KISAH KAK ALYA - Bagian 13 (TAMAT)
*** lanjutan...
Aku mengikuti kak Alya dan teman-temanku ke kamar mandi. Aku sudah benar-benar tak berdaya. Sebelumnya aku melihat mulut kak Alya dijejali penis oleh Dado dan membuat kak Alya menelan semua spermanya, bahkan kak Alya melakukannya dengan suka rela dan tampak menyukainya.
Hal yang lebih gila lagi adalah ketika kak Alya menerima panggilan telpon dari Papa, dia tetap berbicara ketika sedang dikerjai oleh Dado. Bahkan sempat-sempatnya mengucapkan kalimat-kalimat yang tersirat mesum, untung saja Papa tidak tahu. Kini kak Alya sedang menuju ke kamar mandi diikuti teman-temanku. Saat kak Alya sudah masuk ke kamar mandi, teman-temanku berebutan ikut masuk juga ke dalam yang ruangannya pasti tidak begitu luas. Pintupun tertutup. Terbayang betapa sempitnya untuk diisi sebanyak lima orang yang pastinya akan saling berhimpitan dan bergesek-gesekan tubuh mereka di dalam sana.
“Kak Alya, tunggu! Ikut donk kak.. please..” pintaku penuh memelas dengan sedikit malu.
“Adeek.. kak Alya juga pengen sih dek... tapi kamar mandinya sempit banget nih. Lagian ngapain sih teman-teman adek pada ngikutin kakak? Duuuh, jadi sempit banget deh..” jawab kak Alya mengeluh tapi malah dengan nada manja dari dalam sana.
“Ah bisa aja lo kak... bukannya udah kangen nungguin kontol kita-kita dari tadi yah? Kayaknya demen tuuuh... hahaha!” ledek Dado ke kak Alya yang membuat hatiku panas mendengarnya.
“Iiih, siapa juga yang nungguin... udah item, kotor, bau lagi, dasar jorok, engga pernah mandi yah? Sana jauh-jauh, hihihihi...”
“Makanya mandiin kita-kita donk kak, biar kak Alya makin suka mainin kontol kita berempat, iya ngga bro? Hehehe...”
“Awww! Eh, Feri kurang ajar deh pegang-pegang kakak, udahan aaah, geli tau! Yantooo! Apaan sih gesek-gesek, kakak gak mau lho ampe masuk yah? Kakak udah janji ama Aldi loh... awas yah!” kudengar cekikikan mengingatkan mereka.
“Iya loh bro, jangan apa-apain kak Alya, entar Aldi marah... Lagian kak Alya kan biasa pake pakaian sopan sehari-harinya, malu donk lo semuanya!” Yanto terdengar nimbrung sok membela kak Alya.
“Cie cieee... kampret lo ah bro!” “Hehehe... becanda gue brooo... Dikit aja yah kak...” ucap Yanto yang ternyata cuma menggoda kakakku saja. Apakah ia sedang mau menyelipkan batang kemaluan sialannya itu di vaginakakakku? Ugh, aku benar-benar seperti orang bingung di luar sini, antara tak rela dan ingin
melihat kejadian di dalam.
“Udah aaah... jangan, gini aja yaaah... hihihi”
“Kayaknya nih bro, Aldi konak denger kakaknya kita kerjain kayak gini! Pinjem bentar gak papa
kan brooo? Hahaha!” Bono malah meledekku yang menurutku lebih seperti sebuah
penghinaan.
Mendengar mereka menertawakanku aku hanya bisa menundukkan kepala karena malu. Pintu
kamar mandi yang tertutup juga terkunci dari dalam. Aku tak bisa melihat apa yang terjadi di
dalam sana. Kak Alyaku yang cantik dan putih bersih, mau saja dikelilingi empat remaja jelek
dan mesum dalam satu kamar mandi. Tapi malah membuatku benar-benar ingin melihat apa
yang mereka lakukan terhadap kak Alya. Sampai-sampai aku setengah mengutuk diriku sendiri
karena otongku sudah mengeras berdiri tegak melawan kewarasanku, padahal kakakku sedang
dilecehkan teman-temanku sendiri.
Kudengar suara-suara terus menggema di dalam sana. Aku masih bisa mendengar apa yg
mereka ucapkan. Mereka malah sengaja terus bicara supaya aku mendengar apa saja
pelecehan yang mereka lakukan pada kak Alya.
“Geser dikit bro... nganggur nih, hehehe... asli nakal banget nih cewek, pengen donk punya satu
kayak gini buat di kamar, hahaha!”
“Bener lo bro, tapi mending di tempat gue aja... gue khawatir lo rebutan ama bokap sama om lo,
kan tampangnya sama kayak elo bro, produk mesum semua, ya ngga bro? Hahaha!”
“Ah lo semua, tinggal digilir aja tiap hari gantian... iya kan?”
“Repot-repot banget sih, tinggal nginep di sini aja tiap hari, beres dah, hahaha!” sambil
bersahut-sahutan mereka merendahkan kakak kandungku akibat kenakalannya sendiri. Namun
aku sebagai adiknya yang awalnya tak ingin kakakku diperlakukan demikian, malah jadi
membayangkan apabila apa yang barusan mereka bicarakan benar-benar terjadi.
“Fuaah! Adeeek... dengar gak tuh dek? Emangnya kak Alya barang kali yah, pengen dipunyain
sana-sini... bandel semua deh temen-temen adek...”
“Yeee... masukin lagi donk kaaak... nganggur niiih!”
“Iiih, pada kurang ajar deh tuh deeek... masa kepala kakak ditarik-tarik... aduuh!
Mmmmmmmhhh!” kak Alya mendadak seperti terbungkam.
“Cantik-cantik bawel juga yah kakak lo bro, hahaha! Terus bro, genjot yang kuat... dia suka tuh
kayaknya, hehehe...” entah apa yang merka lakukan pada kak Alya, tapi itu membuatnya tak
bisa bersuara dan berkata-kata.“Kak Alya! Mau masuk! Buka donk!” aku memanggil kak Alya dengan tidak memperdulikan
yang lainnya. Tapi teriakanku sama sekali tak terdengar seperti orang marah. Melainkan tak
berdaya. Tak berdaya karena tidak ada satupun yang mengijinkanku masuk untuk ikut melihat
kenakalan apa yang sedang kak Alya alami lagi saat ini.
