Wednesday, March 30, 2022

KISAH KAK ALYA - Bagian 10

 Semenjak kejadian terakhir beberapa minggu yang lalu kak Alya sepertinya agak kapok untuk keluar-keluar bugil lagi, sepertinya sih. Semoga kak Alya memang tidak eksib lagi sendirian di luar sana tanpa sepengetahuanku.

Tapi tetap saja kebiasaan kakakku yang suka menjahiliku tidak pernah hilang. Seperti mengembalikan kegiatan normal harianku, yaitu memeluk kakakku seharian yang selalu diakhiri dengan menodai tubuh seksinya dengan pejuku. Tapi setelah beberapa kejadian yang kulalui sampai saat ini, fantasiku pada kakakku kini semakin nakal. Awalnya aku memang tak terima mengetahui kakakku diperlakukan tak senonoh oleh orang asing yang baru saja kami kenal, bagaimanapun ia adalah kakakku, dan aku sangat menyayanginya meskipun aku terobsesi pada kakakku sendiri.

Obesesiku pada kak Alya kini semakin liar saja. Baik dengan pakaian sopan maupun pakaian minim, tetap saja pikiran kotorku selalu membayangkan yang tidak-tidak tentang kakakku. Apalagi selama ini aku belum pernah benar-benar melihat secara langsung apakah kakak benar-benar dicabuli dan berbuat yang tidak-tidak dengan mereka-mereka yang pernah bersama dengan kakakku.

Entah itu disengaja atau tidak, Kak Alya jadi sering sekali berpakaian minim dan sembarangan kalau di rumah. Bahkan menerima tamu juga dengan pakaian yang sembarangan, hanya pada teman-temannya dan orang-orang komplek saja dia mau muncul dengan pakaian yang sopan dan berjilbab. Tapi kalau hanya ada aku, atau di depan teman-temanku, ataupun saat menerima tamu asing seperti peminta sumbangan atau pengantar makanan, kak Alya selalu berpakaian minim dan mengumbar auratnya yang indah itu.

Setiap dia menerima tamu asing pasti aku selalu dibikin deg-degan dan panas dingin. Tidak hanya aku tentunya, tetapi juga tamu itu sendiri. Siapa sih yang tidak dibikin berdebar jantungnya dan mupeng berat saat melihat penampilan kakakku yang seksi itu? Dari peminta sumbangan, pengantar makanan, sampai tukang nasi goreng pernah melihat betapa seksinya kakakku ini. Bahkan menurut penuturan kakakku beberapa diantara mereka ada yang sempat mencicipi kenikmatan tubuh kakakku.

Walau tak terima, namun tak ku pungkiri kalau aku sendiri jadi ngaceng setiap mendengar ceritanya itu, karena aku memang sering dari dulu berfantasi membayangkan kak Alya yang cantik dan sopan di mata masyarakat itu mau dinodai oleh orang-orang seperti mereka. Belakangan ini aku sendiri jadi suka membayangkan kakakku ketika bersama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang pernah disenggol mobilnya yang entah sopir atau bukan, lalu tukang nasi goreng. Dan bayangan-bayangan itu selalu membuatku terangsang dan selalu merasa takpuas apabila hanya membayangkannya saja. Apakah aku memang ingin kakakku mengalami

hal itu kembali?

Saat ini aku sedang asik-asiknya nonton tv, dan kakakku sedang ada di kamarnya yang entah

sedang apa.

“Deek... nanti kasih tau kakak yah kalau ada temen kakak yang datang, dia mau ambil kardus

pakaian bekas layak pakai buat disumbangin ke panti asuhan” pinta kak Alya padaku dari

kamarnya. Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu kak Alya memintaku untuk mengumpulkan

pakaian bekas layak pakai dariku. Kak Alya memang rajin mengikuti kegiatan bakti sosial

bersama teman-teman kampusnya, seperti ke yayasan-yayasan panti asuhan untuk membantu

memberi sumbangan kepada anak-anak yang terlantar dan butuh bantuan. Bahkan terlalu

sering sampai aku sendiri kadang mendapati kakakku masih sibuk di luar saat aku pulang.

Tidak lama kemudian terdengar suara motor yang dilanjutkan dengan ada orang yang

mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Apa itu teman kak Alya? Tapi dari suaranya

sepertinya bukan. Suara pria tua!

“Kak, kayak ada yang datang tuh...” ujarku memberi tahu kak Alya.

“Teman kakak yah dek?” kak Alya bertanya sambil melongokkan kepalanya keluar dari celah

pintu kamarnya. Melihat rambut indahnya yang terjuntai indah itu sepertinya kak Alya baru akan

memakai jilbabnya.

