Friday, July 8, 2022

KISAH DINDA Bagian 9 (Part 1)

 Telanjang Bersama Kak Naya "Dinda gak mau pulang aja?" tanya mamaku dari ujung telepon.

"Enggak mah... gapapa kok.. takutnya kalo pulang ternyata Dinda malah bawa virus.." jawabku sambil menatap wajah mamaku di layar handphone. "Oh gitu... Naya juga gak pulang ya?"

"Enggak mah... takut pulang juga katanya... Jadi Dinda disini dulu aja yah, buat nemenin Kak Naya..." jawabku. "Emang Naya kuliahnya gak diliburin kayak Dinda?"

"Diliburin mah... malah udah diumumin dari kemaren katanya... jurusan Dinda baru tadi ngabarinnya..."

"Yaudah kalo gitu... tapi jaga kesehatan ya sayang... makan yang cukup... jangan keluar-keluar dulu kalo gak ada urusan yang penting..." pesan mamaku. "Iya mah... mamah juga sehat-sehat yaa...." "Udahan yaa.. byee... assalamualaikum..." "Waalaikumsalam..."

Kututup videocall dari mamaku yang terbilang tiba-tiba. Bagaimana tidak tiba-tiba, karena pada saat mamaku menelepon aku sedang berada ditengah-tengah aktivitas seksualku. Untungnya aku masih memakai baju bagian atas ketika mengangkat telepon. Jadi dari posisi meneleponku yang sambil tiduran di kasur, mama hanya bisa melihat tubuh bagian atasku. Tentu jantungku sangat berdebar-debar ketika aku videocall dengan mama dengan kondisi seperti ini. Entah apa jadinya jika mama tahu anak kesayangannya ini sedang asyik bermain dengan kemaluannya sendiri.

Aku memang baru saja pulang kuliah, dimana di kampus aku mendapat kabar kalau hari ini adalah hari terakhir tatap muka di kelas, karena mulai besok kuliah diliburkan terlebih dulu karena adanya pandemi.

Sepulang kuliah, aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur kamarku tanpa melepas bajuku. Entah karena kecapekan atau apa, biasanya aku langsung melepas bajuku bahkan sebelumnaik ke lantai 2 rumahku, namun kali ini aku membiarkan bajuku masih menempel ketika

menuju kasur.

Setelah tiduran sebentar, aku merasa celana jeans yang kupakai saat ini terasa begitu

menyiksa. Hingga akhirnya tanpa bangkit dari tempat tidur aku pun melorotkan celanaku meski

dengan susah payah.

Setelah terlepas, entah bagaimana awalnya tiba-tiba tanganku mulai membelai permukaan

celana dalamku. Padahal tadi aku masih scroll-scroll layar handphonku, tapi entah kenapa

tanganku satunya malah scroll-scroll permukaan celana dalamku.

Lama-lama mulai terasa sebuah rembesan air muncul dari balik celana dalamku. Maka jariku

yang sebelumnya membelai dari luar celana dalam, kini mulai menyusup masuk ke dalamnya.

Dan benar saja, keadaan di sana sudah sangat basah.

Tanpa buang-buang waktu lagi, segera kusingkirkan celana dalamku. Dan dengan posisi yang

mengangkang lebar, tanganku pun melanjutkankan pekerjaannya. Hingga akhirnya sebuah

telepon dari mamaku membuatnya terhenti sementara.

****

Setelah menutup telepon dari mamaku, aku pun tak sempat lagi melanjutkan aktivitasku.

Karena tiba-tiba Kak Naya sudah berdiri di depan pintu kamarku dengan pakaian lengkap

seakan mau keluar rumah. Padahal ketika aku pulang tadi kulihat dia masih dengan pakaian

rumahan seadaanya.

"Eh ada yang lagi asik nih..." celetuk Kak Naya, tentu saja setelah melihat keadaanku seperti

ini. Dia sudah paham betul dengan apa yang sedang kulakukan.

"Ihh.. ngagetin aja sih..." jawabku.

"Kayaknya barusan aku denger ada yang telepon? Telepon dari siapa sih.. kok sambil asik-asik

gitu teleponnya? hihihi" tanyanya.

"Dari mamah" jawabku singkat.

"Hah? Kamu teleponan sama mamahmu sambil mainin itu?" Kak Naya nampak terkejut sambil

menunjuk ke arah kemaluanku.

"Iya.. trus kenapa?"

"Memang ya.. Dinda sekarang udah maniak masturbasi... hihihi" ejeknya.

"Siapa dulu yang ngajarin?" aku berbalik bertanya."Siapa ya hahaha... trus udahan apa belum tuh?"

"Ya belom lah.. orang lagi asik tiba-tiba ada telepon... lagian Kak Naya mau kemana sih?

Tumben banget udah rapi gitu?"

"Hahaha... aku niatnya mau ngajakin kamu keluar... eh taunya kamu lagi asik..."

"Keluar kemana? Orang lagi ada virus gitu..."

"Justru itu... ayok kita belanja buat nyetok makanan... biar besok gak perlu keluar-keluar lagi..."

jelasnya.