Sambil terus aku menggedor-gedor pintu itu, aku terus meminta supaya diijinkan melihat. Aku
tidak lagi merasakan bahwa aku khawatir akan apa yang dialami oleh kak Alya. Tapi aku ingin
melihat bagaimana seorang kak Alya menghadapi perlakuakn mereka yang kurang ajar.
Dengan tak sedikitpun kak Alya merasa diperlakukan dengan tak senonoh.
Ditengah panggilanku pada kakak dengan merana, kudengar di dalam sana kak Alya masih
cekikikan dengan suara air yang sedang digayung dan disiram-siram dari bak mandi sehingga
suaraku tenggelam diantara suara-suara mereka dan air di kamar mandi. Aku berharap setelah
ini mereka selesai dan keluar dari kamar mandi. Tapi yang kudengar setelah acara
siram-siraman itu malah hanya hening.
“...”
“Kak Alya!” panggilku tak ada tanggapan.
“...”
“Kak! Kakak lagi diapain?” terdengar jelas pertanyaanku bukan karena khawatir, melainkan
penasaran karena sudah terbawa hasrat birahi ingin tahu adegan apa yang sedang
berlangsung saat ini. Bahkan aku tak sadar sejak kapan aku sudah memelorotkan celanaku.
“Tenang aja broo! Nih kak Alya lagi kita kasi asupan bergizi.. hehe..” kini terdengar suara Bono.
“Lagian nih kakak lo tercinta mau-mauan aja loh bro.. gue yakin lo udah pernah kan bro
disepong kakak lo? Eeeghh... anget bener nih mulut kakak lo, lacur bener! Ampe kontol kita
berempat dah bau ludah aja masih mau diisepin lagi!” kekurangajaran Yanto dalam
menjelaskan detil kenakalan kakakku kini malah hanya memperparah hasratku untuk
membayangkan kakakku yang tengah dilecehkan mereka saja. Kak Alya sudah benar-benar
hanya seperti objek pemuas saat ini.
“Fuaaahh! Udahan yaaah... pegel nih rahang kakaak... Adeeek, temen-temen adek bandel
banget deh, pada ngocok semua di depan muka kakak... Kakak dipaksa mangap buat nampung
susu kental temen-temen kamu loh... tapi kalau bergizi buat kakak boleh kan dek? Hihihi..”
“Aaarghh, kak Alya pereek! Lonte! Perempuan nakaal!” teriakku sambil melepaskan muncrat
pejuh yang hanya mengotori pintu kamar mandi dan lantai saja. Dimana sebenarnya aku juga
ingin mengotori kakakku sendiri dengan pejuhku seperti biasa. Malah saking pasrahnya, aku
malah sedikit memberi kerelaan pada teman-temanku untuk mengerjainya, asalkan aku
diijinkan melihat kakakku yang tengah menikmati ketika digagahi, entah oleh siapapun itu,termasuk mereka. Aku benar-benar menyerah pada kesadaranku. Setelah ejakulasiku meledak,
semua terasa hening sesaat.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, dan kak Alya keluar dari dalam kembali menggunakan
seragam lusuh kepunyaan Dado karena kak Alya tidak membawa handuk tadi. Tapi dengan
rambut basah tergerai dan juga seragamnya yang mencetak tubuhnya karena juga basah justru
membuat kak Alya semakin tampak seksi. Bahkan saat keluar kak Alya sempat melemparkan
senyum sambil bergaya seperti kedinginan di depanku. Dengan spontan aku ingin memeluk
kakakku yang menggemaskan itu, sampai akhirnya keempat temanku muncul menyusul
kakakku hingga mengurungkan niatku. Walau sudah mandi tetap saja mereka seperti bulukan.
“Waduh broo, jangan lupa aja ya dilap tuh pejuh, bahaya orang kepelset di kamar mandi bro..
hehe” Ujar Feri membuka omongan.
“Iya bro.. ga safety kata orang lapangan, hahaha!” setelah meledekku mereka pergi
meninggalkanku sendiri di depan kamar mandi. Sedang mereka semua pergi meninggalkanku
begitu saja, seolah-olah tidak ada yang menarik dari hal yang aku lakukan di depan mereka.
Bahkan ketidak berdayaanku membuat mereka menjadi semena-mena di rumahku sendiri.
“Eeeh! Nakalin Aldi kakak gak mau mainan lagi sama kalian yaah...”
“Hehehe, becanda kok kaaak, iya kan broo? Tapi kita mah, yang penting kak Alyanya udah
sehat minum asupan bergizi dari kita berempat,hahaha!”
“Iya loh kak... apa mau mulut yang lain kita kasi susu bergizi dari kita-kita nih kak? Hehehe...”
“Hush! Ngentot donk namanya... Hihihi, gak boleh loh sama Aldi, iya kan dek? awas loh yah
pada coba-coba...”
Mendengar kak Alya mencoba menepati janjinya agak membuatku sedikit lega. Walau aku
teringat ketika awal kak Alya mulai terlihat nakal di depanku, yang awalnya hanya eksib
akhirnya bobol juga oleh orang-orang yang tak jelas. Entah apa lagi yang akan mereka lakukan
pada kakakku...
Hari sudah sore menjelang magrib. Acara nikahan siang sudah terabaikan, bahkan untuk
seorang kak Alya kini lebih memilih membersihkan penis-penis kotor dari keempat temanku dari
pada hadir ke acara pernikahan anak teman papa. Kakakku benar-benar lonte.
Yang aku ingat adalah, mereka berencana menginap malam hari ini..
***
Setelah kejadian sore tadi, aku yang masih merasa lemas tak berdaya hanya bisa duduk di sofa
ruang tengah. Entah sebenarnya aku memikirkan ketakberdayaanku terhadap teman-temanyang melecehkan kakakku. Atau karena aku juga menginginkan apa yang teman-temanku
rasakan ketika melecehkan kak Alya. Terlebih lagi, kak Alya justru menikmati dirinya dilecehkan
sehabis-habisnya oleh mereka.
