KISAH DINDA Bagian 8 (Part 2)
Setelah turun dari lantai 2 dan meletakkan kipas angin, aku melihat Kak Chandra sedang memegang benda yang tak asing.
"Apa tu kak?" tanyaku.
"Eh ini.. tadi tu kukirain tali apa gitu nggeletak di pintu.. pas tak deketin ternyata ini... hehe" jawabnya sambil menyodorkan benda yang tak lain adalah sebuah bra berwarna peach. Sudah pasti bra itu terjatuh ketika tadi aku membawa jemuran masuk ke rumah.
"Haha... duh jadi malu... pasti tadi jatuh pas aku angkat jemuran.." jawabku sambil menerima bra tersebut dari Kak Chandra.
"Haha... punya Naya ya?" tanyanya. "Kok tau?" "Hehe itu ada inisialnya..." jawabnya.
"Ooh... iya ini kita namain biar gak ketuker... soalnya kebanyakan modelnya sama, jadi sering ketuker..." jelasku. "Emang ukuran kalian sama?" celetuk Kak Chandra tiba-tiba. "Eh, maksudnya kak?" aku sedikit terkejut mendapat pertanyaan tersebut dari Kak Chandra. "Eh gak... sorry-sorry... aku asal nyeplos..." katanya sambil terlihat salah tingkah. "Kan Kak Chandra udah tau ukuran kita..." sindirku. "Eh serius aku minta maaf Din... aku gak bermaksud ngarah kesitu... pliss jangan marah ya..."
Sebenarnya aku tidak tersinggung dengan pertanyaan tersebut. Aku hanya sedikit menggodanya, meskipun tak bisa dipungkiri pertanyaan tersebut membuatku teringat dengan kejadian masa lalu.
"Haha gapapa kak... kan itu udah masa lalu..." "Serius kamu gak marah?" "Iyaaa..." jawabku sambil tertawa untuk sedikit mencairkan suasana. "Serius aku gak ada niatan sampe kesitu Din..." dia terus memohon maaf. "Iya iya kak... udah sih... akunya gak marah kok..."Kami pun jadi terdiam sejenak karena percakapan itu. Mungkin Kak Chandra memang merasa
bersalah sekali menanyakan hal itu.
Sejak aku serumah dengan Kak Naya, kami memang menandai bra kami masing-masing. Itu
karena banyak dari bra kami yang punya model yang sama, jadi kami pun menuliskan inisial
nama kami di bagian tali pengait bra bagian dalam dengan spidol. Bra kami sama karena
memang semuanya yang beli adalah Kak Naya. Kak Naya menepati janjinya setelah dia pernah
iseng membuang pakaian dalamku ketika di pantai. Sejak saat itulah Kak Naya selalu
membelikanku pakaian dalam. Bahkan dia pernah membelikanku sebuah g-string yang sampai
sekarang belum pernah kupakai. Entah apa maksudnya.
Karena suasana jadi sedikit canggung lagi, aku pun mencoba membuka obrolan lagi.
"Btw, kenapa sih cowok suka sama daleman cewek?" tanyaku sambil melipat bra yang ada di
tanganku.
"Eh, maksudnya?" tanya Kak Chandra.
"Haha engga.. kan sering ada berita tuh.. kalo ada maling jemuran daleman cewek..." lanjutku.
Entah kenapa aku terbesit pertanyaan ini karena tiba-tiba aku ingat dengan teman Kak Naya
yang katanya suka mengoleksi pakaian dalam perempuan.
"Ooh... itu biasanya buat dijadiin bahan sama cowok-cowok... gak semua cowok gitu tapi ya...
apalagi sampe nyuri-nyuri gitu" jelasnya.
"Bahan apa?" tanyaku pura-pura polos.
"Hmmm... ya gitu lah pokoknya..." jawabnya.
Aku pun mengangguk-angguk pertanda paham dengan maksud Kak Chandra.
"Emang kenapa harus pake daleman cewek?" tanyaku lagi.
"Ya kan dia jadi bisa bayangin yang punya daleman itu..." terangnya.
"Jadi kalo Kak Chandra pegang beha Kak Naya gini, Kak Chandra jadi bayangin Kak Naya?"
tanyaku.
"Ya gak gitu juga kali Din..." jawabnya kesal."Haha.. becanda Kak... tapi kok kak Chandra bisa paham banget gitu ya? Jangan-jangan..."
sindirku sambil bercanda.
Kak Chandra terdiam sambil menatapku. Lalu dengan sebuah tarikan nafas panjang, diapun
menjawab.
"Yaudah kalo mau jujur-jujuran sih aku pernah ngelakuin itu..." jawabnya.
"Serius kak? Kakak nyuri daleman siapa?" tanyaku. Aku benar-benar terkejut mendapat
jawaban Kak Chandra.
"Ih.. aku gak nyuri yaa... " jawabnya kesal.
"Hehe sorry, trus daleman siapa?"
"CDnya Naya" jawabnya singkat.
"Ooh..."