“Kayaknya bukan kak... dari suaranya seperti orang tua kak, mana langsung masuk pagar dan

ketok pintu rumah lagi”

“Orang tua? Apa mungkin dari dari yayasan yah?”

“Aku atau kakak nih yang bukain pintu? Kakak aja yah..” tanyaku saat kak Alya masuk lagi

kedalam kamarnya. Sepertinya mau bersiap-siap menerima tamu.

“Iya deh… kakak aja yang buka” jawab kak Alya dari dalam kamarnya.

Aku memang selalu berfantasi nakal pada kakakku yang cantik ini, jadi aku selalu membiarkan

kak Alya saja yang menerima tamu asing, namun diam-diam aku tetap selalu menjaga kakakku

dari orang yang suka berbuat iseng pada kakakku.

Ketika kak Alya keluar dari kamar aku setengah terperanjat melihat busana yang dikenakan

oleh kakakku.

Kali ini kak Alya menerima tamu yang entah siapa hanya dengan memakai kemeja. Kemeja

putih lengan panjang, yang memang cukup dalam sampai menutupi pantatnya, namun paha

putih mulusnya tetap terpampang bebas untuk dipandangi dengan leluasa. Tapi sepertinya kak

Alya tidak mengenakan apa-apa lagi di balik itu. Dan benar saja! Cuma kemeja putih itu sajayang ia kenakan! Kemeja yang bahkan hampir transparant! Aku yang gak tahan melihat

pemandangan menggoda itu otongku langsung menegang keras, jadi pengen onani saat itu

juga.

Aku akhirnya hanya mengintip dari kejauhan sambil membayangkan hal yang tidak-tidak pada

kak Alya.

“Eehh… non Alya?” ujar bapak peminta sumbangan itu terlihat sumringah saat kak Alya

membukakan pintu. Aku seperti ingat sebelumnya siapa peminta sumbangan itu..

“Eh, Pak Amin, apa kabar?” sambil menjabat tangannya kak Alya tersenyum sangat manis.

Ternyata lelaki itu adalah Pak Amin! Orang yang dulu pernah minta sumbangan ke rumah. Mau

apa lagi dia ke sini!?

“Silahkan masuk dulu Pak… duduk dulu” ajak kak Alya ramah kemudian. Lagi-lagi dia mengajak

orang yang tidak jelas masuk ke dalam rumah. Ampun deh kakakku ini.

Aku lihat Pak Amin terus menatap tubuh kak Alya dengan leluasa, tidak seperti dulu yang hanya

dibatasi pagar rumahku. Tentunya dengan pandangan mupeng penuh nafsu. Ku yakin Kak Alya

sadar kalau dia sedang dipandangi cabul oleh pria tua lusuh itu, tapi dia malah berlagak cuek.

Posisi duduk kak Alya agak miring sehingga paha mulusnyalah yang terpampang bebas di

hadapan pak Amin.

“Makasih ya non sebelumnya untuk niat non mau bantuin pondok panti asuhan di tempat saya,

hehe..” sambil cengengesan matanya kulihat tak berhenti jelalatan melihat kakakku.

“Sama-sama Pak, biasa aja kok”

Ternyata pak Amin ini adalah salah satu pengurus pondokan panti yang dikunjungi kak Alya

beserta teman-temannya waktu itu dalam sebuah acara amal kampus!

“Tapiii.. kok non Alya gak pake jilbab? Terus pakaiannya ini…” kata Pak Amin sambil menelan

ludah. Aku rasa pak Amin mulai sadar kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi di balik

kemeja itu. Aku yang melihat dari jauh saja bisa langsung tahu kalau kak Alya tidak memakai

apapun lagi dibaliknya, apalagi oleh Pak Amin yang tepat duduk di depannya.

“Begini gimana sih Pak?” tanya kak Alya pura-pura tidak mengerti.

“Itu… bajunya… terbuka gitu… auratnya nampak lho…”

“Hmm… kan di rumah aja pak… lagian cuacanya panas banget” jawab kak Alya santai.

“Ohhh… gitu, iya juga yah non... gerah nih, hehe..” ujar pak Amin magut-magut namun matanya

tetap terus memandangi tubuh kakakku ini, terutama pahanya. Aku yang melihat pemandangan

ini jadi semakin panas dingin. Kakakku yang cantik bening putih mulus dengan pakaian minimsedang bersama pria tua lusuh. Sungguh kombinasi pemandangan yang bikin darah berdesir.

Aku jadi berpikir jorok seandainya pria tua itu kini yang ngentotin kak Alya. Menggenjotnya

dengan liar sampai menumpahkan pejunya di dalam memek kak Alya.