Kakakku yang dilecehkan teman sendiri adalah hal baru bagiku, terutama bagi fantasiku. Tapi
apapun yang dialami oleh kak Alya, semua akan menjadi list dalam fantasiku. Apakah aku mulai
menikmati ketidak berdayaan ini selagi kakakku dihina, dilecehkan, bahkan direndahkan
serendah-rendahnya oleh mereka. Bukan-bukan. Mungkin oleh siapa saja. Yang terutama
seperti fantasi yang pernah kutunjukkan pada kak Alya melalui foto editan gambar kak Alya
yang menunjukkan kak Alya sedang disetubuhi oleh orang-orang berkulit hitam dengan kontol
yang besar dan panjang-panjang.
Akankah kak Alya mengijinkanku untuk menikmatinya bersama mereka juga?
Malam sudah tiba. Satu lagi acara pernikahan terlewati oleh kami. Kak Alya dari tadi dijadikan
mainan oleh teman-temanku. Mainan mesum lebih tepatnya. Bahkan kak Alya masih disuruh
mengenakan seragam dan celana dalam yang kini baunya sudah tak jelas lagi itu.
Mereka meminta kak Alya melakukan hal yang aneh-aneh. Seperti menyuruh kak Alya
menelepon teman cowok kuliahnya yang ganteng sambil mengulum penis. Berganti temanku
yang mengentoti mulutnya, ganti pula siapa yang ditelpon. Termasuk teman-teman kuliahnya.
Hanya saja mereka tidak menelepon pacar kak Alya. Entah kenapa aku tak tahu.
Dan saat mereka sudah tampak puas, mereka lalu bilang, “ayoo.. sini kak.. saatnya makan
dulu..”
Dan kak Alya pun menjawab dengan bercanda balik, “Huuuu.. gelo deh manggil kakak kayak
peliharaan aja. Adeeek.. kakak mau dikasih mamam lagi tuh... ummmm, kamu mau liat gak?
Hihihi...”
Tiba-tiba terdengar suara penjual sate ayam akan melewati rumah kami.
“Yoi! Pas laper, pas benerr ada yang jualan.. Eh, cun! Gue bagi duit lo yak, hehe..” si Dado
dengan kurang ajar main ambil duit di dompet kak Alya yang tergeletak di depan TV begitu saja.
Untuk sikap dia yang kebablasan ini, aku tak tahan melihatnya dan mendampratnya, “Eh, Do!
Duit siapa itu? Lo kurang ajar banget sih maen ambil aja?” hardikku agak setengah matang
sepertinya.
“Ya udah deh.. gue balikin.. jangan sewot donk, broo.. hehe..” Dado dengan mesem membawa
kembali uang itu, tapi langsung menuju kamar kakakku. Aku tak tahu ada apa, tapi cukup lama
ia berada di sana. Saat aku penasaran dan menyusulnya, kak Alya muncul disusul keempat
temanku.“Adeek.. kasian tuh temen-temen adek belum pada makan.. dipanggil yah tuh abang..” seraya
menyodorkan lembaran uang padaku.
“Ngga ah, enak aja.. udah seenak-enaknya mereka di sini, Aldi juga yang beliin makanan..
Mereka aja lah kak yang beli..” aku setengah dongkol dan kak Alya malah menyuruhku
membelikan mereka makanan.
“Adeek.. kamu tau kan kak Alya baru aja dikasih makan sama temen-temen adek.. Kak Alya
sampe kenyang lho, hihi.. Masa kita ga suguhin mereka makanan juga sih dek?” Kak Alya
menjelaskan seolah itu hal yang lumrah. Memang sih ini namanya timbal balik. Tapi sate ayam
plus lontong balasan dari pejuh? Mana dari mereka-mereka pula...
“Kenapa gak kak Alya aja?” kekesalanku kutuangkan sekalian dalam bentuk tantangan untuk
kak Alya. Toh kak Alya sudah seharian bertingkah nakal dan liar.
“Jadii.. kakak nih yang keluar nemuin abang sate itu?” tanya kak Alya dengan nada seolah
malah balik menantangku.
“.. Kak Alya berani keluar cuma pakai itu aja?” tanyaku balik lagi, dan jantungku berdebar
kencang, entah kak Alya mau melakukannya atau tidak.
“Adek liat kan kakak cuma pakai ini aja? Adek sengaja nggak mau karena pengen liat kakak
beli sate pake ginian di depan abang itu kan? Hayoo..” kak Alya menyerangku. Entah kenapa,
aku jadi ingin melihat kak Alya melakukannya.
“.. Iya kak, pengen..” jawabku polos.
“Adek liat yah,apa sih yang engga buat kamu dek.. sebenarnya ada lagi siih yang sedang kakak
pakai.. hihihi..” lalu kak Alya sambil mencubit hidungku ia berucap, “liat kakak yah..”
Apa lagi yang kak Alya pakai selain seragam lusuh dan celana dalam itu? Tak lama kak Alya
keluar menuju teras dan memanggil tukang sate yang umurnya kira-kira setengah tua. Hanya
dengan mengenakan pakaian itu, membuat paha putih kak Alya terpampang kemana-mana.
Untung saja kak Alya membeli sate ayam itu dari balik pagar yang tingginya sedada kak Alya.
Tapi kalau si abang benar-benar mendekat sampai ujung atas pagar, pasti si abang bisa melihat
jelas paha putih kak Alya yang sangat mulus. Paha perempuan cantik yang sedianya
kemana-mana selalu berpakaian tertutup dan berkerudung.
Sedang aku berdiri mematung di balik jendela ruang tamu, melihat kak Alya sedang beraksi. Di
samping menunggu bakar-bakaran si abang selesai dibuat, aku lihat sesekali kak Alya
menunduk sambil menutup mulutnya, lalu kembali melirik kearahku sambil tersenyum nakal.