Entah kenapa kali ini aku tidak terlalu terkejut dengan jawaban Kak Chandra. Mengingat
kelakuan Kak Naya yang begitu, bukan tidak mungkin Kak Chandra bisa mendapatkan celana
dalam Kak Naya. Meskipun entah bagaimana ceritanya celana dalam tersebut bisa di tangan
Kak Chandra. Aku pun tidak menanyakan hal tersebut lebih jauh karena aku kurang tertarik
dengan hal itu.
"CDnya Kak Naya kakak apain?" tanyaku lagi. Pertanyaan yang sebenarnya kurang serius.
"Ya gak semuanya aku criatin kali Din..." jawabnya makin kesal.
"Haha iya maap-maap.."
"Kamu ih.. tanyanya menjurus gitu..." keluhnya.
"Hehe iya ya...."
Saat ini, entah kenapa timbul sebuah perasaan ingin menggoda Kak Chandra.
Haruskah aku memamerkan tubuhku ke Kak Chandra? Sebuah pergolakan terjadi pada diriku.
Di satu sisi, aku sudah tidak ingin lagi dengan sengaja 'pamer' di depannya, namun di sisi lain
muncul sebuah hasrat untuk melakukan itu. Aku berpikir aku tidak ingin imageku buruk di mata
Kak Chandra. Namun setelah dipikir-pikir lagi, aku rasa Kak Chandra sudah melihat semuanya.
Kak Chandra sudah mengetahui semuanya. Jadi apa lagi yang perlu ditutup-tutupi?"Eh kak... Dinda mandi dulu ya... kutinggal bentar gapapa kan?" kataku. Waktu memang sudah
menunjukkan hampir jam 6 sore. Dan aku memang sudah gerah sekali.
"Iya Din... lama juga gapapa" jawabnya.
Aku pun beranjak menuju lantai 2 dengan sebuah kebimbangan. Sesampainya di kamar, aku
pun mulai melucuti semua bajuku. Mulai dari kemeja, lalu dilanjutkan dengan celana jeans yang
rasanya seperti sudah melekat dengan pahaku karena saking berkeringatnya. Hingga terakhir,
sepasang pakaian dalam berwarna senada. Hari ini aku memang berpakaian benar-benar
lengkap. Ah, akhirnya tubuhku bisa bebas juga.
Aku sempat menatap tubuh telanjangku sendiri di depan cermin. Aku kembali berpikir, apakah
aku benar-benar akan melakukannya? Apakah aku benar-benar akan mempertontonkan
tubuhku ini ke Kak Chandra? Benakku berkecamuk, sementara jariku sedikit bergerak
merapikan rambut kemaluanku yang lembab karena keringat. Namun ketika jari itu bergerak
lebih ke dalam untuk menjangkau lipatan yang tertutupi oleh rimbunnya rambut itu, aku
mendapati sebuah kelembaban yang berbeda. Aku segera tahu kalau cairan yang membasahi
bagian ini bukanlah keringat lagi.
"Ah, kenapa tiba-tiba aku terangsang?" pikirku sembari menatap ujung jari-jariku yang terasa
licin ketika saling digesekkan satu sama lain. Aku kembali berpikir, sepertinya hasrat ingin
memamerkan tubuh ini hanya muncul karena aku sedang dilanda birahi. Aku pun memutuskan
untuk langsung mandi sembari berharap pikiran-pikiran kotor ini akan lenyap setelahnya. Aku
langsung berjalan ke arah kamar mandi, dengan sedikit menunduk ketika lewat di depan tangga
agar Kak Chandra tak melihatku dari bawah. Aku pun mandi seperti biasa.
Selesai mandi, aku kembali mengendap-endap menuju ke kamarku. Namun ketika aku lewat
depan tangga, tanpa sengaja aku melihat Kak Chandra dari sini. Kak Chandra memang masih
tetap di posisinya, tapi apa yang kulihat sedikit mengejutkanku. Aku melihat Kak Chandra baru
saja mengeluarkan tangannya dari celananya! Apa yang sedang dilakukannya? Apakah dia
onani? Ah atau mungkin dia sedang gatal 'itunya'? Pikiranku sudah kemana-mana. Mungkin aku
memang sudah dikuasai oleh nafsu birahi sehingga tidak bisa berpikir jernih.
Aku salah. Ternyata mandi tidak serta merta membuat pikiranku lebih jernih. Masalah apakah
aku akan eksib didepannya atau tidak saja belum selesai, sekarang aku malah membayangkan
hal yang aneh-aneh setelah melihat Kak Chandra barusan. Entah apa yang merasukiku hingga
tiba-tiba aku membayangkan apa yang di balik celana Kak Chandra itu. Padahal sebelumnya
aku tidak pernah sama sekali terpintas untuk membayangkan penis laki-laki.
Pada akhirnya pikiran kotor ini pun sepertinya sudah mengendalikan tubuhku. Nalarku sudah
menyerah mengontrolnya. Hingga akhirnya aku memustuskan untuk menggodanya.