“Emang kenapa pak dengan pakaian saya?” tanya kak Alya menyadarkan lamunan mesum pak

Amin juga lamunan mesumku.

“Eh, nggak… cuma kan waktu itu non ke tempat kami pake jilbab, baju non Alya waktu itu

sopan banget” jawab pak Amin seperti sengaja mengarahkan kak Alya. Ya, waktu itu tentu saja

kak Alya berpakaian sopan lengkap dengan jilbabnya, berbanding terbalik dengan saat ini yang

hanya memakai kemeja putih tipis, setelan yang sangat memamerkan aurat.

Aku hanya bisa membayangkan apa isi kepala orang ini setiap kali bertemu dengan kakakku.

Apakah acara yang bersifat amal untuk ibadah itu mampu membersihkan isi kepala yang sudah

kotor semenjak bertemu kak Alya dari balik pagar itu? Rasanya tak mungkin, apalagi melihat

posisi duduknya sekarang yang sudah seperti orang tak nyaman lagi, entah apa yang

mengganjal di bawah sana.

“Hihihi… Tapi tetap cantik kan pak?” tanya kak Alya malah menggoda bapak itu.

“Cantik dong… malah lebih cantik begini, hehehe”

“Huuu… Pak Amin ini bisa aja”

“Emang di rumah gak ada orang ya non?” tanya pak Amin.

“Ada kok, ada adeknya Alya di rumah”

“Terus emang adeknya non gak risih lihat kakaknya pakai baju seperti ini? Adeknya non cowok

bukan?”

“Iya… adek saya cowok Pak… masak risih segala? Kan kakak sendiri, hihihi… kalau gak

percaya tanya aja sendiri“ jawab kak Alya sambil tertawa renyah, kemudian tiba-tiba kak Alya

memanggilku. “Deeeek, sini deeh..” teriak kak Alya. Duh, kak Alya ini ngapain sih manggil aku

segala!? Aku yang bingung kenapa dipanggil akhirnya keluar juga menemui mereka. Aku lalu

bersalaman dengan pak Amin dan duduk bersama mereka di sana.

“Itu… Emm… Kamu beneran gak masalah lihat kakakmu pake baju kayak gini?” tanya Pak

Amin benar-benar menanyakan hal itu padaku.

“Ng…nggak sih Pak…”

“Emang kamu gak nafsu? Hayo, jawabnya yang jujur…” tanya Pak Amin lagi seperti

mengintrogasiku. Dia sepertinya penasaran apakah aku punya nafsu atau tidak terhadap kakak

kandungku sendiri.“Nafsu sih… hehehe” jawabku apa adanya mengingat dia orang asing yang bukan dari daerah

sini sehingga aku tidak peduli, karena aku memang benar-benar sedang bernafsu melihat

kakakku sendiri. Mendengar jawabanku kak Alya langsung mencubit gemas perutku.

“Dasar kamu ini… jangan bilang kalau burungmu ngaceng sekarang!?” ucap kak Alya dengan

wajah pura-pura kesal.

“Emang ngaceng kok kak…” kataku makin berani yang dibalas lagi dengan cubitannya. Bahkan

seperti tak bisa kutahan lagi, aku kembali nyerocos..

“Kakak sih pake baju begitu… mana tahan coba, aku kan cowok tulen juga. Kak Alya udah

cantik kayak bidadari, imut, bening, terus pakai baju kayak gitu. Siapa yang gak nafsu coba? Iya

kan pak?” kataku sengaja menanyakan pendapat pak Amin.

“Eh, I..iya… tuh kan Non Alya, adek non Alya ternyata nafsu lho sama non, hehe” ujar Pak

Amin.

“Tau nih pak, saya juga baru tahu, hihihi… beneran dek? Berarti kamu sering dong ngayal yang

jorok-jorok tentang kakak?” tanya kak Alya padaku.

“Se-sering kak…” jawabku agak malu. Aku tidak menyangka kak Alya akan bertanya seperti itu

di depan orang lain, namun ku jawab saja.

“Kamu ini… emang ngayal apa aja?” tanya kak Alya lagi seolah mengarahkanku, tapi seperti

kesempatan buatku inilah saatnya aku mengungkapkan lagi keinginan terdalamku, yang

bedanya kali ini di depan orang asing.

“Ummm… ngayal bisa ngentot dengan kakak…”

“Hah? Adeeek.. kita itu saudara kandung tahu… masak kakak dientotin sama adek sendiri sih?