Bahkan kali ini kak Alya mencoba membuka kancingnya satu persatu sambil berbicara dengan
abang si penjual yang sedang sibuk memasak dan posisi gerobaknya tidak begitu jauh.Kak Alya menghadap kearahku. Seluruh kancing seragam kak Alya sudah terbuka semua. Lalu
dengan gaya nakal kak Alya perlahan-lahan membuka lebar kemejanya sehingga nampak buah
dada kak Alya yang putih itu. Dua buah payudara yang ranum dan menggemaskan dengan
puting mengacung tegak menunjukku. Kak Alya benar-benar nekat. Bagaimana kalau si abang
itu melihat kak Alya berpose seperti itu?
Saat mendadak si abang itu mendekat entah untuk apa, kak Alya langsung cepat-cepat
merapatkan tubuhnya ke pagar hingga dadanya tergencet pagar supaya si abang tak melihat
dari tepi pagar. Untung saja pagarnya dilapisi fiber gelap.
“Satenya tadi berapa bungkus mba?”
“Lima bungkus deh pak, lagi rame nih kebetulan, hihihi.. ouughh..” kak Alya menjawab tapi
terpotong. Kak Alya kulihat menundukkan wajahnya sambil memegang tepian pagar dengan
kedua tangannya.
“Iya deh.. anu mba, mba ga papa?” tanya si abang khawatir.
Kak Alya hanya menggeleng sambil tersenyum saja. Ada yang aneh dengan kak Alya. Apa kak
Alya masuk angin karena hanya berpakaian seperti itu seharian. Biasanya juga malah tidak
berpakaian apa-apa.
“Woi bro! Hehe.. Serius amat liatnya. Liat apaan sih?” Dado datang mengagetkanku sambil ikut
melihat keluar melalui jendela. Aku tidak menjawab pertanyaan si brengsek ini karena kesal.
“Kak Alya emang baik bener ya bro? Hehe.. Udah baik, cantik, putih bening lagi kulitnya.. ya
ngga bro? Pasti semua cowok pada ngejar-ngejar kakak lo kan bro?” Dado mulai bertanya
seolah ada maksud yang aku tak peduli.
“Gue yakin pasti semua pengen banget ngentotin kakak lo.. termasuk lo juga kan bro? Hehe,
yakin gue..” Dado menebak dan memang tepat sasaran. Aku tak bisa bersembunyi lagi, karena
buktinya saat kak Alya dientot mukanya, aku malah coli dan ejakulasi di depan kak Alya.
Bahkan aku melakukan dua kali, di depan teman-temanku. Kak Alya…
“Bro.. lo suka kan gue panggil kakak lo lonte tadi? Hehe.. jangan salahin gue ya.. tapi emang
kakak lo yang suka diapa-apain kayak gitu. Gue aja ngga nyangka kakak lo kayak gitu.. sorry
nih ya bro, lonte banget..”
Aku seharusnya marah. Tapi aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku menyerah pada keinginan
untuk melihat kakakku tercinta yang cantik ini diperlakukan tak senonoh oleh orang-orang yang
kontras darinya. Tapi aku tak menyangka saja kalau ternyata akhirnya teman-temanku yang
juga ikut melecehkan kak Alya.“Bro.. nih bro, pegang deh..” Dado menyerahkan HPku yang diambil dari kamar kak Alya. Apa
maksudnya?
“Telpon deh kakak lo.. hehe..” Dado meyuruhku menelpon kakakku?
“Buat apaan sih Do?” tanyaku merasa aneh.
“Lo coba aja.. tar lo ketagihan deh.. hehehe.. buruan lo, kelamaan nih.. pantes aja kakak lo
keburu dipake ama orang-orang..” Dado mulai berkata kurang ajar padaku. Tapi karena
penasaran, akupun mulai menghubungi kakakku. Nada tunggu lama tak diangkat dan terputus.
Begitu juga untuk panggilan kedua. Sampai akhirnya aku sedikit demi sedikit mulai menyadari
sesuatu.
Awalnya setiap kali kuhubungi kak Alya merespon dengan gaya tertunduk. Kukira dia akan
mengangkat telpon yang mungkin saja dia pegang atau ditaruh disaku seragam terkutuk itu.
Tapi tak ada satupun yang kak Alya terima. Kutelpon terus, dan kak Alya masih merespon
dengan gerakan yang sama, terkadang menutup mulutnya. Tapi semakin kesini pegangannya
pada pagar semakin erat.
Kak Alya terlihat kakinya seperti gemetaran, dan dilihat cepatnya naik turun gerakan dadanya,
kak Alya terlihat bernapas seperti terengah-engah.
“Pada pake lontong semua kan mba?”
“Iya pak.. eeghh.. lontongin yah semua pak..” jawab kak Alya terlihat wajahnya memerah.
“Kalo pake lontong biar tambah kenyang sih mba..” Si abang menimpali dengan lugu.
“.. Eemmhh.. Bener Pak.. makin banyak lontongnya.. makin baguss.. Eeghh.. makin enak
Paakkh..” pegangan kak Alya semakin kuat pada pagar.
“.. Eh.. iya mba.. Anu.. Iya.. makin panjang juga lontongnya makin enak ya mba?” si penjual
mulai salah tingkah sambil coba-coba mulai nakal pada kakak..
“.. Uugh Pak.. makin panjang makin penuh di dalem perut Alya Pak.. Alya suka Pak, Uuhh..”
Alya mulai meracau tak terkendali. Aku sepertinya tahu kenapa kak Alya jadi meracau begini.
Aku hanya menoleh pelan ke arah Dado. Dado membisikkan ke telingaku bahwa ia
memasukkan sesuatu kak Alya ke vaginanya, dan celana dalam Dado yang dikenakan kakakku
menahan sesuatu yang dimasukkan Dado kedalam kak Alya supaya tidak jatuh.
Kini jelas, setiap aku hubungi, sesuatu di dalam kakak ikut bergetar. Dan tiap getarannya
membuat kak Alya menggelinjang hebat. Kini aku seperti memiliki mainan baru dari Dado.