Namun bagaimana caranya? Aku hanya menatap lemari pakaian yang sudah kubuka dari tadi
tanpa memutuskan untuk mengambil salah satunya untuk dipakai.Aku mencoba sebuah tanktop berwarna abu-abu. Kutatap pantulan tubuhku di cermin, dan
kulihat jika belahan dadaku sangat terlihat dengan baju ini. Setelah menimbang-nimbang,
kuputuskan untuk tidak memakainya. Karena menurutku akan terlihat sekali kalau aku 'sengaja'
mengenakan baju itu untuk memamerkan payudaraku.
Aku kembali mengambil baju lain. Sebuah kaos lengan pendek ketat berwarna biru muda polos
berbahan katun. Kutatap lagi pantulan diriku di cermin. Kaos ini memang tidak memperlihatkan
belahan dada, namun kedua putingku sangat terlihat sekali menonjol dibalik kain tipis kaosku.
Dalam kondisi yang sedang dilanda nafsu seperti ini sudah pasti kedua ujung dadaku itu
sedang dalam kondisi keras-kerasnya. Lagi-lagi kuurungkan niat memakai kaos tersebut. Selain
karena terlihat sangat sengaja, juga aku tidak ingin terlihat sedang bernafsu dengan kerasnya
kedua putingku.
Aku pun kembali mencoba beberapa baju lain. Hingga akhirnya aku mencoba sebuah daster
tanpa lengan bermotif bunga-bunga. Yang mana sebenarnya ini adalah daster yang sudah lama
sekali tidak kupakai. Kutatap lagi pantulan diriku di cermin. Terlihat sedikit sempit di bagian
dada hingga bentuk gundukan daging itu sangat terlihat, namun tonjolan putingku tidak terlalu
terlihat karena tersamarkan oleh motif bajunya. Sedangkan bagian belahannya sendiri
sebenarnya tidak akan memperlihatkan isinya jika 1 kancing satu-satunya ini kukaitkan.
Lalu kuangkat lenganku, dan terlihat bukaan lengan daster ini agak lebar, terlebih tanpa adanya
bagian lengan. Jika aku mengangkat lengan seperti ini, maka akan terlihat sekali kulitku hingga
hampir sekitar 20cm dari ketiakku. Yang tidak hanya memperlihatkan kulit ketiak, tapi juga
sebagian kecil dari pangkal dadaku. Maka siapapun yang melihatnya akan langsung tahu jika
aku sedang tidak memakai bra.
Panjang daster ini sebenarnya tidak panjang namun juga tidak pendek. Tinggi ujungnya masih
sekitar 10cm di atas lutut. Hanya saja ujungnya sedikit melebar yang memang sengaja dibuat
begitu agar membuat pergerakan pemakainya lebih bebas.
Pertanyaan selanjutnya adalah, perlukah aku memakai celana dalam?
Aku mencoba memakai celana dalam. Dari pantulan cermin, tidak terlalu terlihat adanya garis
segitiga di area pantatku. Garis itu baru terlihat kalau aku sedikit menungging sehingga bagian
belakang ujung dasterku menempel ketat dengan pantatku. Setelah berpikir sejenak,
kuputuskan untuk memakainya saja. Toh sepertinya aku hanya akan berfokus memamerkan
area dadaku saja.
Oke. Sepertinya aku telah menemukan baju yang cocok. Dengan baju ini aku masih bisa sedikit
memamerkan lekuk tubuhku tapi tanpa terkesan untuk terlalu sengaja memamerkannya.
Karena baju seperti ini memang baju yang lazim digunakan di dalam rumah. Jadi seharusnya
Kak Chandra tidak curiga denganku. Sebelum turun, tak lupa aku memakai wewangian di
tubuhku agar lebih mernarik perhatian Kak Chandra.Dengan perasaan sedikit gugup, aku mulai menuju tangga untuk turun ke lantai 1. Namun
ketika aku mulai menuruni tangga, aku mendapati Kak Chandra tidak lagi di tempatnya.
Rupanya dia sedang menelepon seseorang di teras rumah. Ah sayang sekali, padahal aku ingin
Kak Chandra memperhatikanku ketika aku sedang menuruni tangga karena posisi tangga ini
tepat sekali menghadap tempat duduk Kak Chandra tadi. Aku pun berhenti sejenak dan berpikir
sebaiknya aku menunggu Kak Chandra kembali ke tempat duduknya. Untungnya dia belum
melihatku turun, jadi aku bisa kembali ke atas tanpa sepengetahuannya.
Sambil deg-degan menunggu Kak Chandra di ujung tangga, aku merasa sepertinya dari posisi
Kak Chandra duduk nanti dia akan sedikit bisa melihat ke dalam ujung dasterku. Setelah
merenung sejenak, agar lebih menantang kuputuskan untuk melepas lagi celana dalam yang
sudah kupakai ini. Mungkin Kak Chandra tidak akan melihat jelas apakah aku memakai celana
dalam atau tidak, jadi apa salahnya jika kulepas saja. Maka dengan cekatan aku langsung
menarik ujung celana dalam dari balik dasterku hingga terlepas. Terlihat ada sedikit noda basah
di bagian celana dalam yang belum lama kupakai ini. Aku pun langsung meninggalkannya di
lantai begitu saja karena pada saat itu juga Kak Chandra sudah terlihat kembali ke posisinya.
