya sungguh membuat aku jantungan, kak

Alya melemparkan mantelnya ke halaman rumah orang!

“Kak!”

Gila… sungguh gila! Jelas mantel itu tidak mungkin bisa diambil kembali. Pagar rumah orang itu

cukup tinggi. Kak Alya melemparkan mantelnya melewati pagar itu. Apalagi begitu mantelnya

mendarat di dalam halaman rumah orang itu langsung terdengar anjing penjaga

menyalak-nyalak keras. Aku dan kak Alya langsung lari dan sembunyi meskipun tahu anjing itu

berada di balik pagar dan tak mungkin mengejar keluar. Aku sungguh panik, tapi kakakku ini

justru ketawa kegirangan. Dia seperti puas sekali dengan aksi nekatnya yang membuat

adeknya ini jantungan.

“Aduh dek, gimana nih… Kakak gak punya pakaian” ucap kak Alya manja pura-pura panik. Aku

sungguh gemas sekali dibuatnya. Padahal dia sendiri yang membuang mantelnyasembarangan. Aku saat ini cuma memakai kaos dan celana pendek, tidak ada dari pakaianku

yang bisa ku berikan ke kakakku.

“Duh, kakak ini gimana sih!? Masak mantelnya dibuang sembarangan gitu!” protesku padanya.

“Maaf yah dek, gak sengaja, hihihi...” ujarnya masih dengan gaya tak bersalah.

“Pulang aja deh kak kalau gini. Gak mungkin kan kakak ke minimarket telanjang begitu”

“Masak pulang sekarang sih dek? Mini marketnya udah dekat banget gitu. Sekalian aja deh gak

papa” jawabnya enteng. Apanya yang gak apa-apa!

Seharusnya aku benar-benar menyeret kakaku pulang saat ini, tapi ternyata aku penasaran

juga bagaimana kakakku tetap ke mini dengan kondisi telanjang bulat, yang mana bila terjadi

apa-apa tidak akan ada sesuatu yang bisa menutupi tubuhnya nanti. Tapi aku justru semakin

penasaran dan horni membayangkannya. Ya, akupun setuju akhirnya untuk tetap lanjut ke mini

market.

Setelah berjalan tidak lama, kamipun akhirnya sampai di sana. Tapi tentunya kami tidak

langsung masuk, karena tidak mungkin kakakku ikut masuk ke sana. Dari tempat kami berdiri

dan bersembunyi di seberang jalan, aku perhatikan keadaan di sekitar minimarket tersebut.

Minimarket itu milik salah satu warga di dekat sini, bukan minimarket waralaba yang terkenal itu,

tidak ada CCTV, karyawanpun hanya satu yaitu kasir, seorang mas-mas, umurnya paling baru

20-an. Suasana sepi sekali, tidak ada satupun pengunjung.

“Kak, tunggu di sini aja yah, biar aku yang masuk ke dalam”

“Oke adek…” jawab kak Alya setuju sambil tersenyum manis, lalu mengedipkan matanya. Aku

harap dia benar-benar memegang omongannya.

Akupun menyeberang jalan menuju ke minimarket, namun tiba-tiba… kak Alya! Dari belakang

kakakku ini berlari dengan cepat mendahuluiku menuju minimarket!

“Kakaaaak!” jeritku tertahan. Muke gile kakakku ini!

Kak Alya masuk ke minimarket. Saat pintu terbuka ada suara bel selamat datang yang

membangunkan si kasir. Beruntung kakakku sudah sempat berlari masuk dan menuju rak-rak

dagangan. Kepalanya terlihat tapi seluruh badannya tersembunyi dari pandangan mas-mas

kasir.

“Ee.. selamat belanja mbak” sapa mas-mas itu. Kakakku hanya melemparkan senyumnya

kepada mas-mas kasir itu. Seandainya mas-mas itu tahu kalau ada gadis cantik telanjang bulat

sedang belanja di mini marketnya! Jantungku berdebar-debar dahsyat. Ku yakin kakakku juga

demikian.Akupun menyusul kak Alya, tapi aku berpura-pura tidak mengenalnya. Aku langsung menuju ke

balik rak-rak tempat kakakku berada. Aku yang sudah tidak tahan segera mengeluarkan

penisku.

“Kak…”

“Apa dek?”

“Gak tahan…”

“Terus? Pengen pejuin kakak?” tanyanya senyum-senyum.

“I..iya kak”

“Sekarang?”