"Oh.. iya juga sih... tapi sekarang banget?"

"Ya nantian gapapa deh... kamu kelarin dulu tuh... kasian udah kedinginan si meki minta

dibelai... haha" ejeknya sambil menyuruhku untuk melanjutkan masturbasiku.

"Trus Kak Naya nontonin aku gitu?"

"Iya ah.. aku mau liat gimana sih Dinda kalo masturb hihihi"

"Ihh... yaudah ah yok keluar aja..." jawabku kesal. Karena entah kenapa aku tidak lagi bernafsu

buat melanjutkan masturbasiku.

"Eh serius? Gak diselesaiin dulu tuh?"

"Udah gak mood!" kataku sambil berdiri dari tempat tidur untuk mengambil beberapa helai

tissue untuk menyeka kemaluanku yang sedikit basah.

"Haha.. yaudah kutunggu di mobil ya..." kata Kak Naya.

Aku pun kembali memakai celana dalam dan celana jeans yang tadi kupakai. Aku tidak berniat

untuk ganti baju karena toh aku belum mandi juga. Setelah rapi, aku pun segera menyusul Kak

Naya dan pergi ke supermarket menggunakan mobilnya.

****

Sorenya, kami pun pulang dari supermarket dengan belanjaan yang lumayan banyak. Setelah

menurunkan belanjaan dari mobil, kami pun sama-sama terkapar lemas di sofa ruang tamu.

Kami kecapekan karena berbelanja sebanyak ini ternyata cukup menguras tenaga, terlebih lagi

perlu mengantri kasir dengan lama karena banyaknya orang yang sepertinya sedang panic

buying seperti kita.Kulepas jilbabku dan membuka beberapa kancing kemejaku. Kugunakan jilbab yang baru

kukenakan untuk mengipasi leherku yang terasa sekali ada bulir-bulir keringat yang mengalir ke

arah belahan dadaku yang memperlihatkan sebuah bra berwarna cream.

Berbeda dengan aku yang masih mengenakan kemeja dan bra di dalamnya, Kak Naya terlihat

melepas jilbab dan baju atasnya sekaligus. Rupanya dia tidak mengenakan bra sedari tadi,

namun aku tidak menyadarinya karena mungkin karena baju yang dipakainya sedikit tebal.

"Kamu libur sampe kapan Din?" tanya Kak Naya membuka obrolan sambil merapikan

rambutnya.

Kedua tangan yang terangkat tersebut otomatis membuat kedua buah dadanya ikut terangkat

dan bergoyang-goyang seiring gerakan tangan Kak Naya yang sedang mengikat rambutnya..

"Gatau.. katanya nanti bakal dikabarin lagi... kayaknya sih mau online aja kuliahnya..." jawabku

setelah tanpa sadar sedari tadi menatap ke arah dadanya..

"Sama dong..." jawabnya.

"Emang kakak libur sampe kapan?"

"Gatau juga... eh kamu mau tantangan nggak? hihihi"

"Tantangan apalagi?" tanyaku sedikit sinis, karena seringnya Kak Naya memberikan

tantangan-tantangan yang aneh kepadaku.

"Haha... kita kan gak keluar-keluar rumah nih beberapa hari ke depan... gimana kalo selama

kita di rumah kita gausah pake baju sama sekali hihihi..." tantangnya.

"Seberapa lama? Kak Naya mah udah biasa gak pake baju..." jawabku.

"Ya selama mungkin... yang kedapatan pake baju duluan dia yang kalah..." lanjutnya.

"Kriteria gak pake bajunya gimana nih? Kalo pake celana aja masih boleh?"

"Gak boleh... ya yang penting pokoknya gak boleh ada yang nutupin ini sama ini kamu..."

jelasnya sambil menunjuk ke dada dan selangkanganku.

"Trus nanti kalo ada tamu gimana? Kalo Kak Chandra kesini gimana?"

"Ya itu bagian dari tantangannya... hihihi"

"Trus hukuman buat yang kalah apa?""Gatau sih hihihi.. nanti dipikir sambil jalan aja... gimana? mau gak?"

Aku pun berpikir sejenak. Jujur menurutku ide Kak Naya ini sangat menarik, dan toh apa

susahnya? Aku sudah sering bertelanjang di rumah meskipun paling lama hanya seharian.

Belum pernah aku membiarkan tubuhku tidak tertutup apa-apa sama sekali selama berhari-hari.

"Oke. Siapa takut." jawabku tegas. Aku menerima tantangan Kak Naya.

"Haha.. yaudah kalo gitu ayok kita mulai dari sekarang..." katanya sambil mulai melepas kait

celananya.

"Sekarang banget? Ahh.. lagi capek kak..." keluhku.

"Yaelah nyopot baju doang... apa susahnya sih..." katanya sambil melorotkan celana sekaligus

dengan celana dalam yang dia pakai sehingga Kak Naya kini benar-benar telanjang bulat di

depanku.

"Iyaiya..." jawabku sambil melepas kemeja dengan sebelumnya meloloskan 2 kancing yang

tersisa sehingga menampakkan 2 gundukan daging yang masih tersembunyi dibalik bra.