Setelah sedikit merapikan bajuku, aku pun mulai berjalan menuruni tangga. Aku pun pura-pura
batuk untuk menarik perhatian Kak Chandra agar dia melihatku datang. Dan ternyata sukses,
secara sekilas kulihat Kak Chandra menatapku. Aku pun langsung membuang pandanganku ke
bawah. Aku tidak ingin menatapnya yang malah bisa membuatnya canggung untuk menatapku.
Setiap langkahku menuruni tangga, terasa sekali dadaku berguncang yang membuat putingku
bergesek-gesekan dengan bagian dalam bajuku. Aku juga merasa ujung dasterku
berkibas-kibas seiring dengan gerak pahaku. Aku pun sedikit memegangi bagian bawah
dasterku agar tidak terbuka terlalu lebar yang mana bisa saja memperlihatkan kemaluanku.
Entah apakah Kak Chandra menatapku terus atau tidak, aku pun langsung menuju ke posisi
dudukku tadi.
Ketika aku duduk di sofa, ternyata ujung dasterku sedikit tertarik sehingga membuat pahaku
lebih terlihat hingga separuhnya. Ini diluar rencanaku, karena aku tidak tahu jika dipakai duduk
akan sependek ini dasternya. Aku pun sedikit merapikan posisi ujung dasterku agar tidak terlalu
terangkat lebih jauh. Dan benar saja, aku memergoki Kak Chandra sedang melirik ke arah
pahaku. Meskipun dia langsung membuang pandangan ke arah laptop dan pura-pura fokus
kembali dengannya. Yesss, sepertinya Kak Chandra sudah mulai masuk ke dalam
perangkapku.
"Belum selese juga kah kak?" tanyaku agar sedikit mencairkan suasana.
"Bentar lagi kok ini..." jawabnya.
"Ohh.. mayan lama juga yah""Iya nih.. belum lagi abis ini install-install softwarenya..." jelasnya.
"Oh okee... btw gapapa kah sampe malem gini?" tanyaku.
"Selow Din... aku juga sambil nyekripsi kok ini... lagian aku juga masih nunggu Naya. Katanya
minta dijemput nanti"
"Okai kalo gitu..."
Kami pun lanjut mengobrol basa-basi membahas tentang skripsinya. Selama mengobrol,
sesekali Kak Chandra menatapku. Sesekali juga kulihat tatapan matanya tidak mengarah ke
wajahku tapi malah sedikit agak melihat ke bawah. Apakah dia sedang menatap dadaku? atau
pahaku? Yang jelas kubiarkan saja tatapan-tatapan liar itu, karena semua ini memang sudah
sengaja kupersembahkan untuknya. Hingga akhirnya laptopku pun sudah selesai diinstall
ulang.
"Nih udah Din.. coba kamu cek dulu..." katanya sambil menggeser laptop ke arahku.
"Ihh.. makasih banyak Kak..."
"Sama-sama... tapi itu lagi proses ngopy data ya.. tadi ada beberapa data yang kubackup biar
gak ilang pas diformat" lanjutnya.
"Okaii.."
Sebelum aku mulai mengecek laptopku, aku pun mulai melancarkan pertunjukan selanjutnya.
Kuikat rambutku yang sedari tadi tergerai bebas. Namun bukan masalah ikat rambutnya, karena
tujuan utamaku adalah aku ingin memamerkan ketiakku. Dari cerita Kak Chandra tadi yang
membahas cewek mengikat rambut, aku yakin Kak Chandra tidak akan mungkin melewatkan
pemandangan ini. Maka aku sengaja berlama-lama dengan posisi ini, bahkan beberapa kali
kulepas lagi ikat rambut yang sudah terpasang lalu kuikatkan lagi. Ini semata-mata agar Kak
Chandra bisa lama menikmatinya. Seperti tadi ketika aku turun tangga, aku pun membuang
pandangan berpura-pura fokus menatap layar laptopku agar Kak Chandra tidak merasa
terpergok. Namun dari ujung pandanganku aku bisa melihat jika Kak Chandra sedang melirik ke
arahku.
Jika Kak Chandra melihat bagian ketiakku sama seperti ketika tadi ketika aku uji coba di depan
cermin, aku yakin Kak Chandra tidak hanya melihat mulusnya kulit ketiak yang selalu kucukur
bersih ini, tapi juga bagian pangkal payudara yang pasti sedikit bergoyang ketika tanganku
bergerak mengikat rambut. Bahkan jika dia jeli, harusnya dia juga bisa melihat tonjolan puting di
bagian ujungnya. Bagian belahannya mungkin tidak akan terlihat, namun Kak Chandra masih
bisa melihat bagian leherku keseluruhan karena rambutku kuangkat sampai atas.Tiba-tiba, kipas angin yang sedari tadi bergelang-geleng, menghembuskan angin yang tepat ke
arahku. Membuat ujung bawah dasterku terangkat olehnya dan membuatnya tersingkap lebar!