“Iya…”

“Ya udah… kocok aja dulu dek, sambil liatin kakak, hihihi...” ujar kak Alya sambil lanjut kembali

memilih-milih belanjaan.

“Uugh… kak Alya” erangku pelan mulai mengocok penisku. Aku beronani sambil melihat

kakakku yang belanja sambil bugil. Kak Alya sendiri bertingkah seperti orang belanja dalam

kondisi normal. Dia berjalan-jalan melihat-lihat di rak bagian makanan kecil, ia kelihatan yakin

sekali mas-mas kasir tidak akan beranjak dari kursi kasirnya. Bahkan ketika ku perhatikan

mas-mas itu sudah mulai menguap lagi, tampak sekali berusaha kuat melawan kantuk.

Gila memang apa yang sedang aku lakukan, masak beronani di dalam mini market sih. Tapi aku

memang sudah tidak tahan melihat tubuh kakakku yang berkulit putih bersih itu, bertelanjang di

depan rak di dalam mini market. Sesekali kak Alya melirik dan tersenyum manis padaku yang

sedang beronani. Bikin aku semakin gak tahan ingin muncrat. Dari tadi kakakku ini selalu bikin

penisku tersiksa.

Tapi mendadak terjadi hal yang sama sekali di luar dugaanku.

“Adeek.. pengen colinya lebih enak gak?”

“Uugh.. mau donk kaak..”

“Siap yaah..”

“Hehehe..”

“Mas! Mas! Mau tanya donk!” kak Alya dalam keadaan bugil malah memanggil mas penjaga

kasir! Ini bunuh diri namanya!

“Kak Alya! Apa-apaan sih?!” sambil setengah berbisik aku melihat si penjaga kasir yang

mengantuk tadi mulai berjalan mendekati kami berdua. Mana posisiku lagi nanggung di tengah

kocokanku di samping kak Alya.Mas penjaga kasir itu berjalan semakin mendekati kami, habis sudah kalau dia melihat kak Alya

dalam keadaan bugil. Ingin bersuara tapi malah tenggorokan ini tercekat rasanya, saking

tegangnya sampai aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu takjub melihat kenakalan dan

kenekatan kakak kandungku sendiri. Ketika si penjaga hampir sampai di rak kami sedang

melihat-lihat..

“Kalo coklat XX ada gak mas?” potong kak alya sebelum ia sampai ke rak bagian kami, yang

mana coklat yang dimaksud kak Alya berada persis di seberang kami berdiri. Sehingga kini

kami berhadap-hadapan dengan si penjaga kasir hanya di batasi dengan dua rak yang dempet

dan saling membelakangi. Kami berdua agak beruntung karena ternyata tinggi badan si

penjaga tidak lebih tinggi dari kami berdua, dan hanya bisa melihat kak Alya dari leher keatas

aja.

“Oh coklat XX mba? Bentar yah, saya liat dulu” si penjaga tanpa perasaan ganjil mencari-cari

coklat yang dimaksud kak Alya. Sepertinya kak Alya sengaja membuatku tersiksa hingga

menyuguhkan pemandangan di mana kak Alya seolah sedang berhadap-hadapan dengan

pemuda itu tanpa mengenakan pakaian sehelaipun. Aku hampir tak bisa mengontrol diriku lagi

untuk agak merapatkan badanku ke tubuh kakakku. Kocokanku jadi semakin liar.

“Ada gak mas?”

“Kayaknya gak ada tuh mba”

“Ummm.. kalau coklat YY deh..” kakakku melempar senyum semanis mungkin ke pemuda itu

hingga membuatnya salah tingkah. Kakakku benar-benar suka menggoda orang asing, tapi

melihat permintaan kak Alya untuk mecari coklat pada pemuda itu, sepertinya kak Alya juga tak

ingin langsung dilihat oleh pemuda itu. Tapi tetap saja jantung ini mau copot rasanya.

“Gak ada juga tuh mba.. mungkin mau coklat yang lainnya mba?” tanya pemuda itu polos, tapi

ditelingaku bisa menjadi mesum dan cabul.

“Umm.. gak usah deh. Makasih ya mas.. lagian aku masih punya coklat batangan dari rumah

kok, hihi..” sambil melirik genit kearahku kak Alya tersenyum sayu dan genit. Apalagi ketika

mengucapkan kata-kata “coklat batangan dari rumah”, sungguh membuat badanku panas

dingin, karena aku yakin yang dia maksud adalah milikku.