"Nah gitu dong.."

"Bantuin dong kak..." pintaku yang kesusahan melepas kait bra yang kupakai sambil

menyodorkan punggungku ke arahnya.

"Iya sini.. dasar manja..." katanya sambil melepas kait braku dengan sekali tarikan. Dadaku pun

terasa seperti meloncat ketika akhirnya terbebas dari kekangan bra yang kurasa sudah mulai

meneyempit itu.

"Sekalian celananya dong Kak...hihihi"

"Ihh.... dasar..." gerutunya sambil ingin meraih kait celana jeansku.

"Haha.. gausah ding Kak... becanda kalii.." jawabku sambil melepas celana jeans beserta

celana dalamku hingga kini kami berdua sama-sama dalam keadaan telanjang bulat.

"Kayaknya beha kamu udah mulai sempit deh Din..." katanya sambil memegangi braku.

"Iya sih Kak... aku juga ngerasa gitu... tapi masa tetekku tambah gede sih?"

Tiba-tiba tangan Kak Naya memegang dada sebelah kiriku. Meskipun Kak Naya sudah pernah

menyentuhnya, namun tetap saja ada perasaan aneh ketika ada orang lain menyentuh dadaku."Iya deh kayaknya.. udah sama kayak punyaku sekarang... hihihi" katanya sambil tangan

satunya memegang dadanya sendiri.

Secara bentuk, sebenarnya dada kami agak sedikit berbeda. Punya Kak Naya sedikit lebih

besar dari punyaku dengan area puting yang sedikit agak mancung. Apalagi ketika dia sedang

dilanda birahi, putingnya akan sangat terlihat menonjol dengan kerasnya. Berbeda denganku

yang bentuknya lebih membulat, dan tidak terlalu kecil juga sebenarnya, karena ukurannya

begitu pas di genggaman tanganku. Yang paling terlihat bedanya adalah bagian putingku,

dimana puting dan areolanya lebih mungil ketimbang punya Kak Naya.

"Gedean punya ka..." jawabku terpotong karena tiba-tiba Kak Naya meremas dadaku.

"Ihhh..... sakit tau...." gerutuku sambil mencoba menyingkirkan tangan Kak Naya dari dadaku.

"Ah.. mana mungkin sakit... yang ada pasti enak... hihihi" katanya sambil tetap meremas lembut

dadaku.

Benar kata Kak Naya. Lama-lama remasan lembut tersebut bukannya membuat dadaku sakit,

namun malah membuat sensasi geli tersendiri.

"Ihhh.. udah kak... geliiiii...." Kak Naya masih belum mengakhiri aksinya.

Tanpa disadari, sebenarnya aku malah menikmatinya. Kak Naya sepertinya sudah ahli dalam

merangsang dada melalui remasan-remasan lembut. Remasannya terasa seperti ketika aku

meremas dadaku sendiri ketika aku bermasturbasi.

Akhirnya Kak Naya pun melepas cengkraman tangannya di dadaku. Menyisakan puting yang

mengacung keras pertanda aku sedang dilanda birahi.

"Ihh... ada yang berdiri nih... hihihi" katanya sambil menyentuh putingku.

Tentu Kak Naya tahu betul dengan kondisiku seperti ini. Aku tidak mungkin menutup-nutupi

keterangsanganku. Namun wajarkah jika aku terangsang oleh rangsangan dari Kak Naya yang

notabene adalah sama-sama perempuan?

"Ih... awas ya kubales nanti..." ancamku.

"Sini kalo berani!" jawab Kak Naya sambil membusungkan dadanya ke arahku.

Tak tinggal diam, aku pun langsung mencengkram kedua payudara Kak Naya. Namun karena

mungkin Kak Naya tidak siap dengan seranganku, doronganku membuatnya jatuh terlentang di

sofa sementara tubuhku menindihnya.Tanganku terus melancarkan serangan dengan meremas pelan kedua payudara Kak Naya,

meskipun aku juga cenderung bertumpu di dadanya untuk menahan tubuhku.

"Hahaha... aduh.. udah Din.. haha" Kak Naya merintih geli sambil tertawa ketika menerima

seranganku.

Kak Naya pun berontak dengan mendorong tubuhku untuk menyingkir dari atas tubuhnya. Atau

lebih tepatnya, mendorong dadaku. karena Kak Naya juga membalas dengan mencengkram

kedua payudaraku sambil mendorong tubuhku.

Sama-sama bertelanjang bulat, saling menindih, dan memainkan payudara, kami seperti

layaknya sepasang kekasih yang sedang bergumul di atas sofa. Namun yang tidak lazim

adalah kami sama-sama perempuan. Terlebih, saling terikat oleh hubungan keluarga. Tapi

tingkah laku kami seperti sepasang pasangan lesbi yang sedang memadu kasih.

Kuatnya dorongan Kak Naya, membuat kami terjatuh dari atas sofa ke karpet ruang tamu. Dan

kini berganti Kak Naya yang berada di atas tubuhku. Tentu aku berontak untuk menyingkirkan

Kak Naya dari atas tubuhku, namun dengan sigap tangan Kak Naya mencengkram kedua

tanganku hingga aku tak berdaya dan hanya pasrah menatapnya.