Antara yakin tak yakin memperlakukan kakakku seperti ini. Tapi aku sungguh menikmatinya.Kak Alya menggigit bibirnya dan dengan pelan menekan tubuhnya rapat ke pagar, seperti
sedang menahan sesuatu. Semua itu kak Alya lakukan di depan si abang sate ayam yang
hanya dibatasi oleh pagar. Dan yang terlihat dari kak Alya hanyalah wajahnya yang cantik
bersemu merah karena horni berat, serta leher jenjang putihnya dan atas dadanya yang terlihat
mengkal mengeras.
Aku sambil terus menghubungi kak Alya, mulai kugosok-gosok celanaku yang terasa sempit
dari tadi.
“.. Ouugh... Pak.. lontongnya yang banyak yah... juga panjang-panjang...” kak Alya mulai terlihat
bergetar hebat sambil melihat si abang itu terus. Tiba-tiba kak Alya dengan satu tangan masih
memegang erat pagar, mendorong tubuhnya menjauh dari pagar dan menutup mulutnya
erat-erat dengan tangan satunya. Kak Alya terdengar menjerit tertahan. Kak Alya orgasme! Dan
aku pun menyusul muncrat sambil memegang tongkolku yang menegang keras di dalam
celanaku. Ya, aku bahkan tak sempat mengeluarkan tongkolku. Aku benar-benar payah. Kini
celana ku basah karena pejuhku sendiri. Memalukan.
“Mba.. mba.. ini satenya lima bungkus, hehehe... a-anu mba, saya juga mau loh yang
enak-enak, hehehe...” si abang mendekat kak Alya.
Kak Alya mengumpulkan sisa tenaga dan menghadap si abang lagi, “ini Pak, uang lima puluh
ribu.. ambil aja kembaliannya.. enak kan Pak? Hihi.. makasih ya Pak..” seraya Alya bergaya
imut dengan memiringkan kepala lalu meninggalkan si penjual yang merasa dongkol itu. Uugh
kak Alya. Berani amat, ga takut diperkosa apa? Nakal bener kak Alya.
Setelah masuk kak Alya disambut oleh teman-temanku dengan sorakan.
“Waaa! Gila nih lonte, asli bikin gue panas dingin loh.. Aldi aja ikutan panas dingin ampe
ngompol, hahaha!” Dado menghina kak Alya dan meledekku.
“Hihi.. tapi udahan kan? Kakak boleh gak keluarin sekarang? Ngeganjel banget tau?”
“Yoii! Keluarin aja.. biar si Aldi liat, hehe..” Bono yang sudah datang karena sate ayamnya tiba
ikut nimbrung sambil mengurut-urut tongkinya yang hitam. Aku jadi ingat kemarin, soal bon bon
hitam.
“Adeek.. liat yah, hihi.. ada yang mau keluar nih.. uugh..” wajah kak Alya seperti menahan
sesuatu.
Kak Alya memelorotkan celana dalamnya pelan-pelan. Dari mulut vaginanya terlihat tali
gantungan dengan ujung bandul kepala hello kitty menjuntai keluar dari dalam ditarik perlahan
oleh kakak, hingga akhirnya keluar meluncur bebas jatuh ke lantai keluar dari
persembunyiannya. Benar seperti dugaanku, vagina kakak dimasuki HP oleh mereka, HP kakAlya benar-benar terlumuri cairan-cairan pelumas kak Alya yang kental. Bahkan masih ada
yang menetes dari vaginanya.
“Adeek.. liat deh tuh kerjaan temen kamu, basah deh HP kakak, huuuh.. kak Alya kayak abis
melahirkan aja... kamu bisa bayangin ga sih dek, kalo yang keluar dari sini tuh bayi beneran?
Hihi..” kak Alya mulai lagi dengan nakal memancingku seperti seorang pelacur asal ngomong.
“..Uugh.. bayi kak Alya?” aku merasa tegang kembali.
“Iya dek.. kak Alya kayak dihamilin.. terus keluar baby.. kebayang ngga sih? Hihihi” kak Alya
malah bertingkah geli sendiri di hadapan teman-temanku.
“Ga usah pura-pura, beneran juga gue kasi buat nih cewek.. hehe, gue hamilin yah..”
Dado memotong. Sementara yang lain mulai beranjak mendekati kak Alya. Ada yang mulai
grepe-grepe. Dan ada yang meremas susu kak Alya. aku masih terperanjat melihat semuanya
berjalan begit ucepat.
“Bro.. nih lonte kayaknya suka kalo hamil bro. Gimana kalo gue hamilin bro? Boleh kan?” Bono
menimpali.
“Iiih, sembarangan deeh panggil kak Alyanya yaaah...”
“Ah, bukannya kak Alya demen yah? Tadi di kamar mandi gua bisikin perek, pecun, pelacur,
lonte, malah melongo ampe mukanya merah gitu, hahaha!”
“Duuuh, apaan siiih! Bohong kok dek, hihihi... masa sih kakak suka dipanggil kotor kayak gitu?”
“Gue juga yakin lo suka kan dientotin kak? Udah berapa cowo yang ngentotin lo kak? Siapa aja
sih?”
“Palingan nih cewek udah hamil kali, gak tau siapa aja deh yang udah ngobok-ngobok
memeknya hehehehe... bener ngga kak?” mereka saling melemparkan celetukan yang
membuat kak Alya makin tak berdaya melawan janjinya sendiri pada adiknya. Kulihat nafas kak
Alya malah makin berat, dan bodohnya begitupun juga denganku.
“Inget loh... kakak gak mau sampai kebablasan... udahan yah? Diliatin Aldi tuh... hihi..” kak Alya
berusaha menahan mereka, dan akupun seperti menanti sampai sekuat mana kak Alya
berpegang pada janjinya itu. Hanya saja kini aku sendiri pun seperti mempertanyakan
keteguhanku pada janji yang kupinta sendiri pada kakakku. Karena apabila kakakku akhirnya
memang digagahi mereka, akan terjadi di depan mataku sendiri. kak Alya, dengan
teman-teman jelek sepermainanku di sekolah.
“Bawel lo cun... bilang aja lo pengen, hehehe... muka lo ampe merah begitu?”
“A-adeeek...”“I-iya kaaak...”