Hihihi, mesum! Terus apa lagi dek? Itu aja?” tanya kak Alya yang sepertinya juga sangat tertarik

dengan semua khayalan jorokku padanya. Dia sepertinya tidak malu lagi bertanya seperti itu

padaku di depan tamu itu. Entah apa yang membuatnya begitu.

“Masih ada lagi kak…”

“Apa tuh dek? Keluarin aja semua khayalanmu tentang kakak, kakak pengen dengar loh…

Kamu pengen kakak dibobo’in sama siapa aja yah?” Duuuhh… mendengar perkataannya itu

sungguh membuat aku jadi panas dingin.

Kenakalan dan kenekatan kakak sepertinya muncul lagi. Sungguh pertanyaan yang tidak

pantas dari seorang kakak pada adeknya. Tapi dengan kondisi pikiranku yang sudah kotor dari

kemarin-kemarin akhirnya ku utarakan juga semua fantasi liarku padanya.“Aku juga sering ngebayangin kakak waktu sama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang bawa

kak Alya sampai malam, juga tukang nasi goreng waktu itu..” jawabku dengan suara pelan

mengungkapkan semuanya.

“Ya ampun dek…. Masih penasaran yah adek? Hihihi... Berarti barusan ini kamu ngayalin kakak

digituin Pak Amin juga dong?” tanya kak Alya menebak sambil melirik ke arah pak Amin. Terang

saja pak Amin jadi salah tingkah dan menelan ludah.

“I-iya kak…” jawabku malu karena isi pikiranku ketahuan olehnya.

“Emang kalau kejadian kamu mau ngelihatnya dek?” tanya kak Alya dengan lirikan nakal yang

membuat aku berdebar mendengarnya.

“M..maksudnya kak?”

“Iya, kalau kakak akhirnya beneran di-en-tot-tin Pak Amin, kamu pengen lihat?” tanya kak Alya

dengan nada suara lirih menggoda, bikin penisku makin ngaceng saja dibuatnya. Ku lihat Pak

Amin juga terkejut dan terdiam saja mendengar ucapan kakakku barusan.

“Ga-gak tahu deh kak…” Aku memang tidak tahu apa yang akan ku lakukan jika hal itu akhirnya

betul-betul terjadi. Di satu sisi tentunya aku tidak rela, dia kakak kandungku sendiri, masa

dentotin orang lain seenaknya di hadapanku. Namun di sisi lain itu merupakan imajinasi liarku

terhadap kak Alya dan aku sungguh penasaran ingin melihatnya.

“Ngomong-ngomong, Non Alya kapan main main ke panti lagi… anak-anak pada kangen lho…

hehe” tanya Pak Amin mencoba mendinginkan suasana.

“Alya juga kangen Pak… Apalagi sama Romi, Dodi, Budi dan Gito, hihihi” ujar kak Alya. Kok

nama-nama yang disebut kak Alya cowok semua sih?

“Iya… Non Alya sih cantik banget, baik lagi. Terang saja mereka kangen…”

“Hmm… libur semester ini deh ya.. Kan kalau gak sibukan Alyanya bisa leluasa waktunya…”

tawar kak Alya.

“Waaaah… silahkan banget non, anak-anak pasti senang banget non Alya datang lagi. Nginap

aja sekalian non…”

“Nginap? Ngg…. Boleh deh…”

“Wah, gak sabar saya, eh… maksudnya anak-anak, hehe”

“Gak sabar kenapa Pak?”

“Eh, nggak non…hehe” Pak Amin hanya cengengesan mesum.

“Oh iya Pak, bentar yah… Alya mau siapin uang dan pakaian yang buat disumbangin…”“Ooh, silakan non… kirain yang di depan mata yang mau disumbangin, hehe..”

“Iiihh, adeeek... Pak Amin mulai deh... Hihihi... bentar yah...”kata kak Alya bangkit dengan

sedikit hati-hai agar vaginanya tidak terbuka dan terlihat oleh kami berdua, gayanya itu bikin

aku gemas. Tapi tunggu, dia sepertinya lebih berusaha menutupi vaginanya dari pandanganku

daripada menutupi vaginanya dari pandangan Pak Amin. Ku lihat tadi pak Amin meneguk ludah

saat melihat ke arah selangkangan kak Alya. Kakakku sendiri sepertinya tidak ambil pusing

dengan pandangan pria tua itu. Seperti sudah niat banget bikin pria itu pusing atas bawah.

Kak alya lalu menuju ke dalam kamarnya untuk mengambil duit. Dia kembali tidak lama

kemudian dengan membawa amplop yang sepertinya berisi uang.

“Dek, kakak minta tolong donk beliin cemilan dan minuman, masa tamu gak dikasih apa-apa”

suruh ak Alya sambil menyerahkan uang itu padaku.