Posisi seperti ini adalah posisi yang sering ada dalam fantasiku ketika aku bermasturbasi.

Tetapi tentu yang selalu aku bayangkan adalah sosok laki-laki. Laki-laki yang menindih tubuhku

sementara aku terlentang pasrah. Namun berbeda dengan fantasiku, yang berada di atas

tubuhku kali ini adalah seorang perempuan, berparas cantik namun berambut acak-acakan.

Serta dengan dua payudara yang menggantung bebas dengan dua puting yang mengacung

keras.

Ada sebuah perasaan aneh. Darahku berdesir, dan jantungku berdegup kencang menunggu

apa yang akan dilakukan Kak Naya selanjutnya. Tatapan kami pun bertemu, saling diam tanpa

berucap. Nafas kami sama-sama tersengal, sementara bulir-bulir keringat terlihat mengalir di

permukaan dada Kak Naya. Kedua dada kami sama-sama naik turun seiring dengan tarikan

nafas kami, membuat puting kami hampir saling bertemu.

Entah apa yang ada di dalam benaknya. Namun dalam hatiku berkecamuk. Tak bisa dipungkiri

birahiku telah naik. Meskipun birahi itu muncul dari perbuatan kakak sepupuku sendiri, yang

mana punya jenis kelamin yang sama denganku. Dari raut muka Kak Naya sebenarnya aku

juga tahu, kalau dia juga dilanda perasaan yang sama, terlihat jelas dengan reaksi di kedua

putingnya yang mengeras.

Beberapa detik setelah tatapan awkward tersebut, sebuah tawa lepas keluar dari mulut kami.

Sepertinya kami sama-sama menyadari kegilaan yang barusan kami perbuat. Kak Naya pun

menyingkir dari atas tubuhku dan kembali duduk di atas sofa. Sementara aku masih terkulai

lemas di bawahnya.Kami sama-sama tertawa dengan nafas tersengal-sengal. Namun masih sama-sama diam. Aku

bingung harus berkomentar apa, pun sepertinya juga dengan Kak Naya. Hingga akhirnya Kak

Naya berdiri meninggalkanku.

"Udah ah.. mau mandi.." katanya sambil melenggang pergi ke lantai 2.

"Iya sana gantian" jawabku sambil menatap bongkahan pantat Kak Naya yang makin lama

menjauh dari tatapanku.

Aku pun bangkit, dan duduk di lantai sembari bersandar di pinggiran sofa. Batinku masih

berkecamuk memikirkan hal yang barusan terjadi. Sementara di bawah, kemaluanku sudah

dipenuhi dengan lendir licin pertanda betapa terangsangnya aku saat ini.

Kubuka kedua kakiku, dan dengan gerakan seperti biasa, jari tanganku mulai membelai

kemaluanku.

"Ahhh.." sebuah lenguhan kecil kelar dari mulutku, sementara mataku terpejam menikmati

sentuhan demi sentuhan di kemaluanku. Namun tiba-tiba bayangan sosok Kak Naya mulai

muncul di pikiranku.

Aku berusaha mengalihkan fantasiku dengan menyingkirkan sosok Kak Naya dan

menggantinya dengan orang lain. Namun tetap tidak berhasil. Sosok Kak Naya selalu muncul,

apalagi aku selalu terbayang ketika dia menindihku.

Aku membayangkan bagaimana aku pasrah ketika ditindihnya. Sementara dirinya mulai

mengecup leherku. Kepalaku menengadah menerima kecupan itu, sementara kecupan itu

lama-lama beralih ke arah dadaku.

Kuremas dadaku sendiri sementara aku membayangkan Kak Naya yang mulai mengecup

putingku. Dia lalu mencengkram dadaku sementara lidahnya mulai bermain di area putingku.

"Ahhh.." terasa geli ketika tiba-tiba dia menggigit pelan putingku.

Sementara itu, tangan kananku mulai bergerak cepat di area selangkangan yang sudah basah

kuyup ini. Sosok Kak Naya kembali hadir dengan menggesek-gesekan kemaluannya tepat di

kemaluanku. Posisinya yang tepat duduk di atas kemaluanku, membuat kedua kemaluan kami

saling beradu ketika Kak Naya mulai menggerakkan pinggulnya.

Lalu...

"Ahhhh..." akhirnya aku mendapatkan orgasmeku. Orgasme yang terbilang cepat, karena

sebelumnya aku telah terangsang hebat dan belum lagi aku sempat masturbasi namun terhenti.

Dengan tubuh terkulai lemas, aku pun mulai merenung. Kenapa aku bisa terangsang dengan

membayangkan Kak Naya? Apakah itu berarti aku penyuka sesama jenis?Ah tidak! Lagi-lagi aku menegaskan diri sendiri kalau aku masih normal dan masih menyukai

lawan jenisku. Hal yang barusan terjadi tak lain karena aku sudah dikuasai nafsu. Alam bawah

sadarku tentu masih menolak pikiran-pikiran kotor yang melibatkan Kak Naya.