Sekembalinya si penjaga kasir tadi ke mejanya, aku langsung menghadap kak Alya sambil

menempelkan kepala penisku ke pinggangnya, aku sudah tak tahan lagi mehanan siksaan yang

dilancarkan oleh kakakku yang nakal ini.

“Kaak.. uugh, gak kuat kaak..”

“Hihihi.. adek suka ngga liatnya?”

“Aahh.. kak Alya nakal banget, semua orang mau kakak godain..”

“Hihi, tapi kakak senang adek mau nemenin kakak..” sembari berucap dengan nada lirih, kak

Alya tiba-tiba duduk berlutut di depanku sambil membuka mulutnya.“K-kak Alya?” sambil melihat wajahnya yang cantik dengan mata sayu dan pipi merah merona

aku mengarahkan otongku persis di depan mulutnya.

“Coklat batangan kakak mana deek? Hihihi..”

“Hah?!”

“Ayo adeek.. katanya udah gak tahan? Kotorin gih muka kakakmu ini ama peju adek..”

“Oough.. kaak..” racauku sambil terus mengocok makin cepat.

“Lama yah dek? Nanti ketahuan loh kalo ada orang yang datang, hihihi...” tawanya cekikikan

setengah meledekku, seolah kak Alya pun tahu aku agak susah keluar karena sebagian diriku

dilanda rasa panik takut ketahuan. Bayangkan saja seorang kakak sedang bugil berlutut di

depan adik kandungnya sendiri yang sedang coli di depan mukanya, dan kami tengah berada di

mini market.

“Kakak gangguin aku terus ihh..”

“Adek kelamaan ah, liat nih dek yaa..” ditengah aku sedang mengocok di depan mukanya

tiba-tiba kak Alya membuka mulutnya lebar-lebar persis di depan kontolku dan.. Happ! Kak Alya

memasukkan kontolku kedalam mulutnya! Baru kali ini aku menikmati hangatnya kontolku

berada di dalam rongga mulut kakakku sendiri. hampir melayang rasanya, bahkan aku hampir

tak bisa berdiri tegak sampai harus berpegangan pada rak yang ada di sampingku.

Sambil masih dilanda badai kenikmatan kulihat kak Alya memajukan kepalanya hingga batang

kontol coklatku melesak makin dalam kedalam rongga mulutnya. Sungguh aku bisa merasakan

tiap lekuk dan tepian di dalam rongga mulut kakakku, dan yang pasti aku semakin tak tahan lagi

untuk menahan muncratan pejuku yang siap meledak.

“Kaak.. adek.. mauu..”

“Fuuaah..” kak Alya langsung menarik kepalanya hingga terlepas kontolku dari dalam mulutnya.

Seketika itu juga aku yang sudah tak bisa menahan lagi langsung menyemprotkan pejuku

kemuka kakakku.

CROOOT! CROOOT!

Sambil masih mengejang beberapa kali dengan getaran-getaran kecil dan pandangan yang

agak berkunang-kunang aku melihat kakakku memejamkan matanya sambil membuka

mulutnya. Sungguh kak Alya menikmati tiap siraman peju kental hangatku yang mendarat di

wajahnya yang cantik. Pengalaman pertama bagiku di mana penisku dikulum oleh kakak

kandungku sendiri. Walaupun hanya satu kali kocokan, tapi benar-benar melayang bahkan

hampir pingsan aku menerima perlakuan kakakku.

“Udah deek?”

“Uugh.. udah kak.. enaak”“Gara-gara kamu kelamaan kakak jadi ngemut coklat batangan beneran kan.. huuu, dasar..” sambil manyunin bibir imutnya kak Alya mencubit perutku dengan gemas.

“Auw! Sakit tau kak”

Tibat-tiba terdengar deru motor dari kejauhan dan mendekat. Oh tidak! Banyak orang berkonvoi motor mendatangi minimarket. Mereka sepertinya adalah geng anak-anak muda bermotor yang memang biasa konvoi dan mangkal di dekat sini. Aku panik bukan main. Kak Alya yang sedang membersihkan wajahnya dengan bajuku pun juga tampak kebingungan. Aku harus menyembunyikan kakakku! Tapi dimana!? Para geng bermotor itu mulai memarkirkan kendaraan mereka di depan minimarket. Jelas ketegangan ini masih belum selesai…

Bersambung..

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home