“Dek.. kak Alya mau dihamilin temen-temen adek nih.. boleh ngga sih dek?” kak Alya bertanya
padaku dengan wajah agak ragu-ragu sambil terus digrepe-grepe mereka.
“Uugh, kak Alya.. dihamilin mereka?” tanyaku seperti agak tak terima.
“Iya bro.. itu artinya kita semua bakal ngentotin nih lonte.. kakak lo.. Heh! Lo pengen kan kita
entotin? Minta ijin dulu donk ama adek lo tuh?” tanya Dado dengan kasar ke kak Alya.
“Adeek.. temen-temen pengen ngentotin kak Alya nih.. boleh ngga dek?”
“Kak Alya.. pelacur..” hina ku pada kakakku sendiri yang seperti melempar keteguhan janji balik
kepadaku.
“Kak Alya nanti dientotin di semua lobang kakak, mulut, memek, sama pantat kalo temen-temen
adek mau.. boleh ngga dek?” kak Alya seperti lonte meminta padaku dengan merendahkan
dirinya.
“Kak Alya.. lonte..” aku semakin menegang lagi melihat kenakalan kakakku ini.
“Adeek.. boleh yaah..” kak Alya mengiba padaku. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa
kakakku yang cantik ini digenjot bersamaan oleh mereka.
Maka ketika aku mengeluarkan kontolku, seperti persetujuan bagi mereka. Teman-temanku
mulai menggarap kak Alya.
Aku seperti menyerah pada ketakberdayaan ini hanya bisa berdiri dan terus mengocok batang
kemaluanku. Pandanganku hanya tertuju pada kak Alya yang sedang digagahi oleh
teman-temanku di ruang tamu. Aku seperti tak ingin pertunjukan kak Alya digarap oleh
teman-temanku berhenti begitu saja. Apalagi melihat kakak didorong punggungnya oleh Dado
supaya membungkuk sambil masih berdiri membelakanginya.
“Nungging yah kak, hehehe... ouugh brooo, gue kontolin nih kakak lo yang cantik, eeegh..”
“Uuugh deeek... kontol Dado deek... masuk semuaaah.. emmmhh.”
“Gila sempit banget nih meki... Akhirnya gua entotin juga lo kak! Uuuhhh...”
“Eegh.. eeeghh... adeeek, kakak dientot Dado nih deeek... temen kamu nakaaal...”
Sambil bicara nakal dan menggoda kak Alya dientot oleh Dado dari belakang. Tubuh Kak Alya
bertumpu pada tepi sofa. Terlihat yang lain sambil mengurut-urut tongkinya sesekali
menjejalkannya pada mulut kak Alya. Bahkan secara bergantian. Dan semuanya
memperlakukan mulut kak Alya dengan kasar. Berkali-kali kak Alya tersedak, tapi sekalipun kak
Alya muntah, tetap saja kak Alya hanya cekikikan saja.Tidak ingin ketinggalan menggarap kakakku, mereka mengubah posisi lagi. Posisi lain
memperlihatkan kak Alya duduk di atas Bono yang sedang tidur terlentang dan memasukkan
penis hitamnya kedalam liang peranakan kakak, sedang Bono sambil memegang pinggul kakak
menggoyangnya maju mundur dengan tidak sabar.
“Goyang dong lonte! Lo lonte kan? Ayo terus goyang! Entar gue kasi anak lo.. gue bikin hamil..
Eeghh..” tariknya dengan kasar.
“Iyah sayang.. iyah.. uugh.. lonte goyang terus kok.. lonte goyang nih.. Ough..” kak Alya jejeritan
ga karuan. Tapi sesekali melirikku, seolah tidak ingin aku ketinggalan sajian dari kakakku yang
nakal ini.
“Ayo lonte! Makan dulu.. lo abis muntah kan? Ayo makan lagii.. hehe” Feri langsung
menjejelkan mulut kak Alya.
“Gila nih lonte.. mau aja diapa-apain yah bro.. Cuih!” Yanto meludah lobang pantat kak Alya
berkali-kali sampai akhirnya dia menempelkan kepala kontolnya di lobang anus kakakku.
“OOUGH! Adeek.. UUGHH! Anus kakak.. eeggh! Anus kak Alya deek.. pelan To, sakit.. uugh!”
kak Alya seperti berusaha menahan sakit saat anusnya dijejali kontol Yanto.
Kini kak Alya resmi sudah menjadi objek fantasiku di mana sajian tidak lagi melalui cerita atau
suara saja, melainkan di depan mataku, walau harus dimulai dari teman-temanku. Semua
lobang kakak dipenuhi oleh mereka. Mulut manis dan imut kak Alya digenjot oleh Feri hingga air
air ludah kak Alya meleleh sampai ke dagu. Memek dan Pantat kak Alya dientot dengan kasar
bersamaan dengan irama bergantian keluar masuknya kontol Bono dan Yanto.
“Bentar bro.. bentar.. cabut dulu..” seru Dado meminta Feri mengehentikan kegiatan
menggenjot mulut kakakku.
“Bro liat kakak lo yang alim bro.. hehe.. cuih! Cuih!” Dado meludah kedalam mulut kakakku
yang sedang terbuka berkali-kali. Dan Feri juga ikut meludah tepat di lidah kak Alya yang sedikit
terjulur keluar, dengan wajah memerah terlihat kakak sangat menikmati direndahkan orang jelek
seperti mereka yang seharusnya menghormatinya. Dan gilanya sambil terus menggoyang
pinggulnya, ludah yang teman-temanku ditelan begitu saja oleh kakak. Kakakku benar-benar
suka dihina lebih rendah dari seorang pelacur.
“Dasar lonte lo.. gue tinggal pasti dia yang minta dientot.. ya ngga? Jawab donk kak!” hardik
Feri ikut terbawa suasana.
“Aaakhh... Iyah... kak Alya minta dientot.. dientot terus... Uuugh.. Adeek..kak Alya boleh ngga
jadi lonte? Eeggh.. boleh yaah...” pinta kak Alya ditengah-tengah genjotanya dua kontol di
lobang anus dan memeknya.“Kalo gua ga mau ngentotin lo lagi gimana donk kak lonte? Hehe..”