Aku segera bangkit dan membereskan sekitarku, aku tak mau Kak Naya tahu jika aku

bermasturbasi setelah kegiatan yang kami lakukan barusan.

****

Keesokan harinya, aku bangun tidur masih dengan kondisi tanpa busana karena aku masih

menjalankan tantangan dari Kak Naya. Seperti pagiku biasanya, setelah bangun aku selalu

beranjak menuju kamar mandi untuk buang air. Pada saat itulah kulihat kamar Kak Naya tidak

tertutup seperti biasanya juga. Dan ternyata Kak Naya juga masih bertahan untuk tidak

mengenakan busana sampai saat ini. Tidak heran sih, karena Kak Naya memang sering

melakukannya meski tidak sampai berhari-hari seperti yang kami rencanakan.

Kulihat Kak Naya tidur dengan posisi miring menghadap tembok dan membelakangi posisi pintu

kamar. Yang terlihat jelas hanyalah 2 bongkah pantat yang menggemaskan. Samar-samar,

terlihat pula kemaluannya diantara bongkahan daging tersebut. Kemaluan yang kini mulai

ditumbuhi bulu lagi setelah pernah dia cukur habis itu, terlihat menempel erat dengan guling

yang saat ini dia peluk.

Bagi kaum adam, tentu kondisi Kak Naya saat ini pasti akan memicu birahi bagi siapapun yang

melihatnya. Namun bagiku, hal tersebut sudahlah biasa. Bukan karena aku sama-sama

perempuan saja, tapi karena aku sudah terlalu sering melihatnya dalam kondisi seperti ini.

Itu artinya pertanda jika aku sama sekali tidak tertarik dengan sesama jenisku meskipun aku

disuguhkan pemandangan seperti ini. Keterangsanganku kemarin murni karena sentuhan,

bukan visual. Yang dipicu oleh Kak Naya ketika dia menyentuh payudaraku. Jadi menurutku,

birahiku akan tetap naik ketika payudaraku dimainkan seperti kemarin, tidak peduli yang

menyentuh apakah lawan jenis ataupun bukan. Namun meski begitu, ketika pikiran kotor sudah

menguasai otakku, aku bisa saja berfantasi secara liar seperti membayangkan Kak Naya

seperti kemarin.

Kubiarkan Kak Naya seperti itu dan aku pun kembali ke kamarku. Kubuka jendela kamarku, dan

seketika udara dinginnya pagi masuk menyeruak langsung menyentuh kulit telanjangku. Aku

pun kembali masuk ke dalam selimut, dan tanpa sadar aku kembali terlelap.

****

Aku kembali terbangun saat menyadari hari sudah siang. Dinginnya udara pagi kini berganti

dengan cahaya hangat dari matahari yang menyinari tubuh telanjangku melewati celah jendela.Setelah kurapikan rambutku, aku pun segera beranjak keluar kamar dan kusadari Kak Naya

sudah tidak lagi berada di kamarnya.

Setelah aku mencuci muka sebentar, aku pun lantas turun ke lantai 1. Ketika aku menuruni

tangga, kulihat Kak Naya sedang tiduran di sofa panjang. Masih dengan kondisi telanjang bulat,

dengan santainya Kak Naya merebahkan tubuh di ruang tengah dengan posisi yang bisa

dibilang sangat tidak sopan buat perempuan. Yaitu karena posisi kedua kakinya sangat

mengangkang lebar. Dimana kaki kanannya dia turunkan ke lantai, sementara kaki satunya dia

naikkan ke sandaran sofa. Sementara itu, kulihat ada beberapa gumpalan tissue bekas pakai

yang tergeletak di sekitar tubuhnya. Aku pun langsung paham dengan apa yang baru saja dia

lakukan.

"Lagi ngapain kak?" tanyaku tiba-tiba ketika aku mendekatinya.

Kak Naya pun terkejut seteah mendengar pertanyaanku. Dia langsung merapatkan kedua

kakinya dan mendekap bantal sofa untuk menutupi ketelanjangannya. Sepertinya dia tidak

sadar akan kedatanganku karena tatapannya terfokus pada tv di depannya.

"Ihhh... ngagetin aja sih kamu! Kirain siapa..." gerutunya setelah menyadari kedatanganku.

"Hehe... emang lagi ngapain sih.. serius amat"

"Kamu gak liat aku lagi nonton tv?" jawabnya.

"Acara tvnya bikin sedih ya kak? Sampe banjir air mata gini..." sindirku sambil menendang salah

satu gumpalan tissue yang tergeletak di lantai. Sebenarnya aku sudah paham jika tissue-tissue

bekas ini adalah tissue yang dia gunakan untuk mengeringkan kemaluannya setelah

masturbasi.

"Haha iya nih... sampe banjir banget..."

"Mana nih yang banjir?"

"Nih..." jawabnya sambil dengan santainya membuka kedua kakinya untuk menunjukkan

kemaluannya.

"Ihh udah sarapan aja nih... " sindirku.

"Haha iyaa.. abisnya gabut mau ngapain..." jawabnya sambil bangun dari posisi tidurnya agar

aku bisa duduk di sebelahnya.