“Lha, kok aku sih kak?”

“Terus? Masak kakak sih yang pergi pake baju kayak gini? Buruan gih sana…” suruhnya lagi.

Akupun terpaksa menuruti. Dengan buru-buru aku segera ke mini market. Aku tidak ingin

membiakan kakakku yang cantik sendirian bersama pria itu di rumah. Tapi sial banget mini

market ini sedang rame-ramenya. Mungkin ada sekitar 15 menit sejak aku pergi tadi sampai

balik ke rumah lagi. Tapi untungnya aku tak bertemu dengan penjaga kasir malam itu, di mana

untuk pertama kalinya aku dan kak Alya mengutil kaos demi menyelamatkannya dari kumpulan

orang-orang bermotor. Tapi tetap saja akhirnya jatuh ke pelukan tukang nasi goreng, huh!

Aku terkejut saat aku pulang tidak menemukan kak Alya dan pak Amin di ruang tamu. Aku

panik, dan dadaku berdebar kencang. Kemana mereka? Melihat kardus pakaian yang akan

disumbangkan masih tergeletak di lantai berarti Pak Amin masih ada di dalam rumah ini.

Nafasku semakin tercekat saat melihat kemeja putih yang dikenakan kak Alya tadi tergeletak

sembarangan di lantai. Apa kak Alya tidak memakai apa-apa sekarang? Apa dia telanjang?

Sejak kapan dia membuka kemejanya itu? Tapi masalahnya dia ada dimana sekarang? Akupun

langsung mencari ke dalam rumah.

“Kaaaaak? Dimana sih?” teriakku memanggilnya.

“Di sini dek, di dalam kamar mandi..”

“Kak.. kardusnya masih di ruang tengah, Pak Aminnya dimana?”

“Ummm... ini kakak lagi sama Pak Amin di dalam, dek….” Sahut kak Alya yang bagai halilintar

di kupingku. Badanku langsung lemas mendengarnya, tapi tak lama penisku malah langsung

ngaceng maksimal. Benarkah Pak Amin bersama kak Alya di dalam sana?

“Kaak!”“....” tak ada jawaban di dalam sana. Apa yang terjadi di dalam? Apakah akhirnya aku akan

melihat semua ini? di depan mataku sendiri bahwa kakakku benar-benar dientotin orang-orang

asing seperti yang aku bayangkan selama ini?

“Ngapain sih kak di dalam kamar mandi berdua?” tanyaku dari balik pintu kamar mandi.

Perasaanku sungguh campur aduk saat itu, antara bingung, cemas, sakit hati, dan horni. Kakak

kandungku yang cantik bening sedang berduaan dengan pria tua lusuh di dalam kamar mandi!

“Gak tahu nih Pak Amin…. Waktu kamu pergi tadi, dia langsung nyerang kakak. Nakal banget

ngga sih dek? Kamu marahin gih…” jawab kak Alya seakan tidak bersalah, padahal tingkah

lakunya itu yang membuat pria manapun akan khilaf untuk menikmati tubuh binalnya. Ternyata

walaupun kakakku ini selalu memakai jilbab kalau keluar rumah, tapi kelakukannya seperti

lonte. Bahkan lonte saja dibayar. Ugh, aku sebagai adeknya sendiri dibikin mupeng berat

karena ulahnya ini. Kak Alya binaaaaal!

“Dek Aldi…. Kakakmu yang nakal banget ini udah bikin bapak nafsu. Jadi boleh kan bapak

hukum?” tanya Pak Amin padaku.

“Eh, I-itu…” aku tidak tahu menjawab apa. Sebagai seorang adek tentunya aku harus

melindungi kakak perempuanku, tapi untuk kali ini nafsuku mengalahkan logika. Aku

membiarkan kakakku diberi pelajaran karena perbuatan nakalnya itu.

“Terserah bapak” jawabku pasrah.

“Adeeeeeeekkk…. Kamu jahat…. Huuuu… huuu…” ucap kak Alya merengek, tapi selanjutnya

malah terdengar suara kak Alya menjerit manja “Kyaaaaaaaaaa……. Paaaaaak, ampuuuun,

hihihi...” diiringi suara benturan pintu pada kamar mandi. Seperti suara seseorang didorong

sampai menubruk dan tetap bersandar pada pintu itu. Aku hanya bisa membayangkan Pak

Amin yang mendorong kak Alya sampai menempel ke pintu kamar mandi, lalu dari suara pintu

yang terdorong berkali-kali sepertinya bandot tua itu menggenjot kakakku dengan liar. Tepat di

balik pintu itu ada aku, adeknya yang hanya bisa membayangkan persetubuhan mereka di

dalam sana.