Aku yang panik pun langsung memegangi ujung dasterku.
Aku shock. Ini diluar rencanaku. Dengan darah berdesir dan jantung yang berdegup begitu
kencang aku pun menoleh ke arah Kak Chandra. Dan ternyata Kak Chandra juga menunjukkan
raut muka yang juga terkejut. Apakah Kak Chandra melihatnya?
"Nih pake ini Din.. biar gak terbang-terbang..." tiba-tiba Kak Chandra menyodorkan bantal sofa.
Aku yang seperti belum percaya dengan apa yang terjadi barusan langsung menerima
pemberian Kak Chandra tersebut dan langsung kugunakan untuk kuletakkan di pangkuanku.
Apakah ini artinya Kak Chandra melihat ujung dasterku tersingkap? Apakah dia juga melihat
apa yang kulihat? Karena aku yakin betul aku sempat melihat sedikit bagian rambut
kemaluanku ketika ujung dasterku tersingkap. Itu artinya ujung dasterku terbuka dengan sangat
lebar. Haruskah aku menanyakan apakah dia melihatnya atau tidak?
"Apa mau kumatiin aja kipas anginnya?" tanya Kak Chandra memecah lamunanku.
"Oh gausah kak, gapapa. Biar gini aja.." jawabku.
"Oh oke..."
Aku pun membetulkan posisi dudukku. Kutarik ujung dasterku agar menutupi pahaku
semaksimal mungkin. Lalu kusilangkan kakiku sebelum akhirnya kututup dengan bantal sofa di
atasnya meskipun aku yakin sebenarnya pahaku tetap sedikit terlihat dari arah samping. Ketika
kusilangkan kedua kakiku, kurasakan ada cairan licin yang mulai mangalir di pahaku seiring aku
menjepit kemaluan dengan kedua pahaku.
Kini, aku yang mulai tersiksa oleh aksiku sendiri. Kemaluanku sudah dalam keadaan
basah-basahnya, dan mulai berkedut mengharapkan adanya sentuhan jari-jariku. Ah sampai
kapan aku harus menahan birahi ini? Apakah Kak Chandra juga merasakan hal sama? Atau
hanya aku yang terangsang oleh aksiku sendiri ini?
Kak Chandra kembali berpaling ke arah laptopnya seperti tidak terjadi apa-apa. Sementara aku
berusaha mengontrol kembali adrenalin yang telah terpacu barusan. Di satu sisi, aku sedikit
puas dengan pertunjukkan yang baru saja terjadi, namun di sisi lain sebenarnya aku tidak ingin
terlalu memperlihatkan bagian rahasia tubuhku dengan terlalu vulgar di hadapannya. Ah
semoga saja tadi Kak Chandra hanya melihat pahaku, dan tidak sampai melihat daerah
terlarangku.
Lalu sebuah suara telepon memecahkan keheningan sementara. Rupanya itu adalah suara dari
handphone Kak Chandra."Din.. aku jemput Naya dulu ya... aku nitip laptop yah.." kata Kak Chadra setelah menutup
telepon yang sepertinya dari Kak Naya.
"Eh iya kak... perlu kuanter ke depan?" tawarku.
"Alah gausah Din.. gak dikunci kan gerbangnya?"
"Enggak kok kak.. tapi nanti tolong ditutup lagi ya..."
"Okee.. gapapa kan kutinggal bentar?" tanyanya.
"Gapapa kak.."
Lalu Kak Chandra pun keluar menuju motornya.
Kuperhatikan dari posisi dudukku, aku dapat melihat dengan jelas Kak Chandra sedang
mengeluarkan motornya dari pintu gerbang. Lalu sesaat kemudian pintu gerbang pun tertutup
kembali dari luar.
Fyuuuh. Akhirnya.
Aku langsung menyingkirkan bantal yang ada di pangkuanku. Lalu kuangkat ujung dasterku.
Dan benar saja, kemaluanku hingga paha bagian dalamku sudah terlihat mengkilap karena
basah oleh lendir yang dihasilkannya. Tanpa pikir panjang lagi, aku sudah tahu apa yang
seharusnya kulakukan. Karena aku sudah tidak kuat lagi menahannya.
Kubuka kedua kakiku lebar-lebar. Sebuah lipatan daging berwarna kemerahan muncul di balik
rimbunnya rambut yang selama ini melindunginya. Seraya memanggil tangan kananku untuk
menunaikan tugasnya. Diwakili oleh tiga jari bagian tengah, tangan kananku ini sudah hafal
dengan apa yang harus dilakukannya.
Jari telunjuk dan jari manisku saling berkerja sama untuk menyusur bagian bibir secara
berirama dari bawah ke atas lalu kembali lagi ke bawah begitu seterusnya. Sementara jari
tengahku juga tidak mau kalah dengan mereka, namun dengan sedikit menyelinap di celah
antara kedua bibir tersebut. Secara bersama, ketiga jari tersebut mulai meratakan sebaran
lendir yang sebelumnya hanya terpusat di celahnya saja.
