Tuesday, May 3, 2022

REKAN BISNIS BERHIJAB

 NAFSU BIRAHI TERPENDAM REKAN BISNIS BERHIJAB

Peristiwa indah itu tak pernah kuduga sedikit pun. Karena Bu Ivy tidak menampakkan gejala-gejala nakal sedikit pun. Apalagi kalau mengingat bahwa dia sudah mengenal istriku dan sering ngobrol berdua kalau datang ke rumahku. Istriku pun kelihatan percaya penuh, tak pernah mencucurigai kalau aku bepergian bersama Bu Ivy. Lagian kalau ada niat mau selingkuh, masa Bu Ivy berani menginjak rumahku dan berlama-lama ngobrol dengan istriku? Apalagi kalau mengingat bahwa Bu Ivy kelihatannya taat beribadah. Tiap hari selalu mengenakan jilbab. Baik aku maupun istriku sama-sama berwiraswasta, tapi dalam lapangan yang berbeda. Aku sering jadi mediator, begitu juga Bu Ivy. Sementara istriku membuka toko kebutuhan sehari-hari, jadi bisnisnya cukup dengan menunggui toko saja, karena rumahku ada di belakang toko itu. Dan di belakang rumah, istriku punya bisnis lain….beternak ribuan burung puyuh yang rajin bertelur tiap hari. Pada suatu pagi, waktu aku baru mau mandi, istriku menghampiriku, “Ada Bu Ivy, Bang.” “Oh, iya….emang sudah janjian mau ketemu sama pemilik tanah yang mau dijadikan perumahan itu,” sahutku, “Suruh tunggu sebentar, aku mau mandi dulu.” Istriku mengangguk lalu pergi ke depan. Sementara aku bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah mandi dan berdandan, aku melangkah ke ruang tamu. Bu Ivy sedang ngobrol dengan istriku.

“Barusan istri Herman datang, Bang,” kata istriku waktu aku baru duduk di sampingnya, “Herman sakit, kakinya bengkak, asam uratnya kambuh, jadi gak bisa kerja hari ini.” “Penyakit

langganan,” sahutku dengan senyum sinis. Dengan hati kesal, karena itu berarti aku harus nyetir sendiri hari ini. Herman adalah nama sopirku. “Acaranya hari ini nggak jauh kan?” tanya istriku, “Sekali-sekali nyetir sendiri kan nggak apa-apa.” “Iya…ada sopir atau nggak ada sopir, kegiatanku takkan terhambat,” kataku, lalu menleh ke arah Bu Ivy yang saat itu mengenakan baju hijau pucuk daun dan kerudung putih, “Berangkat sekarang Bu?” “Baik Pak,” Bu Ivy memegang tali tas kecilnya yang tersimpan di pangkuannya. Tak lama kemudian Bu Ivy sudah duduk di sampingku, di dalam sedan yang kukemudikan sendiri (merek sedanku takkan kusebut, enak aja jadi iklan gratis…hehehe…). Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi, hanya menyangkut masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Ivy. Tidak ada sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga ketika pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh keponakannya yang segera meluncur di atas motornya. Kami duduk saja di dalam mobil yang diparkir menghadap ke kebun tak terawat, yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh kenalanku yang seorang developer. Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di depan kebun yang mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun. Tapi suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja membuatku iseng…memegang tangan Bu Ivy sambil berkata, “Bisa dua jam kita harus menunggu di sini, Bu.” “Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku, “Sabar aja ya Pak….di dalam bisnis memang suka ada ujiannya.” Aku terdiam. Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai meremas tangan wanita 30 tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia bahkan membalasnya dengan remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai melayang-layang tak menentu. Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama seperti aku. Dikasih sejengkal mau sedepa. Remas-remasantangan tidak berlangsung lama. Kami bukan abg lagi. Masa cukup dengan remas-remasan

tangan? Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku mulai

berusaha membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya yangb sangat

tertutup dan bertangan panjang. Bu Ivy diam saja. Dan akhirnya aku berhasil menyentuh

payudaranya. Tapi dia menepiskan tanganku sambil berkata, “Duduknya di belakang saja

Pak…di sini takut dilihat orang…” O, senangnya hatiku. Karena ucapannya itu mengisyaratkan

bahwa dia juga mau ! “Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika

kami sudah duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap ke baju tangan

panjangnya dan ke balik behanya. “Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya

yang terasa masih kencang, mungkin karena rajin merawatnya. “Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau

saya jadi horny gimana nih?” wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang

masih berpakaian lengkap. “Kita lakukan saja…asal Bu Ivy gak keberatan….” tanganku makin

berani, berhail menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke balik celana

dalamnya. Tanganku sudah menyentuh bulu kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian

menyeruak ke bibir kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa

sudah membasah dan hangat. “Masa di mobil?” protesnya, “kata orang mobil jangan dipakai

gituan, bisa bikin sial…” “Emang siapa yang mau ngajak begituan di mobil? Ini kan perkenalan

aja dulu….” kataku pada waktu jemariku mulai menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Ivy

yang terasa hangat dan berlendir… Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik, “Duh