"Katanya mau masak?" tanyaku."Iya tadi udah berniat mau masak, tapi nungguin kamu bangun lama banget... masa gak ada

yang bantuin.."

"Haha.. aku tadi udah bangun pagi-pagi yaa.. malah kakak tuh yang masih asik meluk guling..."

jawabku.

"Yah.. karena nunggu kamu lama, jadinya metime dulu deh.." jelasnya.

"Yaudah yuk sekarang..."

"Ya ayuk... aku juga dah laper..." katanya sambil beranjak dari sofa.

"Eh ini dibuang dulu kali kak... jorok banget sih..." keluhku untuk menyuruhnya membuat

tissue-tissue yang masih bertebaran.

"Eh iya.. hihihi"

Kami pun lantas menuju dapur untuk memasak seperti yang sudah kami rencanakan dari

kemarin. Ketika berbelanja kemarin, Kak Naya memang sengaja belanja beberapa bahan

makanan untuk dimasak beberapa hari ke depan. Itu dimaksudkan agar kami tidak perlu beli

makanan lagi dari luar selama masa karantina ini. Kak Naya memang sudah sering memasak

sendiri di rumah, sementara aku lebih suka membantunya sekalian belajar darinya.

Dengan sama-sama telanjang, kami memulai kegiatan memasak kami seperti biasa. Kami

seperti tidak menghiraukan kondisi kami yang seperti ini. Kami biarkan dada kami bergelantung

bebas sementara kami memotong sayuran, mengulek sambal, dan hal lainnya yang

membuatnya berguncang ketika kami menggerakan tubuh kami. Aku juga tidak peduli ketika

ada sebutir bawang yang melompat dan hampir mengenai kemaluanku ketika aku mencoba

untuk menguleknya. Semuanya kami lakukan dan santai dan penuh canda tak peduli tubuh

kami tidak tertutup oleh kain apapun, karena kami sengaja tidak memakai apron agar tidak

menutupi ketelanjangan kami.

"Eh kayaknya tomatnya kurang deh... tolong ambilin lagi dong.." kata Kak Naya yang sedang

memotong beberapa sayuran.

"Kurang berapa kak?" tanyaku sambil membuka pintu lemari es.

"2 aja"

"Tomatnya ditaruh dimana ya kak?"

"Ada tuh di bawah... cari aja"Aku sedikit kesulitan untuk mencari tomat karena banyaknya sayuran yang kami beli dan kami

simpan di dalam kulkas. Aku pun harus menungging untuk mengambil tomat yang ternyata

terletak di paling bawah sendiri di bawah sayur lainnya.

Tiba-tiba, kurasakan ada benda lonjong yang seperti menusuk dari belakangku. Benda lonjong

tersebut masuk melalui celah di antara kedua pahaku dan menggesek bagian luar kemaluanku.

"Aaww!" aku pun kaget dan langsung menoleh ke belakang.

Rupanya kudapati Kak Naya yang tertawa cekikikan dengan sebuah terong berada di

tangannya. Dia memegangi terong tersebut di depan pinggulnya seolah-olah itu adalah penis

laki-laki dan menggunakan ujungnya untuk 'menusuk' sela pantatku.

"Ihh kakak.. kaget tau kak!" aku pun memarahinya.

"Hihihihi.... abisnya kamu kalo nungging gitu montok banget sih... jadi pengen nyodok hihihi"

jawabnya sambil cekikikan.

Sudah berulang kali Kak Naya menyebutku montok terutama ketika aku dalam posisi

menungging. Namun sebenarnya tubuhku tidaklah montok, tubuhku malah relatif lebih kecil

dibanding dengan Kak Naya. Hanya saja, pantat dan pinggulku memang lebih besar darinya.

Sehingga Kak Naya menganggap aku seksi ketika aku dalam posisi seperti ini. Itulah yang

membuatnya selalu jahil untuk menepuk pantatku tiap kali ada kesempatan. Namun kali ini

kejahilannya bukanlah sebuah tepukan, melainkan sebuah 'tusukan' menggunakan terong yang

dia arahkan ke sela pantatku.

"Tapi jangan langsung diarahin kesini dong kak... nanti kalo masuk gimana?" gerutuku sambil

memegang kemaluanku.

"Hihihi... emang kamu yakin ini bisa muat disitu?" jawabnya namun dengan gestur menggoda

dengan mengelus-elus terong yang dipegangnya.

"Ih apaan sih kak.. aku jadi bayangin yang aneh-aneh deh..." jawabku sambil senyum-senyum

sendiri melihat tingkahnya.

"Bayangin apa emang?" tanyanya.

"Gatau" jawabku ketus sambil berusaha berpaling darinya.

"Bayangin apa Dinda...?" tanyanya sekali lagi namun lagi-lagi dengan gestur menggoda dengan

menggenggam terong yang mengelus-elusnya sambil diarahkan ke mukaku.

"Bayangin kontol! puas...?" aku sedikit teriak karena kesal dengan ulahnya."Ih Dinda kecil kecil ngomongnya kasar..."