Merasa akses masih kurang memadai, kunaikkan kedua kakiku ke atas meja. Semakin lebar
aku membuka kaki, semakin lebar pula kedua bibir itu saling membuka. Menampakkan adanya
sebuah lubang yang tersembunyi di baliknya. Namun tidak kubiarkan jari tengahku untuk
menyelinap masuk lebih jauh ke dalamnya. Biarlah nanti suatu saat 'entitas lain' yang
memasukinya. Kali ini tugas jariku hanya sampai pintunya. Itu saja sudah membuat pemilik
lubangnya menggelinjang hebat. Merintih-rintih karena nikmatnya.Tanganku yang lain juga tidak mau kalah dengan tangan satunya. Jari-jari tangan kiriku mulai
menyelinap masuk ke dalam daster dan mulai menyusuri daerah perut lalu ke atas terus hingga
menemukan 2 buah gundukan daging dengan puncak kecil mungil yang mengacung keras.
Kugapai salah satunya, lalu kuperas-peras bagaikan sedang memerahnya. Ujung putingku pun
seperti menantang tanganku. Dia terasa begitu mengganjal di pangkal antara jari tengah dan
jari manisku. Tak tinggal diam, tanganku pun menyerang balik benda kecil tersebut dengan
mencubitnya, memlintir-mlintirnya, hingga menariknya. Tak ayal, serangan tersebut membuat
pemiliknya tersiksa. Tersiksa oleh rasa geli yang dihasilkannya.
Menikmati siksaan-siksaan itu di dua area paling sensitifku, mataku pun terpejam. Lalu dalam
gelapnya pandanganku, munculah sesosok orang. Orang tersebutlah yang telah membuatku
melakukan ini. Siapa lagi kalau bukan Kak Chandra.
Imajinasiku berkata kalau saat ini Kak Chandra sedang duduk di depan laptopnya. Tetapi
matanya tidak menatap ke layarnya, melainkan ke diriku yang saat ini sedang dalam posisi
seperti sedang tersiksa. Namun dirinya tidak lantas menolongku. Dia hanya menontonku,
laksana menikmati apa yang sedang kulakukan.
Matanya tertuju pada tangan kananku. Lebih tepatnya, apa yang sedang disentuh oleh tangan
kananku. Dia terlihat sangat tertarik dengan bagian tubuhku yang selama ini aku sembunyikan.
Dia pun mendekat, sementara tatapannya seperti tidak mau lepas dengan lubang berbulu itu.
Sesaat kemudian, dia genggam tangan kananku, dan menyingkirkannya dari apa yang sedang
ia tuju. Aku rasa dia telah menyelamatkanku dari siksaan yang sedari tadi kurasakan. Namun
ternyata aku salah. Karena sejurus kemudian tangan kasarnya mendarat di lubang kemaluanku.
Tak tinggal diam, tangannya pun mencoba melakukan hal yang sama dengan apa yang
sebelumnya tanganku lakukan. Bagaikan tersetrum, ternyata sekali sentuhan tangannya pada
kemaluanku membuat seluruh tubuhku mengejang. Aku kira siksaan ini akan berakhir, rupanya
sentuhan tangannya malah jauh lebih menyiksa ketimbang tanganku sendiri.
Mataku kembali terbuka, rupanya yang aku kira tangan Kak Chandra ternyata adalah jari
tanganku sendiri yang saat ini telah menemukan titik kelemahanku. Sebuah tonjolan kecil
sebesar biji kacang yang tersembunyi di antara bibir kemaluanku. Tanpa perlu komando,
jari-jariku pun langsung mengubah pola gerakannya. Dari yang tadinya menyisir bagian bibir,
kini berputar mengelilingi tonjolan kecil tersebut.
"Ahhh..." aku makin tak kuasa menahan kenikmatan ini. Desahan-desahan tak bisa lagi kutahan
untuk keluar dari mulutku. Tubuhku melengking, kepalaku menengadah, dan mataku kembali
terpejam seiring dengan sentakan-sentakan kenikmatan yang bersumber dari daerah
kemaluanku.
Dalam dunia imajinasiku, aku tak lagi melihat sosok Kak Chandra karena dia tak lagi berdiri di
depanku. Setelah kucari-cari, ternyata aku melihat kepalanya berada di antara kedua pahaku.Dia seperti duduk bersimpuh sambil membenamkan wajahnya ke selangkanganku. Sedang apa
dia disitu?
Tiba-tiba kurasakan adanya sebuah 'kecupan'. Namun kecupan tersebut tidak mendarat di bibir
wajahku, melainkan di bibir yang lain. Sejurus kemudian, kurasakan lidahnya mulai menjulur.
Dan kecupan pun berubah menjadi jilatan. Lidahnya terasa menggeliat menyusuri celah bibir
kemaluanku. Bagaikan tersengat listrik, aku pun menggeliat tak karuan ketika lidahnya mulai
bermain di daerah tersebut. Hingga akhirnya lidahnya menemukan klitorisku. Dan akhirnya aku
pun mencapai titik puncak ketika lidahnya bermain di situ.