Pak…saya jadi kepengen nih….kita cari penginapan aja dulu yuk. Bilangin aja sama

orang-orang di sini kalau kita mau datang lagi besok.” “Iya sayang,” bisikku, “Sekarang ini

memiliki dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…” “Ya sudah dulu

dong,” Bu Ivy menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya, “Nanti kalau saya

gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan saya kasih semuanya…” Aku

ketawa kecil. Lalu pindah duduk ke belakang setir lagi. Tak lama kemudian mobilku sudah

meluncur di jalan raya. Persetan dengan pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting adalah

tubuh Bu Ivy, yang jelas sudah siap diapakan saja. Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di

luar kota, sesuai dengan keinginan Bu Ivy, karena kalau di dalam kota takut kepergok oleh

orang-orang yang kami kenal. Soalnya aku punya istri, Bu Ivy pun punya suami. Hotel itu cuma

hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai shower air panas. Tidak pakai AC,

karena udaranya cukup dingin, rasanya tak perlu pakai AC di sini. Yang penting adalah wanita

berjilbab itu…yang kini sedang berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci

dulu…sementara aku sudah tak sabaran menunggunya. Ketika ia muncul di ambang pintu

kamar mandi, aku terpana dibuatnya. Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak

tergerai lepas….panjang lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi, apalagi kalau

mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda adaripada istriku. Rok bawahnya tidak dikenakan lagi,

sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak jelas di mataku. Aku bangkit menyambutnya

dengan pelukan hangat, “Bu Ivy kalau gak pake jilbab malah tampak lebih

cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri dengan kecupan hangat di pipinya. Ia memegang

pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di

atas tempat tidur yang lumayan besar. Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Ivy

tidak pasif. Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar menyingkapkan baju

lengan panjangnya. Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi di balik baju lengan panjang ituselain tubuh Bu Ivy yang begitu mulus. Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi

tampak indah di mataku. Tak ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika

pandanganku melayang ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita yang

berambut tebal, sangat lebat…. Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya yang hangat,

sementara tanganku mulai mengelus jembut (bulu kemaluan) yang lebat keriting itu. Bu Ivy pun

tidak tinggal diam, mulai melepaskan kancing kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan

kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun menanggalkan celana panjang dan celana dalamku.

Sehingga batang kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak tertutup apa-apa lagi. Bu Ivy

melotot waktu melihat batang kemaluanku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi ini.

“Iiiih…punya Bapak kok panjang gede gitu….mmm….si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya.

“Emang punya suami Bu Ivy seperti apa?” tanyaku. “Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Ivy

sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas. Kembali kuciumi lehernya yang mulai

keringatan, lalu turun…mencelucupi puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak kecil

sedang menetek, sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting payudara yang terasa

makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya diam. Jemariku mulai mengelus bibir

kemaluan wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari tengahku ke dalam liang kemaluannya. Bu

Ivy sendiri tak cuma berdiam diri. Tangannya mulai menggenggam batang kemaluanku.

Meremasnya dengan lembut. Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin bernapsu.

Tapi aku sengaja ingin melakukan pemanasan selama mungkin, supaya meninggalkan kesan

yang indah di kemudian hari. Maka setelah puas menyelomoti puting payudara wanita itu,

bibirku turun ke arah perutnya. Menjilati pusarnya sesaat. Lalu turun ke bawah perutnya. “Pa

jangan ke situ ah…malu…” Bu Ivy berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke atas. Tapi aku

bahkan mulai menciumi kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu jemariku menyibakkan bulu

kemaluan wanita itu, mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya dengan gerakan dari bawah

ke atas…. “Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Ivy mulai menceracau

tak menentu. Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan jilatanku di clitorisnya, terkadang

menghisap-hisapnya sambil menggerak-gerakkan ujung lidahku. “Oooh

Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar nih….duuuhhhhhh” celotehnya membuatku

buru-buru mengarahkan batang kemaluanku ke belahan memeknya yang sudah basah. Dan

kudesakkan sekaligus….blessss…..agak mudah membenam ke dalam liang surgawi yang

sudah banyak lendirnya itu. “Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” Bu Ivy

menyambutku dengan pelukan erat, bahkan sambil menciumi bibirku sambil

menggerak-gerakkan pantatnya, “Sa…saya gak bisa nahan lagi…langsung mau keluar

Paaak…tadi sih terlalu dienakin…oooh…” Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan

mengelojot seperti sekarat. Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah orgasme….terasa

liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek. “Barusan kan baru orgasme

pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun batang kemaluanku, maju mundur di dalam

celah kemaluan Bu Ivy. Beberapa saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin

gencar menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang kemaluanku serasa dibesot-besot

oleh liang surgawi Bu Ivy. Aku tahu goyangan pantatnya itu bukan sekadar ingin memberikan