"Ya abisnya kakak sih yang mulai... lagian itu kan mau dimakan malah buat mainan...."

gerutuku.

"Hihihi... abisnya bentuknya lucu sih..." jawabnya.

"Ishh udah dong kak... jangan-jangan kakak sering pake terong buat dimainin?" aku curiga

dengan Kak Naya, jangan-jangan dia sudah biasa menggunakan terong untuk masturbasi.

"Haha enggak lah... kan kamu tau sendiri kalo aku ga pernah masukin apa-apa ke dalam sini.."

jelasnya. Kak Naya memang tidak pernah melakukan masturbasi sampai memasukkan benda

maupun jari ke dalam kemaluan, cara itu jugalah yang dia ajarkan kepadaku.

"Ya sapa tau kan... digesek-gesekin di luarnya..." jawabku.

"Ih... ide bagus tuh! Kapan-kapan nyoba ah... hihihi"

"Ihh tapi jangan yang mau dimasak dong... nanti rasanya jadi aneh terongnya"

"Haha iya-iyaa..." jawabnya.

"Cuci dulu gih! Tadi udah kena anuku.."

Kami pun melanjutkan kegiatan memasak kami, sambil sesekali bercanda seperti yang kami

lakukan barusan.

"Tapi btw kakak udah pernah liat punya cowok?" tanyaku penasaran.

"Liat apanya?" tanyanya pura-pura polos.

"Tititnya" kataku.

"Haha.. udah" jawabnya.

"Liat langsung lho.. bukan di bokep.." tambahku memastikan.

"Iya udah"

"Punya Kak Chandra ya?" aku mencoba menebaknya.

"Ho oh" jawabnya sambil tersenyum.

"Kakak dah pernah megang juga?""Belom.. belom berani haha"

"Emang punya Kak Chandra kayak apa kak?" tanyaku penasaran.

"Ya... kayak punya cowok pada umumnya...." jawabnya.

"Ya maksudnya bentuknya gimana? Gedenya seberapa?"

"Hello.... kenapa kamu jadi kepo punya Chandra? Kamu ni siapa?" jawabnya sinis.

Betul juga. Kenapa tiba-tiba aku menanyakan bentuk penis Kak Chandra ke Kak Naya? Aku

memang sangat penasaran dengan kepunyaan Kak Chandra akhir-akhir ini. Namun sepertinya

aku lupa jika Kak Chandra adalah pacar Kak Naya, dan sangat tidak etis aku menanyakan hal

ini kepada Kak Naya karena hal tersebut harusnya adalah privasi buat mereka.

"Eh iya kak maap... aku cuma penasaran aja soalnya belum pernah liat punya cowok secara

langsung... dan aku cuma pengen tau aja dari kakak yang udah pernah liat langsung... bukan

berarti aku pengen tau punya Kak Chandra... maapin aku ya kak... aku salah nanya..." aku

memohon maaf kepada Kak Naya karena telah melontarkan pertanyaan bodoh kepadanya.

"Hahaha... biasa aja kali... makanya sana kamu nyari cowok... biar bisa liat burungnya..."

jawabnya sambil tertawa. Meskipun dia merespon dengan tertawa, aku tidak tahu apa yang di

dalam benaknya. Aku takut jika Kak Naya tahu kalau aku tertarik dengan pacarnya.

"Enggak ah.. takut nanti burungnya gak jinak.." jawabku sambil bercanda untuk menghilangkan

perasaan canggung setelah pertanyaan tadi.

"Haha.. aku juga lihat punya Chandra cuma 2 atau 3 kali aja kok.. abis itu udah, gakmau liat

lagi..." lanjutnya. Ternyata Kak Naya masih mau melanjutkan obrolan tentang Kak Chandra lagi.

"Kenapa kak?"

"Gapapa... biar gak bosen aja... biar jadi penasaran lagi sama bentuknya sampe nanti nikah...

sama biar gak keterusan jadi kegiatan yang membahayakan..." jelasnya.

"Ohh... itu juga kenapa kakak gak pernah bugil di depan Kak Chandra?" tanyaku.

"Yak betul." jawabnya.

"Tapi dia pernah liat kakak bugil kan?"

"Pernah tapi udah lama banget kayaknya..""Dah pernah pegang punya kakak juga?"

"Enggak dong... enggak kubolehin kalo itu... yang boleh pegang sementara ini cuma kamu

hihihi" katanya sambil menepuk pantatku.

"Ishh.. gausah tiba-tiba nepuk gitu dong kak... " gerutuku sambil memegangi pantatku.

"Abisnya aku gemes sih... kamu suka kepo urusan orang..."

"Hehe iya sih... tapi aku salut sama kalian..."

"Salut kenapa?"

"Kalian masih bisa nahan nafsu meskipun... ya gitu.." lanjutku.

"Haha iya dong... selama masih ada tangan... nafsuku mah masih bisa terpenuhi... ya gak?

hihihi"

"Iya sih kak hahaha"

Dari obrolanku dengan Kak Naya, sedikit banyak aku bisa tahu tentang hubungannya dengan

Kak Chandra, meskipun aku sempat salah bertanya padanya tentang kemaluan Kak Chandra.