“Kak….” Panggilku sedikit cemas, karena tampaknya kakakku betul-betul digenjot dengan

liarnya oleh Pak Amin. Hentakan pintu kamar mandi kami sampai berdebam kencang.

Terdengar suara kak Alya “Deeekkkk… kakakmu sedang dientotin dek…. Ssshhh…. Kakak

kandungmu… dientotin sama peminta sumbangan… sssshhh….” Mendengar omongannya itu

aku kini malah mengocok penisku, aku hanya bisa mengocok penisku sambil membayangkan

apa yang sedang terjadi di balik pintu ini. Aku tidak menyangka kalau kak Alya memang nakal

seperti ini. Berarti cerita-cerita kak Alya selama ini benar adanya. Hatiku semakin sakit, tapi

kenapa aku juga semakin horni dibuatnya!? Sialan.“Ughhh… Kak Alya nakal…” erangku. Namun akhirnya aku memilih untuk menikmatinya saja,

toh ini memang fantasiku dari dulu, meskipun aku masih tidak menyangka kalau ini benar-benar

terjadi.

“Iyaaahhh…. Kakakmu ini nakal dek… Aaaahhh…. Kamu suka dek? Kamu lagi onani ya

sekarang?” tanya kak Alya menebak dengan suara manja terengah-engah.

“Iya kak, aku lagi onani… kak… aku pengen lihat boleh?”

“Ngghh… lihat apa dek?”

“Lihat kak Alya dientotin sama Pak Amin”

“Jangan dek… gak boleh… masak kamu lihat kakak sendiri ngentot sih? Kamu onani sambil

bayangin kakak aja yah… nggghhhh… Pak… pelan-pelan… sshhh”

“Ughh…. Kak… aku pengen lihat nih…”

“Gak boleh… ngghh… Pak Amiiiinn…. genjot Alya yang kencang pak… biar adeknya Alya

makin enak ngebayanginnya…” suruh kak Alya pada pak Amin.

“Eeegghh.. Iya non Alya…. Bapak hantam yang kuat yah, nih!” kata pak Amin. “Plak plak plak!”

terdengar suara peraduan kulit yang semakin keras.

“Ahhh… kakak jahat! Dasar kakak perempuan nakal!” racauku sambil mempercepat kocokanku.

“Iya…. Kakakmu perempuan nakal dek…. Kamu bayangin yah dek… kakakmu yang keseharian

berpakaian sopan... dan berjilbab... lagi dientotin sekarang... sama pria tua gak jelas…

Deeeekkk… bayangin dek… bayangin… enggggghhh” erang kak Alya.

Aku sungguh tidak kuat mendengar omongan kakakku. Persetubuhan mereka juga sungguh

sangat heboh. Belum pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya. Tanganku juga semakin

cepat mengocok penisku. Sepertinya sebentar lagi aku akan muncrat.

“Kak Alya…. Aku pengen muncrat nih…” teriakku.

“Bapak juga dek Aldi…” malah pak Amin yang menyahut.

“Ya sudah berengan aja yah kalian muncratnya… Pak Amin keluarin di vagina Alya, tapi adek

keluarin di pintu aja yah dek… gak apa kan dek?” ujar kak Alya yang tentu saja aku tidak

terima.

“Yah… kak, aku juga pengen muncrat di dalam memek kakak…” rengekku.

“Hihihi… Jangan dong dek… ntar kakak bisa hamil anak kamu. Masa kakak dihamili adek

sendiri? Gak boleh ya adekku sayang…” tolak kak Alya. Jadi dia lebih memilih sperma pak

Amin untuk memasuki rahimnya? Pria tua yang tidak jelas itu?“Agghhh…. Kak Alya nakal… kak Alya lontee!” teriakku yang hanya disambut desahan kak

Alya.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sedikit, kak Alya mengeluarkan kepalanya. Tubuh

telanjangnya masih tertutup pintu, begitu juga tubuh pak Amin yang sepertinya masih

menggenjot tubuh kakakku dengan kasarnya, terlihat dari guncangan-guncangan tubuh kakak.

“Gini aja yah dek? Cukup kan?” ujar kak Alya. Ahhhhh… Kak Alya rese, aku cuma kebagian

ngelihat wajahnya saja sedangkan pria tua itu dapat dengan nikmatnya dapat melihat seluruh

tubuh bugil kak Alya, bahkan menghujam vagina kakak kandungku yang cantik ini.