kepuasan untukku, tapi juga mencari kepuasan untuknya sendiri. Karena pergesekan penisku

dengan liang kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena gesekan

penisku. “Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nantiPak…..” celotehnya dengan napas tersengal-sengal. “Aku juga bisa ketagihan,” sahutku

setengah berbisik di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang

kemaluannya, “memekmu enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….” Aku

memang tidak berlebihan. Entah kenapa, rasanya persetubuhanku kali ini terasa fantastis

sekali. Mungkin ini yang disebut SII (Selingkuh Itu Indah). Padahal posisi kami cuma posisi

klasik. Goyangan pantat Bu Ivy juga konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam tempo

singkat saja keringatku mulai bercucuran. Bu Ivy pun tampak sangat menikmati enjotan batang

kemaluanku. Sepasang kakinya diangkat dan ditekuk, lalu melingkari pinggangku, sementara

rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya,

“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh Paaak….enak

Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….” “Kita barengin keluarnya

yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang

kewanitaan Bu Ivy. “I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula

ayunan pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti dipelintir oleh

dinding liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu. Sampai pada suatu

saat…kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku terpejam, napasku tertahan…batang

kemaluanku membenam sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang

kesurupan….sama-sama berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya ….. Air maniku

terasa menyemprot-nyemprot di dalam liang memek Bu Ivy. Liang yang terasa

berkedut-kedut….lalu kami sama-sama terkapar, dengan keringat bercucuran. “Ini yang

pertama kalinya saya digauli oleh lelaki yang bukan suami saya…” kata Bu Ivy sambil

membiarkan batang kemaluanku tetap menancap di dalam memeknya. Kujawab dengan

ciuman hangat di bibirnya yang sensual, “Sama…saya juga baru sekali ini merasakan

bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya. Terimakasih sayang….mulai saat ini Bu Ivy

jadi istri rahasiaku…” “Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya

Pak?” “Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh

lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?” “Nggak apa-apa,” sahutnya dengan

senyum manis, mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja, “Saya kan ikut KB sejak

kelahiran anak kedua…” “Asyik dong, jadi aman….” “Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya

Bapak panjang gede gitu…..” Kata-kata Bu Ivy itu membuat napsuku bangkit lagi. Dan batang

kemaluanku yang masih terbenam di dalam memeknya, terasa mengeras lagi. Maka kucoba

menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai “bertempur” lagi. Batang kemaluanku

sudah mondar mandir lagi di dalam liang vagina Bu Ivy yang masih banyak lendirnya tapi tidak

terlalu becek, bahkan lebih mengasyikkan karena aku bisa mengentot dengan gerakan yang

sangat leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit pun. Bahkan ketika aku menggulingkan diri

ke bawah, dengan aktifnya Bu Ivy action dari atas tubuhku. Setengah duduk ia menaik turunkan

pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang

kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya. Posisi di bawah ini membuatku

leluasa meremas-remas payudara Bu Ivy yang bergelantungan di atas wajahku. Terkadang

kuremas-remas juga pantatnya yang lumayan besar dan padat. Tapi mungkin posisi ini terlalu

enak buat Bu Ivy, karena moncong penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu

membuatnya cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini. Tak

lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak meremukkannya. Lalu terdengarerangan nikmatnya, “Aaaahhhh….saya keluar lagi Paaaak…..” Kemudian ia ambruk di dalam dekapanku. Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Ivy sudah orgasme lagi. Butuh beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang sudah orgasme kesekian kalinya. Bu Ivy memejamkan matanya waktu aku mulai mengentotnya lagi dengan posisi klasik, dia di bawah aku di atas. Tapi beberapa saat kemudian ia mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan meliuk-liuk ….. Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah ganas. Gerakan pantatnya makin lama makin dominan. Membuatku berdengus-dengus dalam kenikmatan yang luar biasa. “Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya. Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku dengan kecepatan tinggi, maju-mundur, maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama berkelojotan lagi Saling cengkram, saling lumat….seolah ingin saling meremukkan….dan akhirnya air maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak kenikmatanku, diikuti dengan rintihan lirih Bu Ivy yang sedang mencapai orgasme pula. “Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Ivy waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi. “Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi mendadak ada keinginan…untunglah Bu Ivvy gak menolak…terimakasih ya sayang,” sahutku dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra bibirnya yang tipis mungil itu. Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku sambil berkata perlahan, “Kita harus berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak ada di tempat, kita jadi ada

acara mendadak begini.” Aku mengangguk dengan senyum. Sementara hatiku berkata, “Gara-gara sopirku gak masuk pula, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan sebebas ini.” Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing, dengan perasaan baru. Bahkan malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku masih sempat smsan dengan bu Ivy. Salah satu smsnya berbunyi: “Puas banget…punya saya sampe terasa seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita ketemuan lagi?” Kujawab singkat, “Kapan pun aku siap..” Satu kisah indah telah tercatat di dalam kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan. 

TAMAT

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home