Aku memang penasaran pada kemaluan laki-laki khususnya Kak Chandra. Namun tak apa,

biarlah kemaluannya tetap menjadi misteri bagiku, semisteri kemaluanku bagi Kak Chandra.

Singkat cerita, kami telah menyelesaikan acara memasak sambil telanjang kami. Sebuah

pengalaman baru tentunya, karena memasak sambil bertelanjang ternyata memiliki tantangan

tersendiri. Aku memang tidak takut untuk dilhat oleh orang lain karena kami berada di dalam

rumah yang tertutup rapat. Namun tantangan sebenarnya adalah ketika kulit perut bahkan

dadaku harus rela kena cipratan minyak ketika menggoreng. Belum lagi aku harus sering-sering

menyeka keringat yang membasahi leher hingga belahan dadaku agar tidak menetes ke

masakan. Hingga aku harus meladeni kelakuan Kak Naya yang sering menjahili pantatku.

Namun terlepas dari kegilaan kami karena memasak sambil bertelanjang bulat, aku cukup puas

dengan hasil masakan kami.

Setelah menyantap sarapan yang merangkap makan siang bersama, kami mengisi sisa hari

kedua ketelanjangan kami dengan bersih-bersih rumah secara menyeluruh. Karena selama

tinggal di rumah ini kami belum pernah bersih-bersih secara total, maka kami rasa saat ini

adalah waktu yang tepat. Bukan hanya karena kami sedang sama-sama tidak ada kegiatan lain,

tetapi juga karena mumpung ada kesempatan untuk melakukannya sambil bertelanjang.

****Keesokan harinya, lagi-lagi aku terbangun terlebih dulu ketimbang Kak Naya. Jam masih menunjukkan pukul 7 di hari ketiga ketelanjangan kami. Semalam aku memang tertidur lebih awal, karena aku kecapekan setelah bersih-bersih rumah kemarin yang mengharuskanku mengangkat perabotan rumah dan menatanya kembali. Namun pagi ini aku merasa lebih segar, sehingga aku memilih tidak tidur kembali seperti pagi kemarin.

Setelah buang air dan cuci muka seperti biasa, aku pun turun ke lantai 1 rumahku dan menuju pintu depan rumah. Di belakang pintu depan rumahku, aku pun terdiam sejenak untuk mengumpulkan nyali sebelum membuka pintu yang sedari kami memulai bertelanjang belum dibuka sama sekali.

Setelah mengikat rambutku, aku pun membuka kunci pintu dan perlahan membukanya sedikit demi sedikit. Dari celah yang mulai terbuka, aku pun mulai mengawasi keadaan di luar. Ternyata keadaan diluar begitu sepi. Tidak seperti biasanya yang banyak kendaraan lewat, kali ini jarang sekali terdengar suara kendaraan lewat. Mungkin ini adalah efek diberlakukannya lockdown karena adanya pandemi.

Merasa keadaan aman, maka kuberanikan diri untuk membuka pintu lebar-lebar meskipun tetap saja aku harus sedikit menunduk agar tubuhku tidak terlihat dari luar pagar. Akhirnya, dunia luar dapat melihat ketelanjanganku yang selama 2 hari ini tersimpan di dalam rumah.

Udara dingin langsung menerpa tubuhku ketika aku membuka pintu hingga putingku pun ikut bereaksi. Namun dinginnya pagi tidak mengurungkan niatku untuk melangkah keluar rumah. Karena sudah dari semalam aku berniat untuk merapikan tanaman yang ada di halaman rumahku. Dan aku pun begitu excited untuk melakukannya sambil telanjang seperti ini. Maka dengan tetap menunduk, aku pun sedikit berlari menuju hamparan rumput gajah yang menutupi halaman rumahku.

Berjalan dengan tanpa alas kaki, rasanya begitu menyegarkan ketika telapak kakiku menyentuh hamparan rumput yang masih sedikit basah oleh embun pagi. Semakin aku mendekat ke lokasi tanaman yang berada di dekat pagar, maka aku pun semakin menunduk bahkan cenderung jongkok. Meskipun sebenarnya, jika aku berdiri pun hanya sebatas leher ke atas yang dapat di lihat dari luar. Namun tetap saja aku tidak berani, karena kepalaku bisa terlihat tanpa jilbab oleh orang di luar pagar. Terlebih jika orang tersebut berjalan tepat di depan pagar, maka akan dengan mudah orang tersebut melihat ketelanjanganku.

Benar saja, baru saja aku sampai di dekat pagar, terdengar suara langkah kaki orang yang berjalan di depan pagar. Aku pun langsung jongkok dengan posisi meringkuk, berharap orang tersebut tidak dapat melihatku dari sisi pagar yang lain. Aku hanya bisa terdiam sampai orang tersebut lewat. Namun selewatnya orang tersebut, lagi-lagi aku hanya mendengar suara keheningan. Tidak ada suara lagi yang muncul dari arah luar. Merasa sudah aman, aku pun lantas melanjutkan aktivitasku...


Bersambung ke Part 2..

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home