Tubuh kak Alya terhentak-hentak dengan hebatnya, tapi dia masih saja berusaha tersenyum

padaku, bikin aku tambah horni dan semakin tidak tahan saja. Tampak wajah kakakku memerah

dan mandi keringat. Di mulut, pipi, bahkan mungkin seluruh wajah kak Alya juga ada banyak

cairan bening yang sepertinya adalah liur pak Amin yang menambah kilapan cantik pada wajah

kak Alya.

“Ngghhh… kak… Aku keluar!“

“Iya deeek… keluarin aja…”

“Bapak juga pengen muncrat non Alya… terima nih peju... bapak bikin hamil lo!” erang pak

Amin, kak Alya juga mengerang manja. Dan…

“Croooooooootttttt” tumpahlah pejuku di hadapan kak Alya.

Dibalik sana, pak Amin juga sepertinya sedang memindahkan benihnya ke rahim kakakku.

Terlihat dari tubuh kakak yang sedikit terdorong kedepan seolah ingin menghujamkan sampai

mentok ke mulut rahim kakakku. Aku tidak dapat membayangkan kalau akhirnya nanti kak Alya

bakal hamil, hamil anaknya pria tua lusuh ini.

Aku yang terengah-engah kecapean akhirnya mundur dan duduk di kursi di belakangku.

“Udah kan dek…? Enak?” tanya kak Alya dengan senyum manis padaku.

“I-iya kak, enak…” Sial! Kenapa aku menikmati ini semua!?

Tiba-tiba pak Amin melongokkan kepalanya dan mencium bibir kak Alya, lalu berkata padaku,

“Enak ya dek Aldi? Bapak juga enak… nih kontol bapak masih nancap di memeknya kakak

kamu… kayaknya bakal bisa satu ronde lagi deh… boleh kan dek Aldi kalau bapak entotin

kakakmu sekali lagi?”

“Boleh nggak dek? Kakakmu mau dientotin sekali lagi nih…. Tapi kamu udahan kan yah? Jadi

pintunya kakak tutup lagi yah dek… hihihi” aku hanya diam tidak berkata. Tenagaku sudah

habis. Sungguh kakakku ini nakal banget.Pintupun tertutup rapat dan mereka melanjutkan ngentot-ngentotan lagi di dalam kamar mandi.

Bahkan lebih heboh dari yang sebelumnya. Suara kak Alya yang mengerang-ngerang dan

menjerit manja akan kenikmatan sungguh terdengar sangat erotis.

***

Setengah jam kemudian, akhirnya kak Alya dan Pak Amin keluar dari kamar mandi. Kak Alya

terlihat sangat segar. Rambut basahnya tergerai dengan indahnya. Dia keluar dengan menutup

tubuh basahnya dengan handuk, seakan masih saja menggodaku dengan sengaja membatasi

pandanganku pada tubuhnya walau sehari-hari aku cukup sering melihatnya bertelanjang di

rumah. Padahal di kamar mandi dengan pria tua yang entah siapa, dia mau saja bertelanjang

bulat membuka semua auratnya, sampai entot-entotan pula. Bikin kesal aja nih kak Alya, tapi

juga bikin aku horni berat.

“Kak, buka dong handuknya… masak sama adek sendiri tega…” kataku memelas ingin juga

melihat kakakku ini polos di hadapanku.

“Hmm? Kamu pengen lihat kakak bugil dek?”

“Iya kak…. pengen banget” kataku lagi, dia hanya senyum-senyum manis padaku.

“Ntar aja ya dek… Pak Amin, bantu Alya pilih baju dong ke kamar…” ajak kak Alya pada Pak

Amin. Sialan banget, malah ngajak Pak Amin, enak bener tua bangka sialan itu. Aku ingin

memprotes, tapi mereka sudah keburu masuk ke dalam kamar kak Alya, lalu menutup pintu.

Hanya terdengar suara cekikikan kak Alya setelahnya. Sepertinya tubuh kakakku sedang

digerepe-gerepe oleh Pak Amin dengan leluasa dan sebebas-bebasnya di dalam sana. Atau

mereka sedang ngentot lagi? Ugh… Kak Alya…

Ternyata setelah beberapa menit akhirnya kak Alya keluar bersama pria tua itu. Kak Alya

memakai setelan yang baru dibelinya 3 hari lalu dan baru pertama kali ini dipakai. Kemeja pink

lengan panjang, rok panjang, lengkap dengan jilbab putihnya. Kak Alya terlihat begitu cantik

dan seks meski pakaiannya terbilang sopan dan tertutup. Sungguh berbeda dengan

penampilannya sebelum mandi yang sangat terbuka dan mengumbar aurat. Kak Alya sekarang

juga memakai harum-haruman yang membuat pria-pria semakin klepek-klepek padanya. Tapi

melihat penampilan seperti ini apakah kakak mau keluar?