"Ahhh....!" tanpa sadar aku merintih tanpa terkontrol. Tubuhku bergertar hebat, seiring dengan
ledakan orgasme yang melanda tubuhku. Kedua kakiku mengejang hingga membuat laptopku
sedikit tertendang. Kemaluanku pun berkedut seperti sedang memompa untuk mengeluarkan
cairan dari lubangnya, hingga jari-jariku pun bertambah basah dibuatnya.
Badanku terkulai lemas dan nafasku pun tersengal-sengal. Keringat terasa telah membasahi
tubuhku di balik baju yang sudah acak-acakan ini. Namun ketika aku masih belum sepenuhnya
pulih dari kegiatan yang sangat menguras tenaga tersebut, aku dikagetkan dengan suara
gerbang yang dibuka. Rupanya Kak Chandra dan Kak Naya sudah pulang!
Aku pun panik. Aku tak ingin mereka tahu kalau aku baru saja bermasturbasi disini. Segera
kurapikan lagi baju dan rambutku. Tak lupa pula kurapikan meja seperti sedia kala. Tapi aku
merasa badanku kini telah bau. Antara bau keringat dan tentunya bau yang bersumber dari
selangkanganku. Terlebih daerah tersebut kini sudah basah kuyup oleh cairan cintaku sendiri,
hingga aku merasakan mereka mulai mengalir melalui pahaku. Sialnya, aku tidak dapat
menemukan tissue untuk mengeringkannya. Karena tak punya banyak waktu lagi, aku pun
berlari menuju kamarku di lantai 2.
Namun kuputuskan untuk ke kamar mandi terlebih dulu untuk mencuci kemaluanku. Selesai
mencucinya, aku pun keluar kamar mandi sambil mengeringkan kemaluanku dengna handuk.
Saat itulah aku mendapati Kak Naya sudah naik ke lantai 2.
"Abis ngapain kamu?" tanyanya saat melihatku keluar kamar mandi dengan handuk yang masih
kuusap-usapkan ke kemaluanku, sementara tangan kiriku mengangkat ujung dasterku.
"Emmm.. pipis" jawabku gugup. Karena aku terkejut ternyata Kak Naya sudah berada di depan
kamar mandi.
"Pipis kok kayak abis lari marathon gitu?" timpalnya. Mungkin karena dia melihatku berkeringat
parah. Aku tidak ingin Kak Naya tahu kalau aku baru saja bermasturbasi. Aku takut dia akan
berpikiran kalau aku melakukannya karena Kak Chandra, yang pasti akan menyakiti hatinya.
"Panas tau... kalo aja gak ada Kak Chandra udah gak pake baju ini aku." jawabku beralasan."Ya kenapa gak buka baju aja di depan dia? haha" tantangnya.
"Aku sih mau-mau aja... tapi kalo nanti Kak Chandra jadi suka sama aku gimana?" jawabku.
"Ya coba sana... kita liat Chandra jadi suka kamu apa masih setia sama aku... haha" timpalnya.
"Oke"
Aku tahu disini Kak Naya hanya bercanda, maka dari itu aku meresponnya juga dengan tidak
serius. Tentu saja aku takut melukai hati Kak Naya jika aku menggoda pacarnya, meskipun aku
belum pernah terang-terangan menggoda Kak Chandra di depan Kak Naya. Aku tahu betul
kalau Kak Naya begitu sayang padanya. Jadi mana mungkin dia rela Kak Chandra digoda
perempuan lain?
"CD siapa ya ini?" katanya sambil memungut celana dalam yang tadi sempat aku pakai namun
tidak jadi di lantai.
"Eh punyaku hehe... tadi kebelet sih... jadi buru-buru" jawabku sambil meminta CD tersebut
darinya.
"Oh.. kirain udah dijadiin lap"
"Ya gapapa sih dijadiin lap.. tapi beliin lagi yang baru hehe" jawabku sambil memakai celana
dalam tersebut.
"Ah kamu sih boros CD.. kayak aku dong... makenya ngirit haha" jawabnya.
"Kakak mah cocoknya pake daun aja.. gausah pake CD"
Kak Naya pun melenggang ke kamarnya sambil mulai melucuti bajunya. Aku pun menuju ke
kamarku untuk memeriksa penampilanku di depan cermin. Segera kurapikan lagi rambutku
yang sempat acak-acakan. Dan kembali memakai wewangian agar tidak terlalu bau keringat.
"Eh ada makanan tuh di bawah... sana turun gih, temenin Chandra dulu.. aku mau mandi" kata
Kak Naya yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu kamarku dengan bertelanjang bulat.
"Iyaa bentar..."
Setelah memastikan penampilanku kembali seperti semula, aku pun turun kembali ke lantai 1
untuk menemui Kak Chandra. Kak Chandra terlihat sudah kembali di depan laptopnya. Namun
ketika aku menuruni tangga, tepat sebelum tangga terakhir tiba-tiba aku terpeleset dan
membuatku jatuh terjerembab dengan pantat mengenai lantai terlebih dulu."Duk" bunyi ketika pantatku beradu dengan lantai. Kak Chandra pun terlihat bergegas
menolongku.