“Kak Lonte cari orang.. eeghh.. yang mau entotin terus.. uugh.. adeek.. sama anjing kak Alya
juga mau, hihi.. eeennghhh..” kak Alya seperti tak bisa kupercaya. Apakah hanya karena
terbawa horni hingga tak sadar mengucapkan itu?
“Gila nih kakak lo bro.. lebih parah dari yang gue kira.. hehe..” Dado menghina kakakku.
Kak Alya terlihat mulai kepayahan menghadapi mereka. Mata kak Alya mulai sering menatap
kosong ke langit-langit, seperti menahan deraan badai kenikmatan atas perlakuan tak senonoh
ini. Melihat genjotan teman-temanku semakin kencang, kak Alya pun seperti kesetanan
menggelinjang. Tubuh ramping dan putih kak Alya yang begitu kontras dengan warna kulit
teman-temanku tergocang maju mundur dipompa mereka pada ketiga lobang kak Alya, vagina,
anus dan mulutnya secara bersamaan. Aku pun mempercepat kocokanku sambil bangkit
mendekati kak Alya. Tertatih-tatih aku dan kak Alya melupakan janji sakral kami berdua.
Feri yang sudah tak kuat menggenjot mulut kakakku langsung menumpahkan pejuhnya
kedalam rongga mulut kak Alya hingga kak Alya kepayahan menelannya.
Yanto yang sedianya menggenjot anus kak Alya langsung mencabutnya dengan paksa dan
berganti posisi dengan Feri yang kini sudah terduduk lemas dengan nafas terengah-engah.
Bahkan belum selesai kak Alya mengambil nafas panjang lagi, kini giliran Yanto menjejalkan
mulut mungil kakakku. Sambil melirik kearahku, kak Alya memperlihatkan kehinaannya padaku,
bahwa ia kakak yang cantik dan sopan, bisa menjadi hina sehina-hinanya dengan mulut penuh
pejuh orang-orang yang jelek.
“Nih Lonte.. makan dulu yah.. hehe.. biar sehat, dan bergizi, hahaha..”
“Adeeek, kakak disuruh mamam lagi niiih... liat deh, kontol Yanto dipukul-pukul ke muka kakak
nih, mana anget loh kontolnya, hihihi... Aaaa..” kak Alya dengan tatapan nakal dan terangsang
tingkat tinggi malah mangap dan menunggu kontol Yanto yang bau itu dijejalkan kedalam mulut
kak Alya.
“Aargh gue semprot yah.. telen yang banyak yah njing.. biar sehat, hehe.. Aargh!” sambil
menodai mulut kakakku dengan semprotan pejunya, Yanto mengatai kak Alya seenaknya hanya
karena kak Alya asal bicara mau dientot anjing sebelumnya.
Setelah dicabutnya kontol Yanto, kak Alya masih menganga akibat paksaan jejalan kontol Yanto
barusan. Dengan sedikit memamerkan paju-peju temanku di dalam rongga mulut kakak yang
sampi menetes ke dagu, kak Alya terus menatap sayu padaku di tengah goncangan tubuhnya
akibat sodokan-sodokan Bono dan Dado yang masih mengapit tubuh ramping kakakku.
Setelah dua temanku K.O. kini tinggal Dado dan Bono yang saling memburu didalam liang
vagina dan anus kak Alya.“Gue bikin hamil lo.. gue entot nih memek lonte ampe hamil.. Uuugh!” Setelah mengejang
pertanda muncratnya peju Bono dalam liang peranakan kakak, Bono tumbang. Tapi Dado
masih menggenjot pantat kak Alya diatas tubuh Bono yang lunglai.
“Terus sayang.. terus entotin kakak.. kakak suka dientot Dado.. kakak mau dientot terus..
uuugh.. adek.. kakak boleh yah dientot Dado.. tiap hari..” kak Alya mulai meracau tak karuan,
dan membuatku hampir klimaks..
“Adeeek.. boleh ya kakak minta dientot terus.. dihamilin... dipejuhin badan sama muka dan
mulut kak Alya..”
“AARGH! KAKAK PELACUUUR! KAK ALYA LONTEE!” aku muncrat sejadi-jadinya kesegala
arah sambil kupegang erat kontol menyedihkanku.
“...Eeeeggghhh! ADEEEK!” kak Alya mencapai orgasme memanggil namaku dengan kencang.
Sambil duduk aku melihat teman-temanku kelelahan karena ngecrot seharian dilayani kakakku.
Begitu juga denganku yang lemas menghadapi siksaan dari tingkah nakal kakak kandungku ini.
Ingin rasanya aku juga ikut ambil bagian mencicipi tubuh kak Alya, tapi aku pastinya akan selalu
mendapat jawaban yang sama.
Malam ini mereka melanjutkan ronde kedua di dalam kamar kak Alya. Aku yang sudah muak
memutuskan untuk tidur saja di kamarku sendiri. Sempat terlihat di mata kak Alya sebuah
tatapan kaget tak menyangka ketika melihatku yang justru memutuskan untuk tidak
mengikutinya ke kamar. Aku hanya mendengar suara-suara berisik mereka sibuk meledek dan
merendahkan kakakku sambil terus melakukan entah apapun itu. Yang kudengar awalnya
hanya cekikikan saja, lalu diakhiri dengan jeritan panjang kak Alya. Dan itu terjadi berkali kali
sampai tengah malam di mana akhirnya sunyi senyap menandakan mereka sudah tertidur.
Namun tak kusangka, ketika tengah malam pintu kamarku terbuka. Seseorang masuk dan
mendekat ke tepian ranjangku.
"Adeeek... kakak boleh gak bobo di sini?"
"Kenapa kak? Kok gak bobo di sana aja?" jawabku ketus berusaha menarik perhatiannya.
"Cuma pengen aja, boleh kan?" tanyanya lagi. Akupun seperti tak mampu menolak, akhirnya ku
menerima kak Alya tidur di kamarku. Kak Alya lalu memelukku dari belakang menyadari aku
tidak menghadap dirinya.