“Mau keluar yah kak?” tanyaku agak lemas

“Ummm... menurut adek?” jawab kak Alya cuek sambil berkaca di depan cermin, memastikan

kalau penampilannya sudah cantik. Kakak itu sudah cantik banget kok kak… gak perlu

bercermin segala orang-orang udah tahu, ucap batinku agak sedih. Sudah ditinggal ngentot,

kini akan ditinggal pergi.

“Ya udah ati-ati aja di jalan...” jawabku seakan juga tak peduli padanya walau aku ingin rasanya

menemaninya terus setiap waktu.“Hihihi... adek tuh yaaa, digodain aja udah menyun kayak gitu... emang gak boleh kakaknya

tampil cantik buat adeknya di rumah?” jawab kak Alya sambil tersenyum imut mengerling

padaku.

“Uuuhh, kakaak...” jawabku pura-pura merajuk, padahal mendengarnya saja membuat badan ini

menjadi

terasa hangat. Ternyata kakak tidak akan pergi kemana-mana. Kak Alya

bagaimanapun juga tak pernah melupakanku sama sekali. Aku makin sayang padanya, walau

aku masih sedikit kesal karena mau-mauan aja digagahi orang macam Pak Amin.

Selesai Pak Amin mengangkut kardus berisi pakaian bekas itu ia mohon pamit pada kami

berdua.

“Yuk mari non, dek Aldi... bapak pamit dulu yak..”

“Iya Pak Amin, hati-hati di jalan yah...”

“Jangan lupa yah non janjinya, hehehe... ditungguin lho sama anak-anak di sana..”

“Iya, nanti Alya sempetin deh”

“Kasihan anak-anak di sana, katanya udah pada ngebet pengen ketemu non... pada udah gak

tahan, hehehe...” sambil bawa kardus itu ia cengengesan, entah apa yang dia maksudkan, tapi

pasti hal mesum.

“Denger gak tuh dek? Emang pada ngebet ngapain sih Pak Amin, hihihi...”

“Ngebet mau disumbangin lagi sama non Alya, hahaha!” tawanya yang lepas memperlihatkan

gigi-giginya yang menguning dan penuh plak hitam. Tak terbayang seperti apa bau mulutnya.

Entah bagaimana kak Alya bisa tahan dicium orang seperti itu.

“Ya udah bapak hati-hati di jalan ya, kakak saya mau istirahat dulu deh kayaknya..” potongku

sambil menutup pagar dan meninggalkannya masuk kedalam rumah.

Sepeninggalnya orang bejat itu dari rumahku aku melihat kak Alya sedang duduk melihat tv di

ruang tengah. Melihat kakakku mengenakan pakaian tertutup itu malah semakin menambah

kecantikannya dan membangkitkan birahi dalam diriku. Apalagi kini hanya tinggal aku berdua

dengan kakakku di rumah. Belum apa-apa penisku sudah memberontak hebat.

“Adeeek... ngapain sih liat-liat kakak kayak gitu?”

“Kakak cantik siih..”

“Hihihi, gombal iih adek nih... terus apalagi?”

“Kak Alya juga seksi...”

“Ooh, gituu? Kalo seksi memang kenapa dek?”“Anu kak.. rasanya adek pengennn...” belum selesai aku mengucapkan lanjutannya tiba-tiba hape di kantongku berbunyi. Seperti mengganggu di waktu yang tepat aku buru-buru membuka supaya aku bisa kembali keurusan yang telah kunanti-nantikan ini, yaitu berduaan dengan kakakku. Berharap bisa mendapatkan perentotan yang kuinginkan sejak lama.

‘Bro... kapan nih kita bisa main PS lagi kerumah lo bro Ajak kakak lo sekalian maen biar rame yak, hehe..’ bunyi pesan itu.

“Siapa dek?” “Eehh.. bukan siapa-siapa kakakku yang cantik, heheh..” jawabku tak nyaman karena gangguan ini yang sekejap bisa membuat otongku lemas.

“Ooh.. ya udah deh, kakak tidur dulu yah..” “Loh! Kok tidur kak? Aku kan masi kentang kaak?”

“Sini, biar kakak rebus kalo kamu kentang, hihihi...” “Uuuhh, kakak.. aku beneran kentang juga, malah dibecandain..”

“Makanyaaa, sini adek kakak rebus biar kepanasan, gak mau kakak bikin panas? Hihihi..” “Hah? Eh, mau deh kak, mau ampe adek kepanasan, mau kaak!” jeritku menyerbu kearah kakakku.

Bersambung..

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home