Sebenarnya sih sakitnya tak seberapa, namun aku sangat malu sekali harus jatuh di hadapan
Kak Chandra. Dan yang lebih mebuat malu, ternyata posisi jatuhku ujung dasterku tersingkap
dan menampakkan sebagian paha bagian dalamku. Untungnya aku telah memakai celana
dalam. Karena kalau tidak, Kak Chandra pasti akan melihat kemaluanku dengan sangat jelas.
Namun yang membuatku kagum dengan Kak Chandra, adalah ketika dia bergegas
menolongku, yang dilakukannya pertama kali adalah menutup kembali ujung dasterku yang
sempat tersingkap. Padahal itu adalah kesempatan dia untuk melihat bagian tubuh rahasiaku
secara lebih dekat. Baru setelah menutup dasterku, dia mulai membantuku berdiri.
"Kamu gapapa Din? Ada yang sakit?" tanyanya.
"Gapapa kok kak..." jawabku.
"Hati-hati makanya..."
"Haha iya kak... kayaknya Dinda lagi kurang fokus" jawabku. Mungkin memang benar adanya,
karena saat ini aku memang dalam kondisi kecapekan akibat aktivitas yang baru saja
kulakukan.
"Atau laper kali? Nih makan dulu haha" tawarnya sambil menuntunku duduk di sofa.
"Haha iya kali ya..."
Kami pun kembali duduk di sofa dengan posisi persis seperti tadi sore. Dan menyantap
makanan yang baru dibeli oleh Kak Naya.
"Gausah bilang ke Kak Naya ya kak..." kataku sambil memulai obrolan.
"Hmmm... soal yang aku liat barusan kah?" tanyanya.
"Liat apa ya kak?" tanyaku. Aku tidak tahu apa yang dimaksud oleh Kak Chandra.
"Itu..." katanya sambil menunjuk ke arah pahaku.
"Oh enggak kak... maksudnya gausah bilang Kak Naya kalo Dinda jatuh disitu.. kan malu..."
"Oh... kirain..."
Lalu tiba-tiba suasana menjadi awkward. Sebenarnya aku tidak mau membahas soal celana
dalamku yang terlihat itu."Eh, tapi kamu gak marah kan? Aku gak sengaja soalnya..." tanyanya.
"Enggak lah kak... ngapain Dinda marah.. toh bukan salah kakak. Malah Dinda yang makasih, soalnya kakak udah bantu nutupin" jawabku.
"Sama-sama Din... kan yang namanya sesuatu yang gak boleh diliat oleh orang lain, harusnya emang ditutup" jelasnya. "Eh.. iya kak..." aku hanya bisa menjawab sambil merenung.
Deg. Aku merasa tersindir mendengar jawaban Kak Chandra tersebut. Apakah dia bermaksud menyindirku karena telah mengumbar tubuhku ke dia? Apakah dia tidak suka jika aku melakukan eksib di depannya?
Lalu suasana pun menjadi hening. Hingga akhirnya Kak Naya turun menyusul kami dengan baju daster yang mirip dengan apa yang kukenakan. Bedanya hanya di motif dan bagian lengan. Dia lalu duduk di antara aku dan Kak Chandra, seolah-olah memberi sekat antara aku dengannya. Kami pun lanjut mengobrol, atau lebih tepatnya aku mendengar mereka mengobrol. Meskipun sesekali mereka juga mengajakku mengobrol.
Aku pun kembali mengecek laptopku yang tadi belum sempat aku cek setelah diinstall ulang oleh Kak Chandra. Aku memastikan file-file yang ada di laptopku tidak hilang, dan proses restorenya berjalan sempurna. Namun ketika aku mengecek file-file yang baru saja direstore dari backupan Kak Chandra, aku menemukan foto-fotoku yang bahkan aku lupa pernah mengambil foto tersebut. Foto tersebut adalah foto dimana aku sedang iseng mencoba kamera webcam laptopku ketika dulu baru membelinya. Namun karena dasarnya aku yang sembarangan, aku berfoto hanya dengan berjilbab sedangakan bawahnya aku tidak memakai apa-apa lagi. Ada 3 foto, dimana foto tersebut aku ambil setengah badan. Meskipun sebagian besar yang terfoto adalah bagian wajah, tapi tetap aja foto tersebut menampakkan bagian lenganku dan sedikit bagian bawah dadaku dan tentunya area perutku yang tidak tertutup apa-apa. Sedangkan area putingku masih tertutup oleh ujung jilbabku yang berwarna kuning meskipun masih terlihat samar-samar.
Tapi tunggu. Apakah Kak Chandra tadi melihat foto ini? Atau jangan-jangan ketika tadi aku memergokinya sedang memasukkan tangannya ke dalam celana karena dia melihat foto ini?
Bersambung..
Labels: KISAH DINDA


0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home