Setelah beberapa minggu banyak hal terjadi di antara kami berdua, kini semuanya seolah
terlupakan dalam sekejap saja dengan pelukan hangatnya. Seolah dalam pelukannya
menceritakan banyak hal padaku. Tentang bagaimana sebenarnya dirinya, kenapa aku hanya
kebagian coli atas fantasiku tentang kakakku, dan mengapa aku harus memiliki pacar sendiriketimbang harus menggagahinya yang merupakan kakak kandungku sendiri. Tapi sebagian dari
diriku tetap menginginkan kakakku sebagaimana orang-orang lain juga bisa mencicipinya.
"Aku sayang kakak..." Walau aku masih kesal karena dia mau-maunya digagahi teman-teman
jelekku, namun aku masih menyayanginya.
"Kak Alya juga sayang kamu dek...makanya cari pacar yah"
"Uuugh... kak Alyaaaa, hehehe..." Dan walaupun aku masih kesal, tetap saja aku tak tahan
melihat penampilannya yang masih mengenakan seragam lusuh dengan bawahan sudah tak
mengenakan apa-apa lagi itu. Kehadirannya saat ini seolah mengobati rasa kesalku seharian,
yang mana saat ini hanya ada aku dan kak Alya di dalam kamarku...
“Kak.. ngentot dong…”
“Jangan… gak boleh!”
“Yah… kak, please dong…”
“Kamu ini… udah kakak bilang gak boleh!”
“….”
"Deek..."
"...."
Adeeek..."
"...."
“Ya udah boleh, tapi cuma kali ini aja ya…”
“Beneran kak?”
“Iya… sekali ini aja, gak ada lagi” ujarnya dengan senyum manis.
“Ng… iya deh kak, gak apa…”
Ugh… senangnya hatiku akhirnya kak Alya membolehkan aku bersetubuh dengannya. Dengan
semangat akupun menindih tubuhnya, menggerayanginya, serta menciumi wajahnya
berkali-kali. Aku lampiaskan nafsuku yang selama ini tertahan ke padanya. Jika benar yang dia
katakan kalau aku hanya boleh sekali ini saja, maka aku harus menggunakannya sebaik
mungkin dan sepuas-puasnya.
“Hihihi, Adek… pelan-pelan aja, nikmatin”
“Ngh… iya kak…”
“Puas-puasin yah adekku…”
“Iya kak… makasih.. Aku sayang kakak”
Ketika penisku yang mengeras benar-benar amblas di dalam liang peranakan kak Alya,
perasaan dan pikiranku melayang tinggi tak berujung. Aku dan kakak kandungku akhirnya
bersetubuh!Ya... Aku bersenggama dengan kakakku malam ini... berulang-ulang. Bahkan ketika aku sudah
ngecrot dan terasa lelah, seolah tak ingin waktu dan kebersamaan dengan kakakku ini berlalu
begitu saja, cukup dengan melihat kak Alya yang putih mulus dan bening setengah bugil sambil
tersenyum padaku akhirnya aku bangkit lagi lalu kembali menggagahi kakakku sendiri, lagi...
lagi... dan lagi...
"Eeghh... kak Alyaaaa... kakaaaaakkuuu..."
"Hihihi... emmmmhh...adeekkuuuu..."
Setelah sekian lama... aku dan kakakku akhirnya bersetubuh...
Aku, adik kandungnya... dan kakakku yang cantik dan seksi, kak Alya...
***
***
“Iya kak, sore nanti aku sampai kok”
“Ohh… sore ya? Masih cukup waktu deh kalau gitu”
“Cukup waktu ngapain kak?”
“Eh, nggak kok… Udah dulu yah dek. Alamat rumah kakak jelas kan? Kakak tunggu ya di
rumah”
“Iya kak, terus…” belum selesai aku ngomong ternyata telepon sudah dimatikan. Dasar,
kebiasaan kakak yang ngga pernah hilang.
Tiga tahun berlalu. Masih teringat jelas bagaimana waktu itu kak Alya membolehkan aku
menyetubuhinya. Apa yang aku rasakan malam itu sungguh luar biasa. Malam terindah yang
pernaha kurasakan selama ini. Walau ternyata memang hanya sekali di malam itu saja, dia
benar-benar tidak mengizinkan aku melakukannya lagi bersamanya.
Aku kini sudah kuliah dan tidak tinggal bersama dengan kak Alya lagi. Kakakku sudah menikah
dan tinggal bersama suaminya, mas Hendi. Tapi hari ini, aku berencana untuk mengunjungi
kakak di rumahnya dan menginap di sana selama liburan semester. Siapa tahu kakak masih
mau melepas rindu seperti dulu lagi. Atau mungkin Alya sudah berubah semenjak menikah
dengan mas Hendi?
Setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya aku sampai juga di rumah kak Alya. Namun
ternyata aku sampai lebih cepat. Aku sampai saat masih siang, bukan sore seperti yang aku
perkirakan. Tapi biarlah, malah bagus kan berduaan dengan kak Alya sebelum mas Hendi
pulang kerja?
“Tok tok tok” Ku ketok pintu depan rumahnya. Aku tak sabar berjumpa kak Alya lagi. Namun
setelah berkali-kali ku ketok tidak ada yang menyahut. Apa tidak ada orang di rumah?? Namun
saat ku coba meraih gagang pintu, ternyata tidak terkunci.Ku coba saja masuk ke dalam sambil berteriak memanggil kak Alya, tapi tetap tidak ada yang menyahut. Bahkan di dalam kamar tidur kakak dan mas Hendi pun tak kudapati ia di sana.
Hingga akhirnya aku mendengar suara aneh dari ruang belakang yang tepatnya di gudang. Ketika menengok ke dalam salah satu kamar, aku terperanjat! Seorang wanita cantik terbaring di atas spring bed bekas sedang ditindih seorang pria! Namun pria yang terlihat tua, berkeringat, dan sedang asyik menindihnya itu bukan suaminya!
“K-kak Alya!” “Eh, A-adek? Kamu udah sampe??”
TAMAT
Labels: KISAH KAK ALYA


0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home